3 November 2020
Penulis —  Neena

Rumah Kami Surga Kami - Petualangan Hot - Langkah Langkah Jalang

Bagian 7

Setelah makan siang, aku duduk di sofa ruang cengkrama yang membatasi kedua kamar itu. Mamie pun merebahkan kepalanya di atas pahaku sambil bertanya, “Mau pulang sekarang?”

“Terserah Mamie. Aku sih siap aja ke mana pun Mamie mau.”

“Pulangnya pakai tol Jagorawi aja ya.”

“Siap Mam. Mau lewat Puncak?”

“Iya. Di Puncak kan mamie punya villa. Kita nginap dulu di villa itu semalam. Besok pagi pulang.”

“Siap Mam. Mau berangkat sekarang?”

“Tunggu dulu sampai nasinya turun. Biar gak sembelit.”

Saat itu Mamie memang masih mengenakan kimono. Sementara tanganku mulai merayapi lututnya… lalu naik ke pahanya yang licin dan hangat. Naik terus sampai ke pangkalnya dan menyentuh celana dalam.

“Kalau udah pegang-pegang ke situ, pasti acaranya jadi berubah.”

“Mungkin Mam. Rasanya jadi kepengen lagi,” sahutku sambil menyelinapkan tanganku ke balik celana dalam Mamie, “boleh kan Mam?”

“Tentu aja boleh,” sahut Mamie, “Sekarang kan mamie sudah menjadi milikmu, Sayang.”

“Aku juga sudah menjadi milik Mamie,” kataku sambil mengelus-elus kemaluan Mamie yang terasa hangat.

“Hmm… mamie rasanya bahagia sekali sekarang Sam.”

Sebagai jawaban, aku duduk di atas karpet, sambil menurunkan celana dalam Mamie sampai terlepas dari kakinya.

Mamie sepertinya tahu apa yang akan kulakukan. Setelah celana dalamnya kulepaskan, Mamie melepaskan ikatan tali kimononya. Lalu dibukanya kedua sisi kimononya itu, sambil menggerakkan bokongnya, maju ke depan.

Tadi malam aku belum melihat kemaluan Mamie dari jarak yang dekat. Dan kali ini aku melihatnya dengan jelas sekali. Bahwa kemaluan Mamie lumayan tembem. Tanpa jembut pula. Sehingga lipatan-lipatannya tampak jelas di mataku.

Aku mau mendaratkan bibirku di kemaluan Mamie. Tapi tiba-tiba dia bangkit dari sofa. “Mendingan di sana aja yok. Biar lebih leluasa,” ucapnya sambil menunjuk ke arah pintu kamarnya.

Aku mengangguk, lalu mengikuti langkah Mamie menuju kamarnya.

Mamie menanggalkan kimononya di dekat bed. Lalu, dalam keadaan telanjang dia maik ke atas bed. Aku pun melakukan hal yang sama. Menanggalkan segala yang melekat di tubuhku, sambil memperhatikan bentuk Mamie dalam keadaan telanjang dan siap untuk melayani kejantananku itu.

Mamie adalah bentuk yang terindah dan termulus di antara perempuan-perempuan yang sudah kumiliki. Dan aku merasa beruntung karena bisa memilikinya. Apalagi setelah tahu bahwa Papa justru yang membuat skenario untuk semuanya ini. Terima kasih Papa… meski Papa punya tujuan khusus, namun aku merasa “ketiban memek nomplok”…

Dan ketika aku merayap ke atas perut Mamie, penisku pun mulai ngaceng berat.

Ketika Mamie merangkul leherku sambil membuka bibir sensualnya, aku pun memagutnya. Kemudian kami larut dalam ciuman dan lumatan yang penuh gairah.

Entah kenapa, saling lumat dengan Mamie ini rasanya fantastis sekali. Apalagi ketika mulutku mulai menggeluti puting payudara Mamie. Mengulumnya sambil menyapu-nyapukan ujung lidahku. Membuat suhu badan Mamie mulai menghangat.

Terlebih setelah aku melorot turun sampai berhadapan dengan kemaluan Mamie yang sangat indah dan merangsang ini.

Kuusap-usap kemaluan Mamie yang sangat erotis ini dengan hasrat yang semakin bergejolak. Lalu kungangakan bibir luarnya, sehingga bagian dalamnya yang berwarna pink itu tampak jelas di mataku.

Ujung lidahku mulai menyapu-nyapu bagian yang berwarna pink dan beraroma harum mewangi itu. Dengan nafsu semakin merajalela di dalam batinku.

Mamie menanggapi aksiku dengan belaian lembutnya di rambutku. Namun belaian itu lalu berubah jadi remasan ketika aku mulai menjilati kelentitnya dengan lahap sekali. Sementara sepasang kaki Mamie pun mulai terkejang-kejang.

Dalam tempo singkat saja terasa kemaluan Mama sudah membasah. Sehingga aku tak sabaran lagi, ingin segera membenamkan penisku yang sudah sangat ngaceng ini ke dalam liang surgawi ibu sambungku yang kedua ini.

Aku pun berlutut di antara kedua belah paha Mamie, sambil memukul-mukulkan penisku ke kelentit Mamie.

Mamie cuma tersenyum-senyum diperlakukan seperti itu. Namun ketika puncak penisku mulai disungkur-sungkurkan ke arah mulut vaginanya, Mamie spontan merentangkan sepasang paha putih mulusnya. Dan… leppppp… kepala penisku mulai nyungsep ke dalam liang kemaluan Mamie… menyelusup terus dengan agak mudah, karena liang kemaluan Mamie sudah basah dan licin.

Ketika penisku sudah membenam lebih dari separohnya, Mamie meraihku ke dalam pelukannya. Dan menciumi bibirku dengan hangat sekali.

Pelukan Mamie tetap erat ketika aku mulai mengayun penisku, bermaju-mundur di dalam liang surgawi Mamie yang luar biasa nikmatnya ini. Bahkan untuk yang kesekian kalinya Mamie mendaratkan ciumannya di bibirku. Tentu saja kusambut dengan hangat. Dengan menyedot lidahnya yang dijulurkan, sementara penisku mulai bergerak-gerak secara berirama seperti kata artis cantik itu…

Kalau dibandingkan dengan yang tadi malam, aksiku kali ini lebih “tertib dan lengkap”. Maklum kalau tadi malam aku melakukannya dalam perasaan yang masih “kaget-kaget”, bahkan serasa bermimpi. Karena tadi malam aku tidak merencanakan hal yang sejauh itu.

Tapi kali ini aku melakukannya dengan segenap perasaan. Mungkin inilah yang dinamakan senggama dengan cinta. Karena setiap sentuhan Mamie terasa indah sekali. Bukan sekadar sentuhan nafsu birahi.

Maka ketika ayunan penisku mulai lancar, aku pun mulai menjilati leher Mamie yang mulai keringatan. Disertai dengan gigitan-gigitan kecil. Sepasang mata sipit Mamie pun mulai merem-melek dibuatnya.

Dan aku tidak berniat mengubah posisi missionaris ini. Karena posisi konservatif ini terasa paling indah dan lengkap bagiku. Dalam posisi ini aku bisa meremas payudaranya sambil menjilati leher jenjang dan hangatnya. Bahkan manakala tangan Mamie terjulur ke atas, aku tak ragu untuk menjilati ketiaknya, disertai gigitan-gigitan kecil juga.

Tampaknya usaha untuk “melengkapi” aksiku ini, membuat Mamie sangat menikmatinya. Mamie jadi seperti “edan-eling” dengan remasan dan jambakannya di rambutku, diiringi rintihan-rintihan histerisnya yang mulai membahana di kamar beraroma harum ini. Terlebih ketika aku menyodokkan penisku sedalam mungkin, sampai menyundul dasar liang kewanitaannya, semakin bisinglah suara rintihan Mamie dibuatnya, “Saaam…

Kami jadi laksana burung camar yang sedang berkejaran dengan gulungan-gulungan ombak menuju pantai. Dengan jeritan-jeritan indah yang sedang menikmati fantastisnya rasa surga dunia.

Dan Mamie tidak mau mengubah posisi. Karena hanya dalam posisi konservatif inilah kami merasakan lengkapnya nikmat yang kami rasakan. Mamie sudah dua kali mencapai orgasme, namun aku masih tabah mengayun tongkat kejantananku, memompa liang kewanitaan Mamie yang sempit tapi licin ini.

Lebih dari sejam aku “berjuang” di atas perut Mamie. Sehingga keringatku sudah membanjir dan bercampur aduk dengan keringat ibu sambung keduaku. Namun aku malah semakin bersemangat untuk mengentot liang memek Mamie yang luar biasa nikmatnya ini.

Keringat yang telah membasahi leher dan ketiak Mamie malah menjadi sasaran jilatanku. Sedikit pun tidak menjijikkan ketika tertelan olehku. Sementara payudara Mamie pun sudah banyak totol-totol menghitam, karena dengan leluasa kucupang di dekat putingnya. Itu semua atas kehendak Mamie sendiri, yang ingin agar payudaranya kucupang.

Ketika sedang berciuman pun kami tidak peduli lagi dengan air liur yang berpindah-pindah tempat. Air liurku ditelan oleh Mamie, sementara air liur Mamie tertelan olehku juga.

Kami memang sudah lupa segalanya. Kami ingin menikmati permainan surgawi ini sepuasnya.

Sampai pada titik terindah itu… ketika aku sudah tiba di puncaknya, kudesakkan batang kemaluanku sedalam mungkin, lalu terasa air maniku berhamburan ke dalam liang kenikmatan Mamie. Yang Mamie sambut dengan dekapan erat dan ciuman hangatnya di bibirku.

Crotttt… crooot… crotcrotcrot… crooooot… crotttttttt…!

Aku berkelojotan di atas perut Mamie, namun Mamie masih menyedot lidahku yang terjulur.

Lalu aku terkapar dalam dekapan Mamie. Dengan keringat membanjir di sekujur tubuhku.

“Jangan dicabut dulu Sayang,” bisik Mamie sambil merapatkan pahanya, untuk menjepit penisku yang mulai melemas ini, “Biarkan air manimu meresap di tubuh Mamie…”

Kuikuti permintaan Mamie itu. Penisku yang sudah lemas ini kubiarkan tetap dijepit oleh liang kemaluan Mamie.

“Kamu benar-benar gagah. Jauh lebih perkasa daripada papamu,” bisik Mamie lagi, sambil membelai rambutku, “Mamie akan semakin menyayangimu Sam…”

Tiba-tiba handphone Mamie berdering. Membuat Mamie terkejut. Bergegas mengenakan kimononya sambil berkata, “Itu pasti video call dari Papa. Kamu pura-pura tidur aja Sam… pakai selimut…”

Ternyata memang video call dari Papa. Sementara aku sudah menelungkup setelah menutupi sekujur tubuhku dengan selimut. Namun aku bisa ikut mendengarkan percakapan Papa dengan Mamie itu :

“Sebentar lagi aku mau meeting di Bangkok. Doakan agar misi kita sukses ya Mam.”

“Iya Pap… semoga sukses yaaa…”

“Bagaimana dengan Sam? Sudah mau ikut mewujudkan rencana kita?”

“Sudah Pap. Sekarang dia masih tidur.”

“Hahahaaa… bagus lah. Nanti suruh dia matikan handphonenya dan jangan menghubungi orang rumah. Menelepon Yoga pun harus dilarang dulu. Biar rahasia ini hanya kita bertiga yang menyimpannya.”

“Iya Pap.”

“Privilege ini hanya kuberikan untuk Sam. Jadi Yoga tidak boleh tau.”

“Ya iyalah. Supaya kalau aku hamil nanti, hanya satu orang saja ayah biologis bayinya nanti.”

“Betul. Oke… aku mau meeting dulu ya. Orang-orangnya sudah pada datang.”

“Iya Pap. Semoga sukses yaaa…”

“Amiin…”

Setelah video call itu selesai, Mamie meletakkan handphonenya di atas meja kecil. Lalu membuka selimut yang menutupiku sambil berkata, “Kamu dengar sendiri kalau mamie gak bohong kan? Papa sendiri yang mengatur hubungan kita.”

“Iya Mam… barusan aku hampir tak percaya pada pendengaranku sendiri.”

“Yang luar biasa, Papa mengijinkan kita saling mencintai, tapi mamie harus tetap menjadi istri Papa.”

“Iya Mam.”

“Kita mandi dulu yok. Biar badan kita bersih dari keringat… biar seger lagi.”

“Iya Mam…”

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu