3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

**Bagian 10

Aku tidak tahu apakah aku ini tergolong playboy, don juan, adventurer atau apa pun namanya itu, entahlah.

Yang jelas, setiap melihat perempuan yang menarik hatiku, selalu saja rasa penasaranku muncul. Membuatku bertanya - tanya, seperti apa bentuk memek perempuan itu ya?

Apalagi kalau melihat perempuan setengah baya, pikiran ngeresku langsung timbul di dalam benakku. Apakah memek wanita setengah baya itu masih enak memeknya nggak ya?

Ada orang yang pernah bilang, rasa memek kan begitu - begitu juga.

Omong kosong. Buatku tidak seperti itu. Rasa memek si A dengan si B pasti beda rasa dan kesannya. Mungkin cuma orang “kurang piknik” yang melontarkan kata - kata bahwa memek siapa pun rasanya sama saja.

Buatku, rasa memek itu berbeda - beda. Kesan yang tertinggal di hatiku juga berbeda - beda.

Di luar masalah itu semua, sepertinya aku sedang didekatkan dengan keluarga besar ibu kandungku almarhumah. Karena pada suatu hari handphoneku berdering - dering. Meski nomornya tidak dikenal, kuterima juga call itu, siapa tahu dari klien bisnisku.

Lalu :

“Hallo… ada yang bisa kami bantu?”

“Ini Sam kan?” tanya dari ujung sana, suara seorang wanita.

“Betul. Dengan siapa ya ini?”

“Dari tantemu Sam. Ini Kinanti adik langsung ibumu.”

Aku terhenyak. Memang dalam daftar sirsilah keluarga besar ibuku almarhumah, adik pertama yang lahir 2 tahun setelah ibu almarhumah adalah Tante Kinanti. Kalau sekarang ibuku masih ada, beliau akan berusia 45 tahun. Karena beliau melahirkanku di usia 20 tahun, melahirkan Yoga di usia 21 tahun. Berarti sekarang Tante Kinanti berusia sekitar 43 tahunan.

“Tante Kinanti? Apa kabar Tan? Sehat - sehat aja kan?”

“Alhamdulillah, sehat Sam. Tante ada yang perlu dibicarakan nih. Bisa Sam meluangkan waktu ke rumah tante?”

“Kalau nggak salah Tante berdomisili di Cirebon kan?”

“Betul. Bisa kan Sam main ke rumah tante? Nanti alamat rumahnya akan tante smskan.”

Aku terdiam. Soalnya jadwal bisnisku padat sekali bulan ini. Lagian jalan menuju Cirebon sering macet. Terkadang butuh waktu 10 jam untuk mencapai kota udang itu.

“Gimana Sam? Bisa datang ke Cirebon? Atau tante yang harus datang ke sana?”

“Dalam sebulan ini aku sibuk sekali Tan. Paling juga malam hari senggangnya.”

“Ya udah, kalau gitu tante aja yang datang ke hotelmu ya.”

“Nah… itu lebih baik. Tapi telepon dulu, supaya aku standby di hotel, Tante.”

“Kalau begitu besok aja tante ke hotelmu ya.”

“Kira - kira jam berapa Tante mau datang?”

“Berangkat dari Cirebon selepas dzuhur. Jadi tiba di hotelmu pasti sore menjelang malam gitu.”

“Iya. Walau pun tengah malam akan kutunggu deh Tan.”

Lalu aku tenggelam dalam kesibukan lagi. Memantau pembangunan supermarket baru di atas tanah yang kubeli dari mantan dosenku yang biasa kusebut Bu Emi itu.

Pembangunan supermarket itu menggunakan uang dollar Halina yang masih utuh dan tersimpan di safe deposit box bank internasional di Jakarta itu. Kalau supermarket itu sudah jadi, pasti jauh lebih besar daripada supermarket punya Frida, karena modalnya pun jauh lebih banyak modal Halina.

Sebenarnya setelah punya Anna Samyanna (anakku dari Halina), Halina lebih suka jadi ibu rumah tangga saja. Karena sejak Anna lahir, Halina kelihatan bahagia sekali.

Maka dollar simpanannya di safe deposit box hasil penjualan berlian - berlian Afrika Selatan itu pun diserahkan semuanya padaku.

“Sam kan sudah menjadi suamiku. Sudah menjadi ayah kandung Anna. Jadi uang itu mau diapakan, terserah Sam aja,” kata Halina saat itu.

Dan aku tak mau memikirkan jalan bisnis yang terlalu ribet. Karena itu akhirnya kupjutuskan, duit Halina itu kujadikan modal untuk membangun supermarket sekaligus modal untuk barang - barang yang akan dijual di supermarket itu kelak.

Tapi semua itu hanya hitungan belaka. Karena sebenarnya dollar punya Halina itu masih utuh. Hanya tempatnya yang pindah. Dari bank internasional di Jakarta ke safe deposit box bank di kotaku. Jadi kalau aku membutuhkannya, tak usah jauh - jauh mengambilnya ke Jakarta.

Modal untuk pembangunan supermarket dan modal untuk barang dagangannya kelak, kugunakan dana pemberian Merry dahulu, yang masih baru terpakai “sedikit” olehku.

Esok harinya, setelah makan siang di rumah makan langgananku bersama teman - teman lama, aku pun langsung merapat ke hotelku. Bukan mau kerja, melainkan mau tidur, karena tadi malam aku hanya tidur 3 jam.

Jam 5 sore aku baru bangun dan langsung mandi sebersih mungkin. Sehingga tubuhku jadi terasa segar kembali.

Setelah mandi dan mengenakan pakaian casual, celana denim dan baju katun yang sama - sama berwarna coklat muda, aku pun membuka laptopku. Dengan hanya mengenakan sandal kulit. Karena terasa meletihkan juga kalau pakai sepatu terus - menerus.

Namun waktu sedang mencari - cari file di laptopku, tiba - tiba interphone berdering. kupijat tombol speaker dan terdengar suara operator telepon, “Selamat sore Boss. Ini ada tamu dari Cirebon yang mau bertemu dengan Boss.”

“Iya,” sahutku, “antarkan aja ke ruang kerjaku.”

Tak lama kemudian, seorang wanita setengah baya, mengenakan gaun oioninos boho panjang berwarna hitam dengan bintik - bintik putih, dengan leher V memamerkan pertemuan dua bukit kembarnya. Dengan belahan tinggi di sebelah kirinya, sehingga waktu melangkah maka paha putih mulusnya pun terpamerkan.

Aku terlongong dibuatnya. Adik ibu kandungku itu… luar biasa cantik dan seksinya…!

Lalu kusambut dengan mencium tangannya, lalu cipika cipiki dengannya. Nah… pada waktu cipika cipiki ini aku memeluknya terlalu erat, mungkin.

“Tante mengenakan gaun ini dari Cirebon tadi?” tanyaku.

“Nggak. Dari Cirebon tadi tante mengenakan celana jeans. Gaun ini baru kukenakan di toilet mall. Karena pangkalan mobil travelnya di mall. Emangnya kenapa?” Tante Kinanti balik bertanya.

“Kalau dari Cirebon pakai gaun ini, pasti di jalan banyak yang godain Tante,” sahutku sambil menggenggam tangan tanteku, “Soalnya Tante bukan hanya cantik tapi juga seksi abis.”

“Mmm… bisa aja kamu bikin tante tersanjung,” ucap Tante Kinanti sambil mencolek pipiku.

“Aku serius Tante. Kelihatannya Tante jauh lebih muda dari usia sebenarnya,” ucapku sambil menuntun Tante Kinanti untuk duduk di ruang tamu yang sudah direnovasi jadi lumayan mewah.

“Tante udah empatpuluhtiga tahun Sam,” kata Tante Kinanti setelah duduk di sofa, berdampingan denganku.

Ketiga tante dari pihak ibuku, semuanya membahasakan dirinya “aku”. Baru Tante Kinanti inilah yang membahasakan “tante” untuk dirinya. Mungkin karena Tante Kinanti ini merasa adik langsung dari ibuku almarhumah. Tidak seperti Tante Rahmi, Tante Inon dan Tante Isye, yang terhalang beberapa saudara dari ibuku almarhumah.

“Iya,” sahutku, “Usia Tante hanya beda dua tahun dengan almarhumah ibu kan?”

“Betul. Kan di daftar sirsilah keluarga kita, hal itu dicantumkan secara lengkap. Ohya… nanti tante tidur di mana ya? Masih ada kamar kosong?”

“Kamar sudah terisi semua. Nanti Tante tidur di kamar pribadiku aja. Yok Tante lihat kamarku…” sahutku sambil berdiri sambil memegang tangan Tante Kinanti. Dan mengajaknya masuk ke bedroom pribadiku.

Begitu masuk ke bedroom pribadiku, Tante Kinanti terbelalak, “wow! Kamar pribadimu luar biasa mewahnya Sam. Ini sih lebih mewah daripada kamar hotel bintang lima… !”

“Iya. Wanita secantik Tante gak boleh ditempatkan di sembarangan kamar. Makanya Tante harus tidur di kamar pribadiku ini.”

“Sam sendiri nanti tidur di sini?”

“Iya Tante. Bednya kan cukup lebar tuh. Dipakai tidur sama empat orang juga muat.”

“Tapi kalau tidur sama Sam, tante takut…”

“Takut apa?”

“Takut digoda setan. Soalnya tante ini janda lho.”

“Ohya?! Sudah berapa lama Tante menjanda?”

“Sudah tiga tahun.”

“Suami Tante meninggal?”

“Masih hidup. Tante diceraikan, karena… aaah… panjang ceritanya. Pokoknya dia ingin punya anak kandung. Sementara tante belum hamil - hamil juga. Padahal tante sudah mengadopsi anak, agar keinginan mantan terlupakan. Tapi… begitulah. Dia kawin lagi. Dan tante gak mau dimadu. Makanya kami bercerai.

“Ooo… begitu ya ceritanya…” ucapku sambil mengajak Tante Kinanti duduk di sofa putih di dalam bedroom pribadiku. “Terus anak yang diadopsi itu diambil sama siapa?”

“Ada sama tante. Justru masalah anak itu yang tante ingin minta tolong sama Sam.”

“Emangnya kenapa dia?”

“Dia sudah D3 akuntansi. Tapi sampai sekarang masih nganggur.”

“Bisa ditempatkan di hotel ini, Tante.”

“Justru itu… dia gak mau kerja di hotel. Apakah Sam bisa menempatkannya di perusahaan yang bukan hotel? Kata Inon, Sam sekarang banyak usahanya.”

“Mmm… anaknya cowok apa cewek?”

“Cewek.”

“Kalau dijadikan kasir di supermarket, dia mau gak?”

“Mau! Pasti mau! Dia memang sudah lama bercita - cita ingin jadi kasir supermarket.”

“Tapi supermarketnya masih dibangun. Mungkin dua bulan lagi baru selesai dan dibuka.”

“Gak apa - apa. Asal pasti aja dia bakal diterima jadi kasir supermarket itu. Mmm… supermarketnya punya siapa?”

“Punyaku sendiri Tante. Besok pagi Tante akan kuajak ke sjupermarket yang masih dibangun itu. Besar kok supermarketnya.”

“Iya… iyaaa. Terima kasih Sam. Kalau begitu hati tante lega sekarang. Soalnya anak itu sudah kuanggap anak kandung tante sendiri. Makanya tante ingin mencarikan kerja yang sesuai dengan keinginannya.”

“Iya. Tenang aja Tante. Dua bulan lagi bawa dia ke sini. Aku akan langsung menempatkannya di supermarketku itu. Kalau anaknya cerdas dan jujur, bisa aja nantinya kuangkat jadi manager keuangan, sesuai dengan pendidikannya.”

“Terima kasih Sam. Hati tante bahagia sekali sekarang, emwuaaaah… “Tante Kinanti mencium pipiku. Membuatku semakin jauh membayangkan dirinya.

Ya, sejak melihat “bentuk” Tante Kinanti tadi, otakku mulai dipenuhi oleh pikiran ngeresku. Apalagi setelah mendengar pengakuannya barusan, bahwa dia belum pernah hamil… pasti memeknya masih sempit dan “layak pakai”…!

“Tante belum makan malam kan?” tanyaku sambil meremas tangan Tante Kinanti yang sedang kupegang.

“Belum,” sahutnya, “mau ngajak makan di resto hotel ini?”

“Nggak. Kita makan malam di luar aja.”

“Ayo deh. Cari rumah makan yang tradisional Sunda aja ya.”

“Boleh, “aku mengangguk, “Tapi aku takkan ganti pakaian. Mau pakai sandal aja, biar gak ribet.”

“Iya lah. Ngapain formal - formalan. Sam kan pemilik hotel ini. Bukan pegawai. Jadi bebas mau pakai celana pendek juga.”

“Tante juga jangan ganti pakaian. Gaun itu sudah sangat bagus dan cocok dengan tubuh Tante.”

Beberapa saat kemudian, Tante Kinanti sudah duduk di sampingku, di dalam mobil yang sedang kukemudikan, menuju sebuah restoran Sunda langgananku.

Di dalam mobil, aku mulai membahas “sesuatu” itu.

“Tante… aku mau curhat ya,” kataku.

“Curhat tentang masalah apa?”

“Istriku sudah empat orang. Tapi selera lamaku gak bisa hilang.”

“Maksud Sam?”

“Sejak masih bujangan sampai sekarang, aku ini pengagum wanita setengah baya seperti Tante ini.”

“Ohya?!” Tante Kinanti seperti kaget, “Tapi memang banyak kok cowok yang seperti itu. Mungkin pengalaman pertamamu dengan wanita setengah baya ya?”

“Iya Tante. Makanya setiap melihat wanita setengah baya, aku selalu terkesan. Apalagi kalau wanitanyha secantik dan seseksi Tante gini.”

“Wow… gawat dong. Kalau tidur sama Sam, tante bisa dihabisin dong nanti malam.”

“Santai aja Tante. Seumur hidup aku belum pernah memperkosa perempuan. Kalau pun terjadi sesuatu, ya harus berdasarkan suka sama suka.”

“Hmmm… cowok seganteng dan sekaya Sam tentu aja gak perlu main perkosa. Bisa - bisa ceweknya berdatangan sendiri, pengen ditaksir sama Sam. Cewek - cewek bule cantik juga pada berdatangan sendiri, ingin dijadikan istri Sam kan?”

“Iya Tante. Tapi wanita setengah baya tetap menjadi idamanku.”

“Karena wanita setengah baya service-nya lengkap kan?”

“Heheheee… betul Tante.”

“Tenang aja deh. Asalkan Sam bisa menjaga rahasia nanti tante kasih, kalau Sam memang mau.”

“Terima kasih Tante. Terima kasiiiih… !” seruku sambil membelokkan mobilku ke pelataran parkir sebuah restoran Sunda.

“Memangnya Sam mau sama tante?”

“Begitu melihat Tante di ambang pintu ruang kerjaku tadi, aku langsung mau Tante. Makanya kubilang Tante bukan hanya cantik tapi juga seksi.”

“Ya udah, nanti tante kasih sepuasmu,” kata Tante Kinanti sambil menepuk lututku, lalu turun dari mobilku. Dan melangkah di sampingku, masuk ke dalam restoran itu.

Di dalam restoran itu, sambil menunggu pesanan kami dihidangkan, obrolan di mobil tadi dilanjutkan.

“Sebenarnya sejak melihat kembali Sam di ruang kerja tadi, tante juga udah kepincut sama Sam. Tapi tante sadar bahwa Sam ini keponakan tante sendiri,” kata Tante Kinanti yang duduk berhadapan denganku, dibatasi meja makan restoran.

“Ogitu ya. Waktu reunian di hotelku, aku tidak memperhatikan para tamu satu persatu. Karena pada saat itu kan banyak keluarga kita yang hadir. Makanya aku gak nyadar bahwa aku punya bibi yang sangat cantik dan seksi seperti Tante ini.”

Tante Kinanti tersenyum manis. Maaak… manis sekali senyum Tante Kinanti itu…!

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu