3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Bagian 19

Sedikit pun aku tak menduga kalau Pipih ternyata sangat trampil main oral. Mungkin pada waktu masih jadi istri Mang Suta, tiap kali mau main selalu harus dioral dulu. Maklum Mang Suta sudah tua. Harus “berjuang keras” dulu agar penisnya bisa tegang.

Dan kini Pipih memperlihatkan ketrampilannya itu untuk mengoral penisku yang masih lemas. Sementara itu Pupu sedang berada di kamar mandi. Mungkin sedang mencuci memeknya, mungkin juga sedang mandi untuk membersihkan keringatnya yang banyak sekali tadi.

Cukup lama Pipih menyelomoti penisku, sambil mengurut - urut bagian yang tidak terkulum olehnya. Cukup lama juga Pupu berada di kamar mandi. Dan ketika muncul kembali, kulihat memek Pupu jadi bersih sekali. Jembutnya yang masiuh pendek itu pun sudah hilang. Berarti Pupu mencukur jembutnya juga di kamar mandi tadi.

Ketika Pupu naik lagi ke atas bed dalam keadaan masih telanjang bulat, kutarik tangannya dan kuberitahu agar dia berlutut karena aku ingin menjilati memeknya dalam posisi facesitting.

Awalnya Pupu agak bingung. Tapi setelah kujelaskan secara detail, akhirnya dia mengerti.

Pupu meletakkan kedua lututnya di kanan kiri leherku. Sementara kemaluannya berada persis di atas mulutku. Lalu ia menurunkan memeknya yang sudah bersih dari jemboot itu, sampai menyentuh mulutku.

Sambil memegang kedua pangkal paha Pupu, bibir dan lidahku pun mulai beraksi. Untuk menjilati memek yang sudah plontos itu.

Sementara Pipih tetap asyik menyelomoti penisku yang mulai menegang ini. Bahkan akhirnya senjata kejantananku ini sudah benar - benar siap tempur. Dan Pipih menyadari hal itu. Karena berikutnya kurasakan Pipih sedang berusaha memasukkan penisku ke dalam memeknya.

Aku tak dapat melihat apa yang sedang dilakukan oleh Pipih, karena terhalang oleh bokong Pupu yang memeknya sedang kujilati.

Yang aku tahu, pada suatu saat kurasakan batang kemaluanku sudah berada di dalam liang hangat dan licin, liang yang mulai bergerak - gerak naik turun, mengocok penis ngacengku.

Ooo… betapa indahnya segala yang tengah kualami ini. Bahwa ketika aku semakin asyik menjilati memek Pupu, batang zakarku pun sedang dibesot - besot oleh liang memek Pipih…!

Maka waktu aku masih menjilati memek Pupu, mataku pun merem melek akibat sedapnya besotan - besotan memek Pipih ini…!

Pipih pun mulai berdesah - desah ketika pergerakan memeknya mulai dipercepat, naik turun dengan gencarnya. “Aaaaah… Baaaang… aaaa… aaaaah… aaaaaaaaahhhhh… Baaaang… Baaaang… aaaaah… aaaaah… aaaah…”

Desahan Pipih itu pun mulai diiringi oleh rintihan - rintihan erotis Pupu yang mulai keenakan memeknya kujilati sambil “mengocek - ngocek” kelentitnya. “Baaaaang… oooo… ooooohhhh… Baaaang… Baaaaang… ooooooh… Baaaang…”

Hal ini berlanbgsung dalam waktu yang lumayan lama. Lebih dari seperempat jam. Sampai akhirnya Pipih mengerang dan ambruk sendiri. Pasti Pipih sudah orgasme. Karena dalam posisi WOT memang memungkinkan pihak perempuan akan lebih cepat orgasme.

Setelah melepaskan batang kemaluanku dari liang memeknya, Pipih pun turun dari bed. Lalu melangkah menuju kamar mandi.

Sementara itu Pupu sudah menelentang kembali, karena merasa liang memeknya sudah sangat basah dan siap diterobos oleh batang kemaluanku.

“Bang Sam kuat banget sih… dikeroyok sama dua orang juga malah Bang Sam yang menang,” ucap Pupu ketika aku sudah meletakkan moncong penisku di mulut memek Pupu yang sudah menganga itu.

Dengan agak mudah penisku membenam ke dalam liang memek Pupu… Blesssssss…!

“Ooooooh… kontol Abang luar biasa panjang gedenya… “desis Pupu sambil merangkul kedua bahuku, “Kalau bisa hamili aku ya Bang… aku ingin punya anak dari Bang Sam. Biar kalau cowok, anaknya ganteng seperti Bang Sam. Biar nurun kaya juga seperti ayahnya.”

Aku tidak terkejut mendengar keinginan Pupu itu. Karena perempuan lain pun banyak yang bicara senada seperti ucapan Pupu. Bahkan Mamie pun begitu senangnya setelah aku berhasil menghamilinya, sehingga beliau menghadiahi hotel yang sekarang sudah diperbesar dan dinaikkan levelnya itu.

“Kalau mau hamil, harus disetubuhi pada masa subur,” sahutku.

“Masa subur itu kapan Bang?”

“Sepuluh hari sampoai tujuhbelas hari setelah mens. Nanti deh akan kuuraikan lebih jelas lagi,” sahutku sambil mulai mengayun penisku perlahan - lahan dulu… dan dengan mudah aku bisa mengentotnya langsung dalam kecepatan normal, karena liang memek Pupu sudah sangat basah dan licin.

Pupu pun mulai merengek - rengek manja dan erotis lagi, “Bang… ooooh… kenapa kontol Abang kok enak gini sih rasanya? Ini… membuatku serasa melayang - layang saking enaknya. Oooooh… Baaaaang… Baaaang… oooooohhhhhhh… Baaaaaaang… enak Baaaang… entot terus Baaaang… oooooohhhhh…

Seperti biasa, aku selalu “melengkapi” aksiku, bukan hanya mengentot liang memek pasangan seksualku. Aku pun menjilati leher Pupu disertai gigitan - gigitan lembut, sehingga Pupu semakin merem melek dan semakin keras meremas - remas sepasang bahuku. Terlebih setelah aku mengemut pentil toket kirinya disertai dengan sedotan - sedotan kuat, seolah bayi yang sedang menetek ke buah dada ibunya.

“Baaaang… oooohhhh… Baaaang… ini luar biasa nikmatnya Baaaang… entot terus Baaaang… oooooh… luar biasa enaknya Baaaang… oooohhh… ooooooooohhhhhhh… Baaaang… !”

Tak lama kemjudian Pipih pun muncul lagi dari kamar mandi. Lalu naik ke atas bed dan rebah celentang di samping kakaknya.

Meskki tengah asyik mengentot Pupu, namun tangan kananku bisa mencapai kemaluan Pipih yang tak jauh letaknya. Bahkan aku menyelusupkan jariku ke dalam liang memeknya yang baru dibersihkan di kamar mandi.

Perhatianku jadi terbelah dua sekarang. Bahwa ketika penisku makin gencar mengentot liang memek Pupu, jari tangan kananku pun asyik menirukan gerakan entotan di liang memek Pipih. Hmm… rasanya lengkap kenikmatan yang kurasakan saat ini. Seolah sedang ditemani dua bidadari kampung yang tidak kampungan.

Namun Pipih tak sekadar menelentang dan membiarkan memeknya disodok - sodok oleh jari tengahku. Pipih pun bisa bangkit untuk mendekatkan bibirnya ke bibirku. Lalu kami berciuman dengan hangatnya. Dan setelah ciuman itu tewrlepas, aku menggilir Pupu untuk kuciumi bibirnya dengan hangatnya. Sementara Pipih bergerak ke belakangku.

Bahkan lalu kurasakan Pipih mulai menjilati pelerku dengan lahapnya, membuat kenikmatan ini semakin lengkap lagi.

Setelah Pupu berkelojotan lalu terkejang - kejang di p[uncak orgasmenya, aku pun siap -siap untuk pindah ke memek Pipih. Dan berniat untuk ngecrot di dalam memek Pipih, supaya adil. Karena tadi aku ngecrot di dalam liang memek Pupu.

Sesaat kemudian, ketika Pupu sudah tergeletak lemas, kucabut penisku dari liang memeknya. Kemudian merayap ke atas perut Pipih.

Lagi - lagi kudengar kalimat yang senada seperti yang diucapkan oleh Pupu tadi. “Bang… hamili aku ya Bang… aku ingin merasakan jadi seorang ibu… apalagi ibu dari anak yang berasal dari benih Abang…” kata Pipih dengan sorot memohon.

“Ya,” sahutku, “Mudah - mudahan aku bisa menghamili kalian berdua. Biar adil.”

“Hihihihi… kebayang perutku dan perut Pupu sama - sama buncit nanti. Pasti lucu ya Bang.”

“Iya,” sahutku yang sudah berhasil membenamkan penisku ke dalam liang memek Pipih, lebih dari separohnya.

Pipih pun tak bicara serius lagi, karena aku sudah mulai mengentot memeknya sambil mencium bibirnya.

Sebenarnya aku masih punya power untuk ngecdrot dua atau tiga kali lagi sekali pun. Tapi aku ingat bahwa besok aku harus ke Jakarta, untuk mewakili Merry berunding dengan seorang investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia.

Karena itu, aku akan berusaha ngecrot di dalam memek Pipih, kemudian pulang ke hotelku dengan taksi lagi.

Namun pada waktu aku sedang menyetubuhi Pipih ini, penisku tetap saja “kebal” dan tiada gejala - gejala mau ngecrot. Padahal Pipih sudah orgasme lagi. Sementara Pupu masih terkapar celentang telanjang.

Setelah Pipih orgasme dua kali aku pun pindah ke atas perut kakaknya lagi.

Dan setelah mengentot Pupu lebih dari setengah jam, barulah aku bisa ngecrot… crot… crooooootttt…!

Sejam kemudian aku ngobrol dengan Pupu dan Pipih di ruang tamu yang ukurannya tidak seberapa besar.

“Jadi sekarang toko itu harus dikelola oleh kalian berdua ya. Pipih nggak keberatan kan kalau Pupu ikut mendapatkan hak yang sama dengan Pipih?” tanyaku kepada Pipih yang duduk di sebelah kananku.

“Ya nggak keberatan lah Bang. Aku dan Pupu ini kan sudah sejiwa sejak dahulu,” sahut Pipih.

“Baguslah kalau begitu. Besok aku mau ke Jakarta. Sepulangnya dari Jakarta, toko itu akan kutambah modalnya, supaya barang - barang mahal p[un bisa dijual di sini. Terus bikin buku pengeluaran dan pemasukan. Kalau ada lebihnya, berarti itu keuntungan kita.”

“Iya Bang. Buku pengeluaran dan pemasukan sih sudah ada dan mulai diisi tiap hari,” sahut Pipih.

“Baguslah. Mmm… nanti setengah dari keuntungan yang didapat, adalah hak kalian berdua. Yang setengahnya simpan saja di bank, untuk mengembangkan ruko ini nanti. Siapa tau lantai dua juga bisa dijadikan toko juga.”

“Iya Bang,” sahut Pupu, “Mungkin lantai dua cocok untuk dijadikan toko belah pecah dan perabotan rumah lainnya.”

“Iya, “aku mengangguk, “Nanti kupikirkan dulu ya. Sekarang aku mau pulang dulu, karena besok pagi harus berangkat ke Jakarta.”

Kemudian kucium bibir Pupu dan Pipih secara bergantian. Lalu turun ke lantai dasar, diiringi kedua bidadari kampung yang tidak kampungan itu.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu