3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Mungkin Tante Rahmi ingin agar segala sesuatu berjalan pada tempatnya. Karena Itu dia menanggalkan gaun mininya, disusul dengan pelepasan behanya. Dan melompat ke atas bed dalam keadaan sudah telanjang bulat. “Gak enak menikmatinya sambil berdiri. Mendingan di sini aja,” ucapnya sambil celentang dengan kedua kaki mengangkang lebar, dengan telapak tangan mengelus - elus memeknya sendiri.

Aku pun tak ragu lagi untuk menanggalkan segala yang melekat di tubuhku, sampai telanjang bulat, seperti telanjangnya Tante Rahmi.

Tiba - tiba Tante Rahmi duduk, dengan pandangan tertuju ke arah batang kemaluanku yang sudah ngaceng berat ini. Bahkan lalu ia menangkap penisku ke dalam genggamannya. ”Sam…! Gak salah nih? Kontolmu sepanjang dan segede ini?! Hihihi… ini sih international size, Sam… !”

“Mmm… Tante sih kayak belum pernah liat kontol gede aja,” ucapku sambil mendelik.

“Memang belum pernah. Satu - satunya kontol yang pernah kutemukanj hanya kontol mendiang suamiku. Tapi punya dia tidak sepanjang dan segede ini …” sahut Tante Rahmi yang lalu menciumi puncak penisku. Bahkan lalu menjilati leher penisku, moncong penisku dan blemmmm… penisku dikulumnya sambil duduk membungkuk di depanku.

Tangan Tante Rahmi pun ikut beraksi. Ketika sebagian dari penisku berada di dalam mulutnya, air liur Tante Rahmi pun dialirkan ke badan penisku sampai ke panbgkalnya. Lalu bagian yang sudah basah oleh air liurnya itu, diurut - urut oleh tangannya. Sementara bibir dan lidahnya tetap aktif menyelomoti bagian atas penisku…

Lama juga Tante Rahmi melakukan semuanya ini.

Sampai akhirnya dia melepaskan penisku dari dalam mulutnya, disusul dengan ucapan, “Sudah ngaceng sekali Sam. Sekarang giliran Sam yang jilatin memekku. Kalau gak dijilatin dulu, bisa sakit memekku diterobos sama kontol yang segini panjang gedenya.”

Lalu Tante Rahmi celentang lagi dengan kedua kaki mengangkang lebar.

“Tenang aja Tante. Kebetulan aku paling suka jilatin memek,” sahutku sambil menepuk - nepuk memek Tante Rahmi.

Melihat aku sudah siap untuk menjilati memeknya, Tante Rahmi malah menarik kedua lututnya, sampai berada di kanan - kiri sepasang payudaranya. Sehingga memeknya kelihatan “tengadah” ke atas. Mulutku pun langsung menyeruduk memeknya yang sangat menggiurkan itu.

Aku melakukan semua ini sambil berlutut dan membungkuk ke arah memek Tante Rahmi. Pada saat mulai asyik menjilati memek tembem yang bersih licin itu, jempol tangan kiriku pun ikut beraksi, untuk menggesek - gesek kelentit Tante Rahmi. Sementara tangan kanan kugunakan untuk menahan lipatan lutut Tante Rahmi, agar jangan sampai kakinya terhempas ke kasur.

“Diserang” seperti ini, Tante Rahmi mulai merintih - rintih histeris, “Dudududuuuuh Saaaam…! Permainan lidah dan bibibvrmu kok enak sekali Sam…! Itilnya gesek - gesek terus Saaam… ini juga enak sekali… oooooh… ooooh… oooh…!”

Bahkan pada suatu saat Tante Rahmi merengek manja, “Udah Saaam… cukup… masukin aja kontolmu Saaam… !”

Aku sendiri memang tak sabar lagi. Ingin cepat menjebloskan penisku ke dalam memek Tante Rahmi yang ditengadahkan ke langit - langit kamar hotel ini. Maka sambil tetap berlutut dan meletakkan kedua kaki Tante Rahmi di sepasang bahuku… kuletakkan moncong penisku di mulut vagina tanteku yang tampak masih ternganga kemerahan itu.

Dan dengan sekuat tenaga kudorong meriamku ke dalam liang memek tanteku.

Liang memek Tante Rahmi sudah basah kuyup akibat jilatanku barusan. Tapi tetap saja “perjuanganku” berat untuk membenamkan penisku. Namun dengan susah payah, akhirnya aku berhasil membenamkan sang Kontol ke dalam liang memek sempit ini, meski baru masuk sampai lehernya saja.

“Udah masuuuk… ooooh… kontolmu memang luar biasa Sam… ayo dorong lagi, “desis Tante Rahmi sambil menarik kedua lututnya agar lebih mengangkang lagi.

Aku pun mendorong penisku lagi dengan sekuat tenaga… dan akhirnya bisa membenam lebih dari separohnya… blessssskkkk…!

“Memek Tante luar biasa sempitnya. Kayak liang memek gadis belasan taun,” ucapku sambil mengumpulkan konsentrasiku, untuk mulai mengentotnya perlahan - lahan dan jaraknya pendek - pendek dulu… sambil menunggu liang memek Tante Rahmi beradaptasi dengan ukuran penisku.

Beberapa saat kemudian penisku mulai lancar “memompa” liang memek sempit ini. Memang luar biasa rasanya. Penisku seolah dikepal kuat - kuat oleh liang memek tanteku yang jelita dan masih muda ini.

Tante Rahmi pun mulai mendesah dan merintih, “Saaaam… ooooh… kontolmu enak sekali Sam. Ka… kalau diibaratkan makanan… kontolmu ini terasa asam garamnya… enak sekali Sayaaang… ayo entot terus Saaam… ooooh baru sekali ini aku merasakan kontol segini enaknyaaaa… entot teruuuuuuussss …

Makin lama entotanku terasa semakin lancar bermaju - mundur di dalam cengkraman liang memek sempit menjepit ini.

Bahkan pada suatu saat kuhempaskan dadaku ke sepasang toket Tante Rahmi yang berukuran medium itu. Tidak lagi berlutut seperti tadi.

Dengan sepenuh gairah, kucium dan kulumat bibir sensual Tante Rahmi, sementara penisku makin lancar mengentot liang memek sempitnya.

Tante Rahmi pun semakin merem - melek dibuatnya.

Terlebih setelah aku melengkapinya dengan jilatan dan gigitan - gigitan kecil di leher jenjangnya yang sudah lembab oleh keringatnya. Semakin mengaum - ngaum juga harimau betina yang sedang tinggi libidonya ini.

“Aaaaa… aaaaaaah… Saaaaam… Saaaaaaaaammmm… aaaaaa… aaaaah… Saaaam… Saaaam… Saaaaam… aaaaaaah… ini lu… luar biasa enaknya… Saaaam… Saaaam… !“

Makin lama Tante Rahmi makin klepek - klepek. Bahkan ketika aku belum apa - apa, Tante Rahmi mulai berkelojotan dan akhirnya terpejam dengan tubuh terkejang - kejang. Pada saat itulah kurasakan liang memek Tante Rahmi seolah belitan ular python yang meremas batang kemaluanku seolah ingin meremukkan urat - uratnya.

Aku tahu apa yang sedang terjadi. Bahwa Tante Rahmi sedang menikmati orgasmenya. Dan aku pun mendiamkan penisku beberapa saat, sambil membiarkan Tante Rahmi mencium dan melumat bibirku.

“Edan… baru sekali ini aku merasakan disetubuhi yang segini enaknya… “gumam Tante Rahmi setelah melepaskan ciumannya.

“Tante sudah orgasme kan?” godaku sambil mempermainkan pentil toketnya.

“Iya. Kontolmu terlalu enak sih,” sahut Tante Rahmi tersipu, “kamu sendiri belum ngecrot?”

“Belum Tante… santai aja… sekarang masih ngilu -ngilu kan?” sahutku.

“Iya Sayang… rehat dulu sebentar ya.”

“Iya tanteku sayaaang…”

“Nggak nyangka aku malah baru merasakan puas dientot oleh keponakanku sendiri. Aku pasti bakal ketagihan nanti Sam.”

“Santai aja Tante. Kalau Tante kangen padaku kelak, tinggal kirim WA aja. Lalu kita ketemuan di tempat yang aman dan nyaman.”

“Iya… iyaaa… mmm… ayo entot lagi Sam… aku sudah horny lagi nih…”

Aku pun mengikuti keinginan Tante Rahmi. Kuayun lagi batang kemaluanku di dalam liang memek Tante Rahmi yang sudah agak becek ini dengan lancarnya.

Dalam tempo singkat saja aku berhasil membangkitkan nafsu Tante Rahmi. Dia bukan cuma mendesah - desah dan merintih - rintih, tapi juga mulai menggeolkan pinggulnya dalam gerakan meliuk - liuk, memutar - mutar dan menghempas - hempas…!

Karuan saja aku jadi semakin bersemangat untuk mengentotnya habis - habisan, karena kesempatan menikmati memek sesempit ini jarang terjadi dalam kehidupanku.

Dengan tubuh mulai bersimbah keringat, aku semakin mempercepat gerakan entotanku. Sambil meremas - remas sepasang toket yang masih padat kenyal ini.

Tapi aku tak mau merusak wanita yang satu ini. Karena dia adik kandung ibuku. Maka aku pun mulai berkonsentrasi agar secepatnya ejakulasi di dalam liang memeknya yang selegit dodol ini.

Sampai pada suatu saat, aku bertanya terengah, “Boleh lepasin di dalam?”

“Boleh. Emangnya kamu udah mau ngecrot?”

“Iii… iyaaa Tante…”

“Tahan sebentar ya… aku juga udah mau orga lagi… kita lepasin bareng -bareng biar nikmaaaat…” ucap Tante Rahmi sambil mempergila geolan pinggulnya.

Kami jadi sep[erti sepasang manusia yang sedang kerasukan. Kami saling cengkram dengan kuatnya, seolah ingin saling meremukkan tulang - tulang.

Lalu kami mengelojot bareng. Mengejang bareng.

Kedutan - kedutan liang memek Tante Rahmi pun berbarengan dengan mengejut -ngejutnya batang kemaluanku yang tengah menembak -nembakkan air mani…!

Crooootttt… crooottt… croooootttttt… crooootttttt… crotcrot… crooooooottttttt…!

Aku terkapar di atas perut Tante Rahmi. Lalu sama - sama lemas lunglai…!

Beberapa saat kemudian, ketika kami sudah bersih - bersih dan berpakaian kembali, Tante Rahmi berkata, “Sam… aku beubah tujuan sekarang.”

“Maksud Tante?”

“Tanah yang tadinya kurencanakan untuk dijadikan hotel itu, delay saja dulu. Aku akan mengikuti saranmu. Tanah yang di kota kita itu, silakan bangun sesuai dengan posisinya masing - masing. Mungkin ada yang cocok untuk rumah pribadi, ruko atau apa pun itu, terserah pandangan bisnismu. Aku akan mempercayakan sepenuhnya padamu Sam.

“Kalau Tante hamil nanti gimana?” tanyaku.

“Justru aku ingin hamil Sam. Wanita mana yang tidak ingin punya keturunan?”

“Oke Tante. Jadi besok kita pulang aja?”

“Iya Sayang…”

Beberapa hari kemudian, ketika aku sedang disibukkan untuk mensurvey lahan - lahan milik Tante Rahmi, tiba -tiba datang berita dari Merry lewat WA.

Berita dari Merry itu mengejutkan juga. Bahwa suaminya meninggal dunia di Jerman. Dan jenazahnya akan tiba di Jakarta keesokan harinya.

Sebenarnya berita kematian bukan sesuatu yang aneh. Karena kematian itu jatah yang sangat adil dari Tuhan bagi seluruh manusia di muka bumi ini. Dari rakyat jelata sampai kepala negara takkan bisa menghindari kematian.

Yang membuatku tercenung adalah bagian akhir berita dari Merry lewat WA itu. Antara lain bunyinya berikut ini :

- Sam tentu tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Tiga bulan yang akan datang, kuharap segala sesuatunya sudah disiapkan. Untuk perkawinan kita secara sah -

Aku mencoba untuk berpikir secara jernih. Bahwa yang pertama kali harus kulakukan adalah membujuk Frida agar memberikan izin tertulis, sebagai syarat utama bagiku untuk menikah lagi.

Untungnya Frida tidak mempersulit keadaan. Terlebih setelah kujalaskan siapa itu Merry yang sebenarnya.

“Berarti Merry itu satu - satunya janda di antara istri - istri Abang ya. Yang lain kan masih gadis semua,” ucap Frida sambil tersenyum.

Aku terdiam. Karena memang benar, bahwa Merry itu menjadi calon istri termudaku, tapi usianya paling tua kalau dibandingkan dengan istri - istri lainnya. Sudah janda pula. Tapi kalau dibandingkan dengan ketiga istriku, Merry itulah yang paling kaya raya. Hartanya takkan habis dimakan oleh tujuh turunan.

Namun tentu saja hal itu tidak kubahas dengan Frida. Aku hanya bertanya, “Jadi bagaimana? Kamu mau ngasih izin kan?”

“Aku akan ngasih izin dengan dua syarat,” sahut Frida.

“Apa saja syaratnya?”

“Setelah Abang menikah dengan Merry, berarti Abang tidak bisa menikah lagi kan?”

“Ya iyalah. Sudah maksimal, empat orang istri. Tidak boleh nambah lagi.”

“Syarat pertama, Abang jangan bertualang lagi dengan wanita lain kecuali dengan istri - istri Abang, dengan Mama dan Mamie Yun.”

Meski hal itu berat untuk dkilaksanakan, aku menyetujuinya saja dengan mengangguk dan mengiyakan. “Lalu syarat kedua apa?”

“Aku minta kompensasi dalam bentuk sebuah supermarket. Calon istri Abang kan konglomerat. Pasti takkan sulit meminta kompensasi itu.”

Aku tercenung sejenak. Dan teringat bahwa sebulan yang lalu aku sudah membeli tanah di samping hotelku seluas 2 hektar. Kurasa lahan seluas itu cukup untuk dibangun sebuah supermarket, lengkap dengan pelataran parkir yang cukup luas. Membangunnya pun tidak membutuhkan waktu lama. Karena membangun supermarket berbeda dengan membangun hotel.

“Baik. Nanti akan kubangun supermarket itu, yang letaknya di samping hotel kita. Kebetulan tanahnya sudah kubeli sebulan yang lalu. Tadinya tanah itu untuk ekspansi hotel. Tapi hal itu masih membutuhkan beberapa pertimbangan. Jadi… di tanah seluas dua hektar itu akan kubangun supermarket, sesuai dengan keinginanmu.

“Untuk barang dagangannya gak perlu bantuan Abang. Dana tabunganku sudah hampir sepuluh milyar. Kurasa dana itu cukup untuk modal awal Bang,” sahut Frida

“Wow… sudah banyak juga tabunganmu ya? Itu duit dari mana aja?” tanyaku.

“Duit dari Abang dan Mamie Yun kukumpulkan terus. Karena ingin punya supermarket itu.”

“Mamie selalu transfer dana secara rutin ya?”

“Iya Bang. Tiap tanggal satu, dia transfer duit ke rekening tabunganku. Jumlahnya tak pernah sedikit.”

Setelah rundingan dengan Frida selesai, aku segera menghubungi kontraktor yang biasa kupakai untuk mengerjakan bangunan - bangunanku.

Tanah seluas 2 hektar di samping hotelku pun diukur oleh kontraktor, untuk dibuat gambar bangunannya, sekaligus untuk dibuastkan design interiornya. Pokokya aku minta bangunannya jangan terkesan cuma kotak seperti gudang. Kontraktor pun menyanggupinya. Dan menjanjikan bangunan supermarket itu akan selesai dalam tempo 3 atau 4 bulan.

Beberapa hari kemudian lahan kosong itu mulai diratakan tanahnya, dipadatkan dan dibentuk fondasi cakar ayam, karena aku menolak penggunaan baja ringan.

Frida tampak senang dengan pembangunan calon supermarket itu. terlebih setelah melihat gambar bangunan dan bentuk miniaturnya. Tiada kritik sepatah kata pun yang terlontar dari mulutnya. Frida hanya berkata, “Semuanya jauh lebih bagus daripada angan - anganku Bang.”

Tiga bulan kemudian bangunan untuk supermarketg itu sudah hampir jadi. Palataran p[arkirnya pun sudah selesai diratakan dan di - hotmix. Tinggal pemasangan kaca - kaca dan penghalusan dindingnya saja yang masih dikerjakan.

Pada saat itu pula aku menerima WA dari Merry. Yang isinya sebagai berikut ini :

-Masa berkabungku sudah selesai Sam. Besok aku akan terbang ke kotamu. Bisa jemput aku di bandara jam sepuluh pagi kan?-

-Siap Sayangku-, balasku.

Esok paginya, jam 09.30 aku sudah melarikan sedan merah maroon metalic hadiah dari Mamie, menuju bandara.

Sebelum jam 10.00 aku sudah merapat ke bandara. Dan jam 10.05 Merry muncul di gerbang kedatangan, dikawan oleh dua orang bodyguardnya. Tapi kedua boodyguard itu berpisah dengan Merry, setelah Merry berpelukan denganku di dekat gerbang kedatangan.

Kemudian Merry kubawa ke tempat parkir, sementara dua buah koper besar dibawakan oleh kuli bandara.

Setelah dua koper itu dimasukkan kle dalam bagasi sedanku, Merry memberi uang seratus ribuan buat kuli bandara. Jumlah yang terlalu banyak menurutku.

Kemudian kubukakan pintu kiri depan sedanku. Merry pun masuk ke dalamnya. Setelah menutupkan pintu kiri depan, aku pun bergegas menuju pintu kanan depan dan masuk ke dalamnya.

“Mobilmu sudah ganti sama mobil keren ini?” tanya Merry ketika aku sudah menghidupkan mesin mobilku.

Aku cuma tersenyum. Seandainya Merry tahu, baik mobil SUV mau pun sedan mahal ini, adalah hadiah dari ibu tiriku. Bahkan aku tidak pernah membeli mobil untuk kepentingan pribadiku. Memang ada beberapa minibus, tapi semuanya untuk keperluan hotelku. Aku bahkan belum pernah pergi - pergian dengan menggunakan minibus itu.

Kubawa Merry ke rumah yang sudah kusediakan sejak 5-6 bulan yang lalu itu. Rumah megah yang terletak di kompleks perumahan elit. Rumah yang dari garasi bisa langsung masuk ke bagian dalam rumah itu. Rumah yang selalu dibersihkan oleh seorang pembantu dan dijaga oleh dua orang satpam.

Setibanya di depan rumah megah itu, seorang satpam membuka pintu yang langsung menuju pintu garasi, sementara satpam yang seorang lagi membukakan pintu garasi. Sehingga sedanku bisa langsung masuk ke dalam garasi.

Kedua koper Merry dibawa oleh kedua satpam itu dan kuarahkan agar disimpan di kamar utama. Sementara aku sendiri lebih tertarik untuk mendekap pinggang Merry dari belakang, sambil menciumi tengkuknya. Kemudian berkata setengah berbisik, “Aku sudah kangen sekali padamu, Sayang.”

“Apalagi aku,” sahut Merry, “Aku sangat - sangat kangen sekali. Tapi sikonnya tidak membolehkanku meninggalkan rumah selama masa berkabungku.”

“Sekarang sudah selesai semua?” tanyaku sambil mengajak Merry duduk di sofa ruang keluarga.

“Sudah,” sahut Merry, “Sesuai dengan surat wasiat yang ditinggalkan oleh almarhum suamiku, semua harta - benda miliknya diwariskan padaku. Tapi ada surat terpisah, tidak terikat secara hukum. Di dalam surat pribadi itu suamiku menganjurkan agar perusahaan - perusahaannya jangan ada yang dijual. Karena semua perusahaannya sehat dan sangat berguna untukku.

Merry terdiam sejenak. Lalu melanjutkan penuturannya, “Suamiku juga menganjurkan, agar setelah dia meninggal, aku bebas menentukan pilihanku. Termasuk untuk kawin lagi. Dia hanya mewanti - wanti agar jangan sampai salah pilih. Itu saja.”

“Syukurlah kalau begitu, “tanggapku, “tapi kamu tidak merasa salah pilih kah menjadikanku sebagai calon suamimu?”

“Aku sudah sangat mencintaimu, Sam. Jadi memilihmu untuk menjadi suamiku adalah harga mati. Gak bisa ditawar - tawar lagi,” sahut Merry, “Tapi bagaimana dengan istri pertamamu? Apakah dia bakal ngasih izin kalau aku menjadi istrimu juga?”

Aku mengangguk sambil tersenyum. “Sudah mendapat izin,” kataku, “Dia hanya meminta sebuah supermarket sebagai kompensasinya. Dan supermarket itu sudah hampir selesai. Mungkin minggu depan juga sudah bisa grand opening.”

“Baguslah. Kompensasinya bukan sesuatu yang berat. Hanya sebuah supermarket. Lagipula permintaannya itu positif, untuk belajar berbisnis secara mandiri. Tidak menggantungkan diri kepada suami.”

“Terus… bagaimana dengan rumah ini? Cocok dengan seleramu?” tanyaku.

“Sangat cocok. Aku mahal gak nyangka kalau pangeranku bisa menyediakan rumah yang sangat nyaman gini. Perabotannya juga modern semua. Aku puas, Sayang.”

“Terus… bagaimana dengan pernikahan kita? Apakah mau bikin pesta besar - besaran?”

“Jangan, “Merry menggoyang - goyangkan telapak tangannya, “Aku malah ingin perkawinan kita tertutup. Cukup keluarga kita aja yang hadir. Tempatnya pun harus tertutup. Yang penting kan buku nikahnya itu.”

“Kenapa harus dirahasiakan? Bukankah sekarang kamu sudah resmi menjadi janda?”

“Justru setelah jadi janda begini, banyak awak media yang menyorotiku. Banyak yang nanya mau menikah dengan siapa, di mana dan kapan? Pusing deh. Aku paling takut kalau sudah berhadapan dengan mereka. Karena mereka seolah ingin menelanjangi rahasia pribadiku.”

“Baiklah. Mmm… biar bagaimana pun aku harus memberikan mahar pada saatnya akad nikah nanti. Bidadariku mau dikasih mahar apa?“tanyaku sambil membelai rambut Merry yang brunette.

“Apa pun yang pangeranku berikan, akan kuterima.”

“Jangan begitu. Katakan saja apa yang kuinginkan sebagai maskawin dariku nanti? Asal jangan minta pesawat jet pribadi aja… hehehee…”

“Mmmm… ya udah. Aku minta perhiasan dari emas putih saja. Gak usah banyak - banyak. Lima gram juga cukup.”

Aku tersenyum. Karena sebenarnya aku sudah menyiapkan cincin, kalung dan gelang… semuanya bertatahkan berlian. Tapi logamnya emas kuning semua. Tinggal menggantinya saja dengan emas putih menjelang hari pernikahanku nanti.

“Seandainya perhiasan itu terbuat dari emas kuning, kamu gak keberatan?”

“Ya udah. Putih atau kuning sama aja. Aku suka juga emas kuning, hanya kuanggap terlalu menyolok waktu mengenakannya. Kalau emas putih kan bisa disangka perak yang gak ada harganya.”

Setelah mempertimbangkan keinginan Merry, akhirnya kubawa perhiasan bertatahkan berlian itu ke toko emas langgananku. Minta agar emas kuningnya diganti dengan emas putih.

Ternyata toko emas itu hanya membutuhkan waktu 3 hari untuk mengerjakan pesananku.

Sehingga aku merasa sudah saatnya untuk melaksanakan akad nikah dengan Merry. Yang diundang hanya keluarga besarku saja, baik dari pihak Papa mau pun pihak ibuku almarhumah. Tentu saja Papa dan Mamie pun diundang. Tapi Mama Mien, Mbak Ayu dan Mbak Ita tidak kuundang.

Dari pihak Merry sendiri datang ibunya dan adik-adik ayahnya. Salah seorang dari adik - adik ayahnya itu bertindak selaku wali, karena ayah Merry sudah tiada.

Akad nikahku dengan Merry terlaksana dengan mulus namun tertutup, sesuai dengan keinginan Merry sendiri.

Malamnya, Merry mengajakku ke Bangkok, untuk berbulan madu. Merry mengajak Frida, Aleksandra dan Halina juga. Tapi anak - anak dan babysitternya masing - masing tidak bisa diajak serta. Karena mereka tidak memiliki paspor. Sementara Frida, Aleksandra dan Halina sudah memiliki paspor, jadi bisa terbang secara mendadak malam ini juga.

Malam itu pesawat jet pribadi Merry membawa kami berlima terbang menuju Bandar Udara Suvarnabhumi, Bangkok. Bandara ini adalah bandara baru di Bangkok (Bandara lama bernama Don Muang).

Bukan cuma itu. Ternyata Merry pun sudah cek in di Hotel Al Meroz, salah satu hotel muslim di Bangkok. Yang menjamin segalanya serba halal.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu