3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Jam berapa nanti jam kerja Sam selesai?” tanya Bu Merry dengan senyum manis menghiasi bibir tipis merekahnya.

“Aku kan owner hotel ini Bu. Jadi aku tidak punya jam kerja. Kapan saja boleh bekerja, kapan saja boleh melakukan apa pun yang kuinginkan.”

Bu Merry mendekap pinggangku sambil berkata, “Kalau gitu aku mau mandi dulu. Sam jangan ke mana-mana ya.” Ucapan itu diakhiri dengan kecupan hangat di bibirku.

“Apa perlu kutemani mandinya?” tanyaku.

“Untuk sementara belum perlu. Nggak tau besok atau lusa sih,” sahutnya.

Hmmm… ucapan itu seolah jadi indikator bagiku. Bahwa dia akan menginap tiga malam di suite room itu.

“Tapi sekadar menyaksikan Bu Merry mandi boleh kan?” godaku sambil menggelitik pinggangnya.

“Jangan frontal dong. Mendingan step by step. Biar indah kesannya nanti.”

“Oke deh. Selamat mandi ya Bu Merry…”

“Jangan manggil ibu-ibuan terus dong. Panggil namaku aja lebih nyaman, biar gak terlalu formal. Kita kan bukan sedang ngurus bisnis.”

“Nggak berani ah. Level Bu Merry kan jauh di atasku.”

“Lho… agama kita tidak mengenal kasta kan?” ucapnya sambil memegang kedua pergelangan tanganku, “Lagian sebentar lagi aku kan bakal menjadi milik Sam.”

“Duuuh… bergetar hatiku nih… mmm… kalau gitu aku mau manggil Merryku aja ya.”

“Naaah… itu lebih romantis… seneng dengarnya juga. Karena sebentar lagi aku memang bakal jadi Merrymu… hihihiiii…”

Sebenarnya kamar mandi itu dipasangi kamera cctv. Aku bisa memantau kejadian di dalam kamar mandi itu di monitor PC kerjaku. Tapi aku tak mau melakukannya. Karena aku ingin mengikuti irama Bu Merry yang mulai hari ini akan dihapus “Bu”nya. Irama step by step… supaya meninggalkan kesan indah di kemudian hari.

Maka dengan gerakan kilat kulepaskan pakaian formalku. Kuganti dengan celana sport pendek dan baju kaus putih. Lalu kusimpan jas, dasi, celana panjang dan celana dalamku di lemari ruang kerjaku. Berarti aku sudah tidak mengenakan celana dalam lagi di balik celana pendek putih ini. Hihihihiiii…!

Lalu aku duduk di belakang meja kerjaku kembali. Sambil membayangkan apa yang akan kualami bersama wanita jelita dari kalangan jetset itu. Tapi ketika aku sedang membayangkan semua yang bakal terjadi, tiba-tiba terdengar pintu diketuk.

“Siapa?” tanyaku agak keras.

“Yoga Bang,” sahut dari luar pintu.

“Masuk aja. Nggak dikunci.”

Lalu Yoga muncul di ambang pintu. Melangkah masuk dan duduk di kursi yang berhadapan dengan kursi kerjaku dibatasi oleh meja tulis.

“Ada apa Ga?” tanyaku.

“Anu Bang… kalau aku kawin dengan Wulan, boleh nggak?”

“Hmm… Wulan mana?”

“Wulan anaknya Tante Reki.”

“Haaa?! Wulan adiknya Pia itu?”

“Iya Bang..”

“Kenapa pilihanmu jatuh pada Wulan?”

“Terus terang… Wulan itu keperawanannya aku yang ngambil. Kebujanganku juga dia yang ngambil. Karena itu aku merasa sangat bersalah kalau tidak menikah dengan Wulan.”

“Tapi… kamu mencintainya gak?”

“Sangat mencintainya Bang. Wulan itu sosok yang penyabar dan menyenangkan.”

“Setahuku nikah dengan saudara sepupu itu memang dibolehkan. Apalagi Wulan itu anak Tante Reki. Dan Tante Reki adik kandung almarhumah ibu kita. Jelas bisa lah kamu kawin sama dia. Tapi kuliahmu kan belum selesai.”

“Itu dia Bang. Setelah dipikir-pikir aku memutuskan untuk kawin aja dulu. Soal kuliah kan bisa diselesaikan nanti. Kalau perlu, cuti aja dulu setahun.”

“Kamu mau kawin, memangnya udah punya apa?”

“Nggak punya apa-apa. Hanya punya Bang Sam aja sebagai satu-satunya saudara kandungku.”

“Hmmmm… lantas setelah kawin pekerjaanmu gimana?”

“Ya tetap bekerja di sini aja. Terserah Bang Sam mau ditempatkan di bagian apa. Malah Wulan juga kalau bisa sih pekerjakan aja di sini. Dia kan alumnus akademi perhotelan dan parawisata.”

“Ohya?! Boleh deh nanti kupikirkan dulu semuanya ya.”

“Iya Bang. Terima kasih.”

“Ada lagi yang mau kamu sampaikan?”

“Nggak ada. Cuma mau menyampaikan masalah Wulan itu saja Bang.”

“Ya udah. Sekarang kembali aja ke tempat kerjamu. Aku sedang ada tamu.”

Setelah Yoga berlalu, aku tersenung sendiri di ruang kerjaku. Wulan itu adik Pia. Sedangkan Pia sudah menanamkan memori tersendiri di dalam lembaran kehidupanku. Hmmm… Sang Kakak sudah kumiliki secara rahasia. Lalu Sang Adik mau dinikahi pula oleh adikku.

Tapi aku takkan merintangi niat baik Yoga untuk menikahi Wulan. Bahkan aku harus mendukungnya sebisaku.

Tiba-tiba terdengar suara Merry di ambang pintu yang mnenghubungkan suiteroom dengan ruang kerjaku, “Aku sudah siap, Pangeranku…” ucapnya dengan tatapan dan senyum yang sangat mengundang.

Aku berdiri dan berkata, “Sebentar ya… mau ngunci pintu dulu.”

Lalu pintu keluar dari ruang kerja kukunci dan kunyalakan lampu merah yang berada di luar sana, sebagai pertanda bahwa aku sedang tidak berada di ruang kerjaku atau sedang tak mau diganggu.

Hal kecil seperti ini sebenarnya bisa diatur dengan sekali pijit asalkan diprogram lewat teknologi zaman now.

Memang terasa benar banyak sekali yang harus diupgrade di hotel ini. Tapi apakah tidak berlebihan kalau hotel melati tiga dimodernisir seperti itu? Bukankah orang bisa mencemoohkannya sebagai kegenitan kaum urakan?

Aaaah… mungkin sebaiknya hotel lama ini harus kuupgrade semua, sampai layak dijadikan hotel bintang tiga. Berarti setelah hotel baru itu grand opening, hotel lama ini akan kupugar sedemikian rupa, sehingga layak dianggap sebagai hotel bintang tiga, meskipun tidak bertingkat seperti hotel baruku.

Kemudian aku masuk ke dalam pintu yang terbuka itu. Merry sudah mengenakan baju rumah yang… wow… sangat mengundang… Betapa tidak? Baju rumah itu berwarna coklat muda polos, terbuat dari kain goyang. Tapi bukan bahannya yang membuatku terpana, melainkan modelnya itu. di bagian dadanya terbuka lebar, sehingga pertemuan dua bukit kembarnya begitu kentara jelas…

Terlebih setelah melihat wajah cantiknya yang memancarkan aura erotis itu… terutama pada sepasang mata bundar bening dan sepasang bibir tipis yang merekah seolh mengundang untuk dikecup itu… wow… aku memang tidak salah lihat. Karena ia sedang merentangkan kedua tangannya yang menarikku untuk menghambur ke dalam pelukannya…

Dan tanpa berpikir panjang lagi kudekap pinggang rampingnya, lalu kupagut bibir sensualnya… dengan sepenuh gairah dan perasaanku…!

Lidahnya terjulur. Membuatku sigap dan langsung menyedot lidah harum itu ke dalam mulutku. Sementara kedua lengannya melingkari leherku. Dekapanku pun berubah menjadi remasan di pinggangnya… merayap ke bokongnya yang terasa kencang… hmm… terasa seolah tengah bermimpi diriku ini. Karena sebelumnya bermimpi pun belum pernah, bahwa wanita yang akan transaksi trilyunan mengucapkan siap dalam sekejap, kini seolah sudah menjadi milikku…

Sementara itu, kedua tanganku yang sedang meremas bokongnya mencari-cari sesuatu yang tidak kutemukan. Mencari tonjolan di pertemuan antara sepasang buah pantatnya… tidak ada tonjolan itu. Berarti ia bukan hanya tidak mengenakan beha, melainkan juga tidak mengenakan celana dalam. Berarti kalau gaun rumah yang terbuat dari bahan mahal itu disingkapkan setinggi mungkin, akan kusaksikan langsung dua bagian tubuhnya yang mulus dan padat ini…

Wow… belum apa-apa penisku terasa mulai ngaceng di balik celana dalam dan celana panjangku ini…!

Namun aku masih berdiri berhadapan dan berpelukan dengannya. Satu-satunya kenakalan yang berani kulakukan adalah meremas gaun di bagian bokongnya, sambil menariknya sedikit demi sedikit. Sehoingga akhirnya aku mulai meremas bokongnya langsung, tak terhalang oleh housecoatnya lagi.

Si John pun semakin mendongak saja di balik celana dalam dan celana panjangku. Seolah ingin segera dipertemukan dengan sesuatu di bawah perut wanita muda ini.

“Pangeranku… langsung aja ke sana yuk…” ucap wanita cantik jelita itu sambil menunjuk ke arah bed.

Sebagai jawaban, kuangkat dan kubopong tubuh Merry Andriani ke arah bed. Lalu kuletakkan dengan hati-hati di atas kasur bertilamkan kain seprai putih bersih itu.

Lalu dengan perlahan tapi pasti aku merayap ke atas perutnya. Menciumi lehernya yang harum, daun telinganya yang tak beranting-anting dan bibirnya yang tipis merekah. Lama aku melumat bibirnya sambil meremas bagian dada housecoatnya. Meski masih terhalang oleh kain gaun rumahnya, aku bisa merasakan kencangnya payudara Merry.

Lalu aku melorot turun untuk menciumi betisnya yang indah… naik ke lututnya… naik lagi ke pahanya yang terasa hangat… lalu naik lagi ke pangkal pahanya sambil menyingkapkan bagian bawah gaun rumah itu. Sekelebat nampak kemaluan Merry yang memang tidak bercelana dalam seperti dugaanku tadi. Ketika aku menciumi pangkal pahanya inilah Merry menarik ujung gaunnya ke atas sekali, melewati perutnya.

Kutatap kemaluan tanpa rambut sehelai pun itu… begitu indahnya. Putih mulus, lebih putih daripada betisnya. Sementara bibir luarnya

(labia mayora) tampak kemerahan. Maka dengan penuh gairah kuusap-usap permukaan memek bersih itu sambil kuciumi. Sepasang paha putih mulus itu pun merenggang lebar. Kemudian kedua tanganku mengangakan memek mulus itu sampai terlihat bagian dalamnya yang berwarna pink itu. Kuperhatikan dengan seksama, terutama ingin menemukan di mana kelentitnya tersembunyi.

Terasa Merry agak tersentak. Lalu terdiam ketika aku mulai menjilati kemaluannya dengan lahap. Terasa rambutku diusapusap olehnya, sementara tubuhnya mulai agak menggeliat-geliat. Terlebih lagi ketika aku sudah menjilati bagian terpeka di kemaluan wanita yang biasa disebut itil alias kelentit alias clitoris itu…

Sementara tanganku terjulur ke atas… ke bagian yang masih tertutup oleh housecoatnya itu. Dan aku menemukannya. Payudaranya yang berukuran sedang namun masih sangat kencang itu. Tanpa basa-basi lagi kuremas payudara yang masih tersembunyi di balik housecoatnya itu.

Sementara tanganku yang satu lagi mulai membantuku. Jempolnya kupakai untuk menggesek-gesek kelentitnya, sementara aku menjilati lagi bagian yang berwarna pink itu.

Cukup lama aku melakukan ini semua. Sehingga akhirnya terdengar suara Merry yang tersendat-sendat, “Cu… cukup Pangeranku… mainkan aja tongkat kejantananmu… aaa… aku sudah gak sabar ingin menikmatinya…”

Kuikuti permintaannya itu. Aku berlutut sambil melepaskan celana pendek dan baju kausku. Sementara Merry pun melepaskan gaun rumahnya lewat kepala.

Kami jadi sama-sama telanjang kini. Merry memandang ke arah penisku yang sudah sangat ngaceng ini. Bangkit dan duduk sambil menangkap penisku, “Wow… punya Sam panjang gede banget…! Luar biasa… !” cetusnya sambil memegang penisku dnegan tangan halus dan hangatnya.

Lalu ia menelentang lagi sambil merentangkan sepasang pahanya selebar mungkin. Tanpa banyak basa basi lagi kuletakkan moncong kontolku di mulut memek Merry dengan agak membungkuk. Kemudian kudorong sekuat tenaga… sampai membenam sebatas lehernya. Lalu aku menghempaskan dadaku ke atas sepasang toket padat kencang itu.

Kudesakkan lagi penisku sampai terbenam separuhnya. “Ooooh… sudah masuk jauh… “desisnya sambil merangkul leherku ke dalam pelukannya.

Hmmm… luar biasa sempitnya liang memek Merry Andriani ini. Sehingga aku menduga kalau wanita muda ini belum pernah melahirkan.

Meski baru terbenam separuhnya, aku mulai mengayun penisku perlahan-lahan. Kutarik mundur lalu kubenamkan lagi… kutarik lagi kudorong lagi… kutarik lagi kudorong lagi… sehingga makin lama penisku makin dalam juga menerobos liang sempit dan menjepit ini.

Maka mulailah aku mengentotnya secara berirama. Irama perlahan tapi pasti. Makin lama makin cepat, sampai ke batas normalnya gerakan penis mengentot liang memek.

Awalnya Merry hanya mendesah-desah. Tapi setelah aku lancar mengentotnya secara berirama, Merry pun mulai merintih-rintih erotis.

“Saaaam… oooo… oooooh… Saaaaam… oooooh… kontol Sam ini… gilaaaa… gede sekali… oooooh… belum pernah aku merasakan entotan seenak ini Saaaam… ayoooo… entot terus Saaam… entot terussss… oooooh… oooo… oooooh… ini luar biasa enaknya Saaaam… !”

Merry tampak benar-benar menikmati entotanku. Terlebih lagi setelah aku menjilati lehernya disertai dengan gigitan-gigitan kecil… rintihannya pun semakin menjadi-jadi.

“Pangerankuuu… oooo… ooooooh… ini luar biasa enaknya Sayaaaaaaaaang… aaa… aaaahhhh… enak sekali Sayaaaaang… entot terussssssss… iyaaaaaaa… iyaaaaa… iyaaaaaaaa… aaaaaaa… aaaahhhhhh… aaaaa… pasti aaa… aku bakal ketagihan dientot lagi dan lagi olehmu Sayaaaang..

Pertarungan kontolku dengan liang memek Merry berlangsung terus dengan sengitnya. Aku merasa jadi manusia beruntung, karena punya penis yang panjang, sehingga berkali-kali moncong kontolku bisa menggedor dasar liang memek Merry. Mungkin hal itu yang membuat Merry makin lama makin merintih histeris…

Cukup lama semua ini terjadi. Sehingga keringatku mulai bermunculan dari pori-pori kulitku. Sebagian berjatuhan ke atas dada, leher dan wajah Merry, bercampur aduk dengan keringat Merry sendiri.

Sambil mengentotnya dengan kencang, aku pun mulai asyik menjilati ketiaknya yang sudah keringatan namun harum sekali. Pasti harum deodoran mahal.

Terkadang juga kuemut pentil toketnya yang sudah menegang. Terkadang juga kusedot-sedot pentil toket yang tengah kukulum itu.

Detik-detik indah itu berlangsung dalam tempo yang cukup lama, mungkin lebih lama dari durasi rata-rata. Sampai pada suatu saat Merry berkelojotan. Aku pun ingin mkenciptakan kesan teramat indah. Meski masih bisa lebih lama bertahan di atas perut Merry, kupercepat entotanku dengan tujuan ingin cepat ejakulasi, berbarengan dengan orgasme Merry.

Tiba-tiba Merry menggeliat… lalu mengejang tegang, dengan perut terasa mendorong ke atas… lalu terasa liang kemaluannya mengeliat-geliat dan mengejut-ngejut… pda saat itulah penisku dibenamkan sedalam mungkin tanpa digerakkan lagi… lalu penisku pun mengejut-ngejut sambil memuntahkan cairan kenikmatanku…

Crottttt… crootttttt… crotcrot… croooottttttt… crot… crooooooott…!

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu