2 November 2020
Penulis —  Neena

Diburu Nafsu Incest

**Part 05

P

**ertarungan

penisku dengan liang memek Teh Siska makin lama makin seru. Bokong gedenya sudah digoyang meliuk - liuk, memutar - mutar dan menghempas - hempas dengan lincahnya, namun penisku masih sangat tangguh menghadapinya. Bahkan untuk kedua kalinya Teh Siska mengelojot dan mengejang lagi, lalu terdengar desahannya, “Aaaaaaaahhhhh…

Ucapan itu dilanjutkan dengan ciuman hangatnya di bibirku. Mungkin sebagai tanda terimakasihnya karena telah kubuat puas batinnya.

Namun aku masih belum apa - apa. Kuayun lagi penisku yang masih sangat tangguh ini, setelah melihat Teh Siska sudah pulih lagi semangatnya.

“Tukar posisi yuk,” ucapnya pada suatu saat.

“Boleh. Mau posisi gimana?”

“Doggy aja,” sahut Teh Siska sambil tersenyum.

Kuikuti saja apa yang diinginkannya. Ketika dia sudah merangkak sambil menunggingkan bokong gedenya tinggi - tinggi, aku pun berlutut sambil mengarahkan penisku ke arah memeknya yang tampak sepenuhnya dari arah belakang ini. Lalu kudorong dan masuk dengan mudahnya ke dalam liang memek Teh Siska yang sudah becek lagi untuk kedua kalinya ini.

Iseng - iseng kutampar buah pantatnya yang kanan dan yang kiri, plak… plaaakkk! Lalu berkomentar, “Bokong Teteh gede banget. Jadi pengen gigit saking gemesnya.”

Teh Siska menyahut, “Gigit aja kalau bisa sih, hihihi…”

“Nggak ah. Nggak tega nyakitin kakak kandungku sendiri.”

“Tapi kalau ditampar - tampar kayak barusan boleh juga tuh Don. Aku seneng kok dientot sambil ditamparin pantat sampai merah sekali… sampai seperti bekas kerokan… ayo cobain sekarang… entot sambil tamparin pantatku sampai merah kebiru - biruan… ayooo… mau direndem terus kontolmu?”

Aku tersenyum sambil mulai mengayun batang kemaluanku, bermaju - mundur di dalam liang memek Teh Siska yang becek ini. Lalu sambil berlutut dan mengentotnya ini, aku mengikuti permintaan kakakku barusan. Bahwa aku harus menampar - nampar buah pantatnya sampai merah kebiru - biruan seperti bekas kerokan.

Maka mulailah aku mengentotnya sambil menampar - nampar sepasang buah pantatnya… plaaaak… plaaaaaak… plaaaaak… plaaaaaaak…!

Rasanya aku sudah cukup kuat menampar - nampar buah pantat Teh Siska yang gede dan padat kencang ini. Tapi ternyata Teh Siska complain, “Kurang kuat Don… jangan ragu gitu… anggap aja kamu sedang menempelengin musuhmu… !”

Mendengar protes kakak sulungku itu aku pun mulai mengemplangi sepasang buah pantat Teh Siska dengan sekuat tenaga.

“Nah gitu… tamparin terus sekuat tenaga Dooon… enak tuh…”

Aku heran, karena baru sekali ini menyetubuhi perempuan yang ingin sambil ditempelengin pantatnya begini. Tapi aku pernah membaca di sebuah majalah internasional, tentang wanita yang senang disakiti pada waktu disetubuhi. Ada yang ingin dientot sambil dicupang lehernya, ada yang ingin diremas toketnya sekuat tenaga dan banyak lagi.

Apakah Teh Siska juga tergolong perempuan yang seperti itu? Entahlah. Sang Waktu yang akan menjawabnya nanti.

Yang jelas bunyi - bunyi unik berkumandang di dalam kamar Teh Siska ini. Bunyi crak crek seperti bunyi telor sedang dikocok datang dari penisku yang sedang menggenjot liang memek beceknya Teh Siska, bercampur dengan bunyi plak - plok yang datang dari tamparan - tamparanku di sepasang buah pantat kakak sulungku itu.

Crakkkk… crekkkk… crakkkk… crekkkk… crakkkk… crekkk…!

Plaaaak… plooooookkkkk… plaaaaaak… plokkkkkk… plaaaaakkkkk… plooookkkkk…!

Namun makin lama lendir di dalam liang memek Teh Siska mulai berkurang, sehingga tidak terdengar bunyi crak - crek lagi. Sementara telapak tanganku pun mulai terasa panas akibat menempelengi buah pantat Teh Siska terus - menerus. Namun hasilnya sudah kelihatan. Sepasang buah pantat Teh Siska sudah merah kebiru - biruan seperti yang diinginkannya.

Aku lalu teringat kepada Mbak Reni alias Tante Reni, yang suka ingin kelentitnya dielus - elus oleh jariku pada waktu disetubuhi dalam posisi doggy seperti ini. Maka kedua tanganku pun seolah mendekap bokong Teh Siska, namun sebenarnya tanganku sedang berusaha mencapai memek kakakku. Dan akhir kutemukan kelentit yang akan kuelus - elus sambil ditekan agar lebih terasa.

Ya… jari tangan kananku dan jari tangan kiriku seolah berebut untuk mengelus - elus kelentit Teh Siska.

Lalu… Teh Siska mulai merengek - rengek keenakan, “Duuududuuuuuh… Dooon… ini enak sekali Dooon… elus terus itilku Dooon… enak Dooon… enaaaaak… elus terus itilku… itilkuuu… iiiitiiiiiillll… itilnya elus teruuuuusssss… itilnyaaaa… itilnyaaaaaa… !”

Keringatku sudah bercucuran. Namun aku tetap giat mengentot liang memek Teh Siska sambil mengelus - elus kelentitnya.

Tiba - tiba Teh Siska memekik perlahan, “Oooo… oooooooh Doooon… !“Lalu ia ambruk ke atas kasur, sehingga batang kemaluanku terlepas dari liang memeknya.

“Kenapa? Orgasme lagi Teh?” tanyaku heran.

“Iya,” sahut Teh Siska sambil menelentang kembali, “Permainanmu luar biasa enaknya sih… bikin aku orgasme berkali - kali. Baru sekali ini aku mengalami orgasme sampai tiga kali, sementara kamu belum ngecrot juga.”

“Baguslah… aku kan ingin membuat Teteh puas,” kataku sambil merayap ke atas perutnya lagi.

“Iya, terima kasih Donny Sayaaang… emwuaaaaaah…” ucap Teh Siska yang dilanjutkan dengan kecupan hangatnya di bibirku, “Gak nyangka adikku setampan dan sejantan ini. Kamu memang luar biasa perkasanya Don.”

Sebagai jawaban, kudorong penisku yang moncongnya sudah menempel di ambang mulut vagina Teh Siska. Blesssss… melesak amblas sampai ke dasar liang memek Teh Siska yang sudah becek lagi ini.

Kali ini aku ingin secepatnya ejakulasi, kalau bisa. Karena kasihan kepada Teh Siska yang kelihatan mulai kepayahan.

tapi dugaanku meleset. Karena aku mulai mengentotnya lagi sambil menjilati lehernya disertai dengan gigitan - gigitan kecil, Teh Siska mendekap pinggangku erat - erat sambil berkata, “Cupangin leherku Don… cupangin yang banyaaaak…”

Aku sudah punya pengalaman di Bangkok. Pengalaman nyupangin leher Tante Reni seperti yang diinginkannya.

Maka sambil mengentot liang memek beceknya Teh Siska dengan gencar, kusedot lehernya kuat - kuat, berulang - ulang di satu titik, sampai meninggalkan bekas merah kehitaman sebesar uang koin. Kemudian pindah lagi ke titik lain, mencupangnya lagi dan begitu seterusnya. Sampai meninggalkan totol - totol merah kehitaman beberapa titik di leher Teh Siska.

Dan setiap kali aku sedang mencupangi lehernya, Teh Siska memejamkan matanya erat - erat, namun dengan senyum manis di lehernya. Seolah sedang menghayati suatu kenikmatan yang tiada taranya.

Sementara itu liang memek Teh Siska tidak becek lagi. Mulai sempit menjepit lagi. Dan terdengar suaranya terengah, “Terusin cupangin lagi lehernya Dooon… aku senang sekali dicupangin leher dan tetekku.”

“Lehernya sudah lebih dari enam cupangan Teh,” sahutku sambil menghentikan entotanku, “Besok Teteh harus membelitkan selendang di leher, kalau tidak mau kelihatan lehernya banyak bekas cupangan.”

“Sekarang pindah ke tetekku… cupangin juga. Kalau sedang mencupangi tetek kananku, tetek kiriku harus diremas sekuatnya… biar rasanya lebih mantap, “pintanya.

Aku memang gemas menyaksikan gedenya toket kakak sulungku yang menggiurkan itu. Ingin meremasnya sekuatku. Namun takut menyakitinya.

Tapi kali ini dia sendiri yang memintaku untuk meremas toket yang satu pada waktu sedang mencupangi toket yang satu lagi.

Maka kulakukan juga apa yang dimintanya itu. Diawali dengan meremas toket kanannya sekuiat mungkin, waktu aku sedang mencupangi toket kirinya. Kemudian kuremas juga toket kirinya sekuat tenaga, pada waktu aku sedang mencupangi toket kanannya. Begitu terus yang kulakukan sambil mengentot liang memeknya yang sudah legit kembali ini.

Dan Teh Siska semakin terpejam - pejam dengan bibir tersenyum - senyum.

Setelah cukup banyak totol - totol merah kehitaman di sepasang toket gede Teh Siska, aku pun menghentikan aksi mencupangi toketnya itu.

Namun masih ada lagi permintaannya: “Sekarang remaslah kedua tetekku sekuat tenagamu, Sayang…”

Aku terheran - heran. Karena kebiasaan menyakiti diri sendiri itu tidak pernah kudapatkan pada perempuan lain. Bunda juga tidak seperti itu. Tapi anak sulung Bunda ini lain dari yang lain.

Namun kulakukan juga permintaannya. Kjuremas - remas sepasang toketnya sekuat tenaga. Sampai ia terpejam - pejam lagi seperti tadi.

“Oooooh… enak sekali Sayang… enaaaak… “rengeknya sambil mendekap pinggangku erat - erat. Sementara sekujur tubuhnya sudah dibanjiri keringat. Seperti tubuhku juga, yang sudah dibanjiri keringat.

Dan pada suatu saat… aku tiba pada titik krusial. Sepertinya sudah mau berejakulasi. Tapi sengaja kuhentikan entotanku. Hanya meremas - remas toket Teh Siska yang kulakukan.

Dan akhirnya Teh Siska merengek, “Dooon… entot lagi… entoooot… aku mau lepas lagi Dooon…”

Inilah detik - detik yang kuinginkan. Detik - detik membarengkan ejakulasiku dengan orgasmenya Teh Siska.

Maka kuayun lagi penisku yang sudah di ambang kegawatan ini. Sementara Teh Siska sudah mengejang tegang, sambil menjambak - jambak rambutku.

Lalu kubenamkan batang kemaluanku sedalam mungkin, sampai mentok di dasar liang memek kakak sulungku. Kubiarkan penisku menancap dan mendorong dasar liang sanggama Teh Siska.

Pada saat itulah kurasakan gerakan liang memek Teh Siska dengan jelas. Gerakan yang seperti spiral membelit dan meremas penisku… diiringi dengan kedutan - kedutan kencang… bersamaan dengan mengejut - ngejutnya penisku yang sedang memuntahkan air mani.

Crooot… crot… croooooooootttttttt… crotcrot… crooootttt… crooooooootttt…!

Disusul dengan erangan Teh Siska, “Oooooohhhh… nikmatnya orgasmeku… ditemani oleh semprotan air manimu Doooon… nikmat sekaliiii…”

Lalu ia menciumi bibirku dengan lahapnya. Sementara aku masih terkulai lemas di atas perutnya.

Setelah mencabut batang kemaluanku dari liang memek Teh Siska, aku menggulingkan tubuhku, menelentang di samping kakak sulungku. “Teteh ikut program KB?” tanyaku.

“Nggak. Kalau janda ikut KB, berarti ada tujuan gak bener,” sahutnya sambil mengusap - usap dadaku.

“Nanti kalau hamil gimana?”

“Biar aja. Anakku kan dibawa oleh mantan suamiku. Jadi aku ingin hamil lagi.”

“Tapi kita kan gak bisa menikah secara sah, karena kita ini saudara kandung.”

“Memangnya siapa yang ngajak kamu nikah? Biar aja anak kita lahir tanpa perkawinan kita. Yang penting kamu harus ikut menyayangi anak kita nanti ya.”

“Soal itu sih pasti,” sahutku dalam perasaan bingung. Karena belum terbayang apa yang mesti kulakukan kalau Teh Siska mengandung benih dariku.

Tapi biarlah. What ever will be, will be. Apa yang akan terjadi, terjadilah.

Lalu aku tertidur dalam pelukan Teh Siska… dalam keadaan sama - sama telanjang bulat.

Esok paginya aku terbangun agak kesiangan. Sementara Teh Siska sudah tidak di sisiku lagi. Namun terdengar bunyi minyak mendidih. Mungkin Teh Siska sedang memasak sesuatu untuk makan pagi. Aku pun turun dari bed dan melangkah ke kamar mandi pribadi kakak sulungku. Kamar mandi yang sudah ditata serba kekinian.

Kemudian aku mandi sebersih mungkin.

Tak lama kemudian, aku sudah mengenakan pakaianku dan menyisir rambutku. Lalu aku keluar dari kamar Teh Siska, menuju datangnya bunyi minyak mendidih itu.

Ternyata Teh Siska memangf sedang masak di dapurnya yang sudah ditata secara modern pula. Rumah kakak sulungku ini samngat jauh berbeda dengan rumah Bunda. Membuatku tekadku semakin kuat. Untuk meng - upgrade rumah Bunda secara layak.

“Lagi masak apa Teh?” tanyaku sambil mendekap pinggang Teh Siska dari belakang. Saat itu Teh Siska mengenakan kimono sutera putih bersih.

“Lagi bikin nasi kuning. Ini goreng ayam untuk lauknya. Di Thailand ada nasi kuning?“

“Ada. Nasi kuning di Thailand disebut Khao Mok Gai. Di rumah orang tua angkatku juga sering bikin nasi kuning Indonesia.”

“Apa bedanya nasi kuning Thailand dengan nasi kuning Indonesia?”

“Hampir sama saja. Cuma bedanya kalau nasi kuning Indonesia cukup ramai lauk pauknya, sedangkan nasi kuning Thailand hanya mengandalkan ayam goreng dan kuah sup.”

“Pakai kuah sup segala?”

“Iya. Kalau kita beli nasi kuning di sana, pasti penjualnya nanya… Au nam sup? Artinya mau pakai kuah sup? Kalau tidak suka, kita jawab… Mai au nam sup kha. Artinya, tidak pakai kuah sup.”

“Begitu ya. Tapi di Indonesia juga ada nasi kuning Manado yang berbeda lauk pauknya kalau dibandingkan dengan nasi kuning di pulau Jawa. Nasi kuning Manado menggunakan ikan laut yang diiris kecil - kecil dan ditumis sebagai lauknya.”

“Iya. Kuliner di negara kita memang sangat beraneka ragam,” sahutku sambil menoleh ke arah lain. Ternyata Teh Siska sudah memasak sambal goreng tempe, dadar telur yang sudah diiris tipis - tipis dan sebagainya. Selera makanku pun jadi bangkit.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu