3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Bagian 28

Untuk yang kesekian kalinya aku mendapatkan sosok yang luar biasa.

Ya, setelah kuperhatikan dengan seksama Halina itu cantik sekaligus manis, terutama kalau sedang tersenyum atau tertawa dengan lesung pipitnya itu… dengan dua baris gigi yang rapi dan putih bersih itu.

Tubuhnya pun sangat seksi di mataku. Halina memiliki pinggang yang ramping, namun sepasang gunung kembarnya hampir seukuran dengan toket Mama Ken.

Bokongnya pun menyaingi bokong semok Mama Ken…!

Sehingga aku bertanya pada diriku sendiri. Gadis bule secantik dan seseksi Halina ini siap dijadikan istri olehku yang baru dikenalnya sehari saja? Dijadikan istri ketiga pula, bukan istri tunggal atau pun istri pertama. Siap pula meninggalkan keyakinannya yang dianut sejak kecil, untuk melebur ke dalam agamaku.

Di kamar mandi hotel five star ini aku mulai menyabuni punggung Halina dengan sangat telaten. Seolah-olah sedang memandikan permaisuri raja. Bukan hanya punggung. Bokong gedenya pun mulai kusabuni. Begitu juga paha dan betisnya tak luput dari gosokan telapak tanganku yang berbusa-busa ini.

Kemudian kusabuni bagian depannya juga. Halina diam saja, cuma menatapku sambil tersenyum-senyum. Setelah menyabuni sepasang toket gedenya, tanganku turun ke perutnya, ketiaknya dan lalu “kerasan” berputar-putar di antara selangkangan dan… memek tembemnya…!

“Ini untuk pertama kalinya kemaluanku disentuh tangan cowok,” kata Halina ketika aku masih senang mengelus-eluskan air sabun ke memek tembemnya ini.

Sampai pada suatu saat, Halina merebut botol sabun shower dari tanganku, “Sudah dong. Sekarang giliran aku yang menyabunimu, “katanya sambil menuangkan sabun cair itu ke telapak tangannya. Lalu ia menyabuni punggungku, pantatku dan kakiku dari ujung jari sampai ke pangkal pahaku. Sementara aku mulai memutar kran shower ke spot merah.

Halina mematikan lagi semprotan air hangat shower itu, karena mau menyabuni bagian depan tubuhku. Mulai dari dada, leher dan ketiakku. Lalu turun ke perutku. Dan tiba di batang kemaluanku yang sudah mulai agak ngaceng ini.

Halina memegang batang kemaluanku sambil ketawa kecil, “Hihihihi…! Like an elephant’s trunk… !”

(seperti belalai gajah)

Aku cuma ketawa kecil. Sementara penisku makin lama makin tegang, karena terus-terusan dipegang dan disabuni oleh Halina.

Akhirnya kuputar lagi kran shower. Untuk membilas air sabun di tubuh kami.

Setelah tubuh kami bersih, shower utama tetap kubiarkan memancarkan air hangatnya. Karena aku sudah memeluk leher Halina. Lalu mendekatkan bibirku ke bibirnya. Halina pun menyambutku dengan pagutan mesranya. Lalu kami saling lumat, dengan pelukan hangatku di lehernya, sementara Halina mendekap pinggangku.

Inilah untuk pertama kalinya aku mencium bibir Halina…!

Cukup lama kami saling lumat dengan tubuh sama-sama basah. Sampai akhirnya kami menghanduki tubuh kami masing-masing. Dan kembali ke bedroom dalam keadaan masih sama-sama telanjang.

Aku mengambil kesempatan ini untuk mengeksekusi Halina sekarang juga. Mumpung tubuh kami masih sama-sama telanjang.

Lalu kugumuli Halina di atas bed. Dengan nafsu yang semakin bergejolak di dalam jiwaku. Halina pun menyambut pergumulan ini. Terkadang aku berada di atas, namun di saat lain Halina yang menghimpitku sambil menciumi pipi dan bibirku.

Ketika nafsuku semakin menjadi-jadi, kucelentangkan tubuh Halina. Lalu kucelucupi puting payudaranya yang terasa sudah menegang ini. Lalu kujilati pusar perutnya. Membuatnya menggeliat-geliat, mungkin karena merasa geli. Dan akhirnya wajahku berhadapan dengan kemaluannya yang tembem dan tertutup rapat sehingga bentuknya cuma seperti garis lurus dari atas ke bawah.

Ketika kedua tanganku mengangakan memeknya, sepasang paha Halina pun merenggang spontan. Lalu tampaklah sesuatu yang teramat merangsang di mataku. Bagian dalam vagina Halina yang berwarna pink itu sudah kelihatan dengan jelas di mataku. Mulutku pun langsung menghambur ke bagian yang berwarna pink itu.

Rintihannya pun mulai terdengar perlahan, “Saaaam… oooooh… Saaaam… uuuuh… Saaaammmm… Saaaaam… oooooohhhhhh…”

Namun aku tak sekadar menjilatinya saja. Diam-diam aku terus-terus memperhatikan celah kecil menuju liang sanggamanya itu. Dan feelingku berkata bahwa dia benar-benar masih perawan. Karena aku sering memperhatikan foto-foto virgin pussy

(memek perawan) yang kudapat dari internet. Sehingga aku bisa mengambil kesimpulan, bahwa Halina memang masih perawan.

Sekarang “tugasku” adalah membuat liang kemaluannya basah sebasah-basahnya. Agar nanti penisku dipermudah untuk melakukan penetrasi.

Karena itu aku tak cukup dengan menjilati bagian yang berwarna pink itu saja. Maka aku pun mulai mencari-cari kelentitnya yang agak tersembunyi di balik selubungnya. Akhirnya bagian terpeka di kemaluan perempuan itu kutemukan. Hanya sebesar kacang kedelai, puncaknya mulai kumunculkan dan langsung kujilati secara intensif.

Halina pun mulai klepek-klepek dibuatnya. “Aaaa… aaaaah… Saaaam… that’s my clit… very sensitive Sam… aaa… aaaaah… Saaaam… Saaaam… aaaah… !” rintihnya dengan nafas terengah-engah.

Sambil menjilati kelentit Halina, diam-diam kualirkan terus air liurku ke dalam celah kemaluannya.

Sampai akhirnyaaku merasa sudah tiba saatnya untuk penetrasi. Maka kudorong lipatan kedua lutut bagian bawahnya, sehingga lututnya berada di kanan kiri toketnya. Sambil berlutut kutahan kedua pahanya agar jangan terjatuh ke depan lagi, lalu kuletakkan moncoing penisku di mulut kemaluan Halina.

Dan kudorong penisku sekuat tenaga… mmmmmhhhhh… membenam sampai lehernya. Kudorong lagi sambil tetap menjaga agar kedua lututnya tetap berada di kanan kiri sepasang toketnya.

Yaaaaa… dengan susah payah akhirnya penisku membenam lebih dari separuhnya. Lalu aku mulai mengentotnya perlahan-lahan sampai terlihat ada garis-garis darah di penisku. Itulah salah satu bukti bahwa Halina benar-benar masih perawan sebelum penisku menembus hymennya

(selaput dara).

Setelah melihat bukti nyata itu, kulepaskan penahanan lutut Halina. Sehingga kedua kaki Halina terhempas di atas kasur bertilamkan seprai putih bersih itu.

Aku pun mengubah posisiku. Kuhempaskan dadaku ke atas dada Halina. Tidak berlutut lagi, karena sudah menyaksikan sesuatu yang ingin kubuktikan tadi.

“Inna… kamu benar-benar masih virgin. Aku akan mencintaimu di seumur hidupku, My Love…” kataku dengan perasaan terharu sekali. Karena di negaraku sendiri banyak cewek yang baru 14-15 tahunan sudah pada bolong. Sementara cewek bule ini, usianya sudah di atas 20 tahun, lahir dan besar di Eropa pula, namun ternyata masih perawan sebelum penisku menembus hymennya tadi.

“Aku bahkan sudah mencintaimu sejak pertama kali bertemu di rumah Aleksandra… dan sekarang, cintaku makin mendalam, Sam…”

Sebagai jawaban, kucium bibir Halina dengan mesra sekali. Lalu penisku pun mulai beraksi. Bergerak-gerak maju-mundur di dalam liang sempit tapi hangat dan sudah terlicinkan ini.

“Aku… bahagia sekali bisa memilikimu, Sweetheart…” ucapku pada saat entotanku masih perlahan-lahan.

Halina menatapku dengan senyum manis. Lalu berkata perlahan, “I hope you will be my protector that I love so much.”

(Kuharap kamu akan menjadi pelindungku yang sangat kucintai).

Sebagai jawaban, kucium lagi bibir cewek bule itu. Lalu entotanku mulai kupercepat sampai batas normal dan berirama. Maju-mundur-maju-mundur… cantik… cantik…!

Maju-mundur-maju-mundur… cantiiik… cantiiik…!

Kemudian… entah berapa puluh kali dia menyebut-nyebut namaku di antara desahan-desahan seksinya itu. “Aaaah… Saaam… aaaaah… aaaah… Saaaaaam… Saaam… Saam… aaaahhhhh… Saaaam… aaaah… !”

Rintihan seksinya baru terhenti kalau aku sudah menyumpal mulutnya dengan ciumanku di bibirnya, lalu menyedot-nyedot lidahnya yang kupancing agar terjulur.

Badannya pun sudah mulai keringatan. Bahkan wajah dan lehernya sudah mulai membasah oleh keringatnya. Tapi hal itu pun tampak semakin seksi di mataku. Sehingga aku pun tak ragu lagi untuk menjilati pipi, telinga dan lehernya. Hal ini membuatnya semakin terlena… matanya pun semakin merem melek. Terkadang ia menatapku dengan sorot pasrah.

Tubuh seksinya pun menggeliat-geliat terus. Bahkan pada suatu saat ia mulai berkelojot-kelojot. Lalu mengejang tegang… hmmm… indikator akan orgasme.

Aku pun tidak mau menyiksanya. Karena ia masih sangat pemula dalam soal seks. Maka kupercepat entotanku… kugenjot liang kemaluannya dengan massive… sampai akhirnya kurasakan gerakan-gerakan reflek yang erotis sekali di liang kewanitaannya. Pada saat itulah aku membenamkan batang kemaluanku sedalam mungkin.

Batang kemaluanku mengejut-ngejut pada saat Halina sedang terkejang-kejang sambil memelukku. Dan… berlompatanlah sperma dari moncong penisku… crottt… croootttt… crooottttt… crooootttt… crooootttt… croooottttttttt… crotttt…!

Kemudian kami sama-sama terkapar dalam kepuasan.

“Kamu benar-benar masih virgin tadi. Dan sekarang kamu sudah menjadi milikku. Tinggal menunggu saatnya saja untuk maju ke pernikahan.”

“Iya… aku percaya. Sam takkan ingkar janji.”

“Kenapa kamu bisa langsung percaya padaku?” tanyaku sambil mencabut penisku dari liang memeknya.

“Aku sudah membuktikannya pada Aleksandra. Dia sudah nyaman hidupnya, berkat kebaikan budimu.”

Aku merebahkan diri di samping Halina.

“Setelah kita menikah, apakah kamu mau tinggal di rumah Aleksandra kelak?” tanyaku.

“Tidak. Aku ingin punya rumah sendiri. Main ke rumah Aleksandra tiap hari juga gak apa-apa. Tapi aku harus punya rumah sendiri,” jawab Halina.

Lalu Halina melanjutkan, “Gajiku semasa jadi volunteer selama tiga tahun, kutabunk di sebuah bank internasional. Aku juga punya safe deposit box di bank itu. Isinya pasti jauh lebih besar daripada harga sebuah rumah berikut sebuah mobil pribadi.”

“Safe deposit itu berisi surat berharga?” tanyaku.

“Bukan. Mendiang Papa pernah bertugas di Afrika Selatan. Pada waktu pulang dari sana, Papa membawa ratusan butir berlian yang tak ternilai harganya. Setelah meninggal, ternyata Papa meninggalkan surat wasiat. Di dalam surat wasiat itu, saudara-saudaraku mendapatkan bagian tanah, peternakan, rumah-rumah yang sangat mahal nilainya.

“Terus?”

“Sebelum ditugaskan di Indonesia, aku dengar-dengar bahwa berlian Afrika Selatan itu sangat mahal harganya di sini, jauh lebih mahal daripada di negaraku. Karena itu diam-diam kubawa berlian peninggalan Papa itu. Dengan maksud, kalau tugasku sudah selesai, aku akan menjual berlian-berlian itu di sini.

“Untung berlian-berlian itu tidak terpantau oleh bea cukai di bandara ya?”

“Memangnya kalau ketahuan kenapa? Berlian-berlian itu bukan dapat mencuri kok. Sertifikatnya juga lengkap.”

“Tapi kalau ketahuan, pasti kena pajak yang sangat besar nominalnya.”

“Oh, iya… iya. Tapi saat itu rombongan kami datang dengan membawa bendera UNO. Jadi pemeriksaan di bandara tidak terlalu bertele-tele. Makanya warisan dari Papa itu tidak ketahuan.”

“Terus rencananya berlian-berlian itu mau dijual di Indonesia?”

“Iya. Tapi tentu aku harus minta bantuan Sam untuk menjualkannya.”

“Kalau terlalu banyak berliannya, lebih baik jangan dijual semuanya sekaligus. Step by step aja.”

“Itu sih terserah Sam. Karena Sam akan menjadi suamiku kan? Makanya aku akan mempercayakan harta warisan itu kepada Sam.”

“Baiklah. Aku akan mengelola setiap harta yang kamu titipkan padaku kelak, supaya berkembang secara positif seperti harta Aleksandra. Lalu apakah kamu punya cita-cita untuk punya bisnis seperti Aleksandra?”

“Iya. Tapi cita-citaku tidak muluk-muluk. Aku hanya ingin punya usaha kuliner.”

”Ingin menbuka restoran?”

“Iya.”

“Dengan jenis masakan khas bangsamu?”

“Jangan. Aku ingin menghidangkan masakan tradisional Indonesia. Supaya aku bisa ikut menikmati lezatnya makanan Indonesia asli. Tentu juru masaknya harus orang sini. Sam bisa mencarikannya untukku kan?”

“Mudah itu sih. Tinggal pasang iklan di surat kabar. Nanti pasti banyak yang melamar untuk dijadikan chef, waiter dan sebagainya.”

“Iya… aku percayakan semuanya itu kepadamu,” sahutnya dengan senyum manis berhiaskan lesung pipitnya lagi, “Aaah… aku harus mandi lagi Sam. Badanku penuh keringat gini.”

Lalu Halina turun dari bed. Membuat pandanganku tertumbuk ke kain seprai putih yang terciprati darah perawan Halina itu.

Maka ketika Halina sedang berada di kamar mandi, kutarik dan kugulung kain seprai itu. Kemudian gulungan kain seprai itu kulemparkan ke sudut kamar. Dan kutelepon nomor room service: “Hallo… bisa ganti kain seprai?”

“Baik. DI kamar nomor berapa Boss?”

“Lima-sepuluh.”

“Siap. Kami akan segera mengganti kain seprainya Boss. Ada lagi yang bisa kami bantu?”

“Cukup. Itu saja.”

Kemudian kukenakan pakaian, sambil menunggu karyawan hotel datang…

Setelah kain seprai itu diganti dengan yang baru, kuberikan uang tip kepada karyawan hotel itu. Setelah mengucapkan terima kasih. dia pun berlalu.

Aku pun melangkah ke dalam kamar mandi. Menyaksikan Halina yang sedang telanjang di bawah semburan air hangat shower.

Aku pun menelanjangi diriku sendiri. Lalu mendekap Halina dari belakang. Sambil berkata, “Kamu ini gadis yang lengkap bagiku.”

“Lengkap?”

“Iya. Wajahmu cantik, senyummu manis, tubuhmu seksi pula. Makanya aku bahagia sekali sudah merasa memilikimu, Sweety…”

“Aku juga bahagia sekali Sam. Karena di negara yang sangat jauh dari tempat asalku, ternyata aku mendapatkan seorang lelaki yang siap untuk melindungiku dan sangat kucintai…”

Lalu kami pun sama-sama mandi. Saling menyabuni lagi seperti tadi. Dengan perasaan sudah saling memiliki.

Di dalam hati, aku bertekad untuk memanjakan Halina. Dan tak boleh menyakitinya seujung jari pun…!

Halina layak kumanjakan. Karena sepintas pun kelihatan bahwa dia itu sangat menurut pada apa pun yang kuinginkan. Sementara talentanya masih akan kugali kelak…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu