3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Bagian 05

Believe it or not, setelah berobat ke ahli spiritual itu, Gina mulai menunjukkan gejala - gejala kesembuhannya. Dia bisa merasakan ketika disentuh betisnya, lututnya mau pun pahanya. Padahal tadinya semua bagian itu sudah mati rasa.

Maka kami bawa lagi ke tempat Abah yang sangat kuhormati itu, karena aku percaya kalau beliau punya ilmu yang tidak banyak dimiliki oleh manusia lainnya. Bahkan di dalam perjalanan menuju rumah Abah, Merry berkata, “Waktu kita ke rumah Abah tempo hari, kulihat ada tiga ijazah doktor honoris causa dikeluarkan oleh universitas - universitas di luar negeri.

“Ya,” sahutku, “menurut keterangan istri Abah, pemberian gelar itu diberikan karena rektor - rektor ketiga universitas itu disembuhkan dari penyakitnya yang sudah menahun,” sahutku.

“Berarti beliau memang orang hebat ya.”

“Iya. Dan yang aku suka, Abah tidak pernah takabur. Beliau hanya bilang, iya atau insya Allah. Tidak pernah bilang yang melebihi kapasitasnya sebagai manusia.”

Merry mengangguk - angguk. Lalu berkata, “Aku punya nazar, kalau Mbak Gina sudah sembuh, aku akan memberikan sebuah mobil baru buat Abah. Di rumahnya tampak sudah ada mobil, tapi sudah tua sekali.”

“Mengingat medannya sulit, kalau mau ngasih mobil jangan sedan. Belikan mobil yang tinggi aja, seperti mobil ini,” sahutku.

“Mobil dengan merek yang sama dengan mobil ini tapi yang short chasis aja gimana?”

“Ya. Kalau gak salah yang short chasis jauh lebih murah.”

“Betul. Ayang setuju kalau ngasih mobil semerek dengan mobil ini tapi yang short chasis?”

“Setuju.”

Kunjungan kami yang kedua ini harus ngantri, karena sudah banyak orang yang menunggu gilirannya. Sehingga kami baru kebagian dipanggil setelah hari menuju sore.

Agak lama Gina diperiksa oleh Abah. Sampai pada kesimpulan bahwa semuanya harus bersabar. Dan kalau Gina sudah benar - benar bisa berjalan, kami harus membawanya ke tempat Abah lagi.

Dalam perjalanan pulang dari rumah Abah, terdengar suara Gina di belakang seat-ku, “Aku yakin Abah bisa menyembuhkan kelumpuhanku. Sekarang juga aku mulai bisa menggerak - gerakkan jari kakiku nih.”

“Ohya?!” Merry kaget lalu menoleh ke belakang. Memperhatikan jari kaki kakaknya. Lalu menepuk bahuku, “Betul Yang. Jari kaki Mbak Gina sudah bisa digerak - gerakkan. Padahal tadinya gak bisa… !”

“Syukurlah. Nanti di rumah harus dilatih sedikit demi sedikit. Mudah - mudahan akan terjadi penyembuhan juga sedikit demi sedikit,” sahutku.

Hari mulai malam ketika kami baru mencapai setengah dari perjalanan pulang ke kota kami. Aku pun mulai menguap - nguap, karena barusan keluar dari jalan yang berbatu - batu. Dan kini mulai menginjak jalan aspal yang mulus.

Tampaknya Merry memperhatikanku. Ia pun berkata, “Kalau capek atau ngantuk, istirahat aja di hotel. Besok baru kita lanjutkan lagi,” kata Merry.

“Mungkin iya nih. Harus istirahat dulu. Sebentar lagi kita akan melewati kota yang ada hotelnya,” sahutku.

“Ya udah. Istirahat aja dulu di hotel itu nanti.”

Tak lama kemudian, jeepku sudah melewati batas kota. Lalu mulai memasuki kota yang suasananya selalu nyaman itu.

Tak sulit untuk mencari hotel bintang tiga yang sering kujadikan tempat istirahat itu. Lalu kubelokkan mobilku ke depan pintu lobby. Merry dan Gina bersama kedua perawatnya turun di depan pintu lobby, sementara aku memarkirkan dulu jeepku di areal parkir. Kemudian turun dari mobilku dan melangkah ke arqah front office.

Kebetulan kamar - kamar yang diberikan kepada kami terletak di lantai satu. Sehingga tak sulit membawa - bawa Gina tanpa harus memakai lift segala.

Aku, Merry dan kakaknya memakai satu kamar, sementara kedua perawat itu diberi kamar yang di samping kamar kami. Setelah berada di dalam kamar yang sudah kami booking, Merry berbisik ke dekat telingaku. “Aku tidur sendiri gak apa apa. Yang penting Mbak Gina temenin bobo, ya Sayang.”

Aku mengangguk. Lalu mengganti pakaianku dengan baju dan celana piyama. Lalu naik ke atas bed yang sudah direbahi oleh Gina.

Gina belum tidur. Dia sedang menggemari sesuatu. Menggerak - gerakkan jari kakinya.

Aku pun iseng, merayapkan ujung jariku ke betisnya… ke lututnya… dan merayap terus ke pahanya yang terbuka lewat belahan kimononya. “Terasa?” tanyaku.

“Terasa,” sahut Gina yang sedang duduk dengan menyelonjorkan sepasang kaki putih mulusnya.

Lalu aku iseng lagi. Menggaruk - garuk telapak kakinya.

“Hihihihihiiiii… geli Sam… geliii…! “pekiknya dengan kaki menjauh dari tanganku.

“Haaa?! Sudah bisa menggerakkan kaki Gin?” seruku.

Merry pun melompat turun dari bednya. Ingin ikut menyaksikan perubahan yang telah terjadi itu.

“Iya Sam… aku bisa menggerakkan kakiku lagi… tuh lihat…” ucap Gina sambil menggerak - gerakkan kedua kakinya sambil menelentang.

Merry tampak senang sekali. Lalu mencium pipi kakaknya dengan sikap ceria.

“Sejak awal aku yakin bahwa Gina akan sembuh. Soalnya kedua kakinya tidak mengecil. Kelihatan normal - normal saja kan?”

“Iya. Tadi Abah minta agar Mbak Gina dilatih jalan sedikit - sedikit. Nanti setibanya di rumah, Mbak harus mau dilatih jalan kaki sedikit - sedikit ya,” kata Merry sambil membelai rambut kakaknya.

Sepasang mata bening Gina tampak berkaca - kaca. Lalu berkata lirih, “Semuanya ini berkat kalian berdua. Berkat kasih sayang Merry yang selalu mendukungku dari A sampai Z. Berkat kasih sayang Sam juga, yang telah memberikan petunjuk ke rumah Abah itu.”

“Aku dan Merry memang sayang Gina,” kataku sambil mencium kedua pipi Gina.

Sementara itu Merry ngasih kode. Menyuruhku tidur bersama kakaknya.

Kemudian Merry pindah ke bed satunya lagi. Dan langsung tengkurap di balik selimutnya.

Aku mengerti, kalau Merry memintaku tidur bersama Gina, berarti aku dianjurkan untuk menyetubuhi Gina.

Karena itu aku merebahkan diri di samping Gina, sambil merayapkan tanganku ke balik kimononya. Dan seperti biasanya, kalau mau tidur Gina tak pernah mengenakan beha dan celana dalam. Maka ketika tanganku merayap ke arah selangkangan Gina, jemariku langsung menyentuh memeknya.

Gina melirik padaku sambil tersenyum manis. Manis sekali senyum Gina itu. Sepasang bola mata beningnya pun bergoyang perlahan. dan aku mulai memainkan tanganku untuk mengelus - elus kelentitnya yang sudah kuhafalkan di mana letaknya. Gina pun menggewliat. Dan ketika kuperhatikan dengan seksama, sepasang kakinya ikut bergerak, sesuai dengan irama elusanku di kelentitnya.

Ini membuatku jadi sangat bergairah. Bergairah untuk mempermainkan memek Gina dengan tanganku. Bergairah untuk menjilati memek Gina sampai basah. Dan semakin bergairah ketika kedua kaki Gina bergerak - gerak terus, diiringi oleh desah - desah nafasnya yang terdengar erotis sekali.

Maka pada waktu batang kemaluanku mulai membenam ke dalam liang memek Gina, terjadi sesuatu yang lain dari biasanya. Bahwa sepasang kaki Gina merenggang lebar. Ini pertanda normalnya Gina sekarang…!

Dan kalau Gina sudah benar - benar sembuh, bisa berjalan kaki seperti manusia normal lainnya, ooo… terbayang… bahwa aku sudah memiliki wanita yang tercantik di antara wanita - wanitaku…!

Setelah batang kemaluanku membenam amblas ke dalam liang memeknya, aku berbisik ke telinga si cantik, “Waktu aku mengentotmu… gerakin pantatmu ya Cantik. Hitung - hitung latihan…”

“Iya Sayang… kayak gini ya gerakannya…?” tanya Gina sambil menggoyang - goyang pinggulnya yang membuat penisku serasa dikocok oleh liang memeknya…

“Betul… betul sekali… !” sahutku sambil mulai mengayun penisku laksana gerakan pompa manual.

Gina menyambut keindahan ini dengan pelukan hangatnya di leherku. Dengan ciuman mesranya di bibirku.

Oooo… bahagianya hatiku, karena merasa sedang menyetubuhi wanita muda yang sangat cantik dan normal pula. Padahal tadinya kalau aku menyetubuhi Gina, aku merasa seolah tengah menyetubuhi mayat. Karena kedua kaki Gina hanya tergolek mati. Kalau aku ingin kedua kakinya merenggang, harus aku sendiri yang merenggangkannya.

Tapi kini segalanya terasa hidup. Terasa normal. Betapa bahagianya hatiku ini. Karena merasa telah berhasil dengan usahaku untuk menyembuhkan kelumpuhannya.

Gina pun terasa jadi responsif. Ketika entotanku makin menggila, ia merintih -rintih dengan sepasang kaki yang gedebak - gedebuk, terkadang merenggang lebar, terkadang merapat, terkadang kedua kakinya melingkari pinggangku, sehingga aku bisa membenamkan batang kemaluanku sedalam mungkin… sampai mentok di dasar liang memeknya dan membuat Gina terpejam sambil menahan nafasnya…

Rintihan - rintihan erotisnya pun mulai terdengar mewski perlahan sekali (mungkin takut membangunkan Merry yang tampak sudah tepar di pulau bantal). “Saaam… ooo… oooooh… Saaaam… ini… ini luar biasa… luar biasa enaknya Saaaaaam… entot aku sepuasmu Saaam… enak sekali… ooooh…

Meski sedang asyik mengentot memek Gina, aku masih sempat menjilati telinganya, lalu membisikinya, “Aku juga semakin cinta padamu, Cantik… !”

Dan permainan surgawi ini makin lama makin bergairah. Sehingga keringat kami pun mulai membasahi tubuh kami.

Sampai pada suatu titik… ketika Gina berbisik bahwa ia sudah mau orgasme, aku pun mempercepat entotanku… makin lama makin cepat… sampai di titik puncak ini, ketika Gina terkejang - kejang, aku pun membenamkan batang kemaluanku sedalam mungkin. Tidak menggerakkannya lagi. Pada saat itulah terjadi sesuatu yang berbarengan.

Bahwa ketika liang memek Gina berkedut - kedut kencang, moncong penisku pun menembak - nembakkan pejuhku… crottt… croooooootttttt… croootttt… croooootttt… crooootttt… crottttttt… crooooootttttt… crooooootttt…

Terasa banyak sekali air mani yang termuntahkan dari moncong penisku ini. Maklum sudah berhari - hari aku tidak menyetubuhi siapa pun.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu