2 November 2020
Penulis —  Neena

Diburu Nafsu Incest

Setelah Teh Siska duduk berdampingan dengan Teh Nenden di satu sofa, sementara aku duduk di sofa yang berhadapan dengan mereka, Teh Siska berkata, “Makanya aku minta Donny segera datang, karena adik tersayangku ini mau minta tolong padamu Don.”

“Minta tolong apa Teh?” tanyaku sambil menatap wajah cantik Teh Nenden.

Teh Siska yang menjawab, “Minta tolong dihamilin sama Donny.”

“Ohya?! “aku tersenyum sambil menatap; wajah Teh Nenden lagi.

Teh Nenden tersipu malu. Tapi dia mengangguk perlahan sambil berkata, “Teh Siska memang benar Don. Bisa kan Don? Kebetulan aku sekarang sedang masa subur.”

Aku berpikir sejenak. Lalu berkata, “Boleh. Tapki Teh Siska jangan nonton dulu. Biar aku dan Teh Nenden melakukannya dengan tenang dan nyaman.”

“Oke… kalian boleh melakukannya dengan tenang dan nyaman. Ayo masuk aja ke kamarku… udah diberesin dan dibersihin kok kamarnya. Sudah disemprot pewangi ruangan juga. Biar kalian romantis melakukannya. Semoga Donny benar - benar bisa membuat Nenden hamil ya.”

“Sip dah !” sahutku sambil mengacungkan jempolku, lalu berdiri dan mengikuti langkah Teh Nenden ke dalam kamar Teh Siska.

“Kunciin aja pintu kamarnya… !” seru Teh Siska.

“Iyaaa…” sahut Teh Nenden yang lalu benar - benar menguncikan pintu kamar Teh Siska setelah aku dan Teh Nenden berada di dalam kamar yang terawat rapi dan bersih itu.

Begitu berada di dalam kamar, kudekap pinggang Teh Nenden yang lebih tinggi 5 centimeter dariku itu. “Kalau ketemu di jalan, pasti kita gak saling kenal ya Teh.”

“Iya,” sahut Teh Nenden yang pada saat itu mengenakan gaun panjang berwarna biru langit yang hampir menyentuh lantai saking panjangnya. Kepalanya pun ditutup oleh selendang putih. “Kalau ketemu di jalan sebelum dikenalkan gini, pasti aku cuma menelan ludah, karena bertemu dengan cowok yang tampan gini.

“Waktu aku baru lahir, Teh Nenden juga masih kecil sekali kan?”

“Waktu kamu lahir, aku baru berumur tiga tahun. Mana ingat kejadian waktu usia segitu?”

“Untungnya Teh Nenden cantik. Tinggi badannya international size pula,” kataku sambil mempererat dekapanku dari belakang kakak langsungku itu.

“Kata Teh Siska senjatamu juga international size.”

“Teh Siska ngomong gitu?”

“Iya. Makanya aku juga jadi penasaran… sekalian pengen hamil,” sahut Teh Nenden sambil melepaskan kerudung putih tipisnya. Lalu memutar badannya, jadi berhadapan denganku. Sambil agak membungkuk Teh Nenden merapatkan hidungnya ke hidungku. Tersiar hawa harum dari mulutnya, yang lalu merapatkan bibirnya ke bibirku.

“Selama ini aku merasa sebagai orang paling tinggi di antara orang - orang yang kukenal. Tapi setelah bersama dengan Teteh, aku merasa pendek.”

“Suamiku lebih pendek lagi. Tinggi badannya cuma seratusenampuluh. Kamu sih lumayan tinggi Don,” sahut Teh Nenden sambil duduk di pinggiran bed, sambil melepaskan kancing gaun yang berderet di bagian depannya satu persatu. Kemudian ia melepaskan gaun itu, sehingga tubuh putih mulusnya mulai kelihatan.

Teh Nenden melebihi saudara - saudaraku yang lain. Kulitnya lebih putih daripada Donna dan Teh Siska. Tinggi badannya pun lebih tinggi daripada Donna dan Teh Siska. Bahkan wajahnya pun sedikit lebih cantik daripada Donna dan Teh Siska.

“Buka dong pakaianmu. Masa mau buang - buang waktu? Kita kan berada di kamar Teh Siska,” kata Teh Nenden yang tinggal mengenakan bra dan celana dalam.

Tanpa membantah, kutanggalkan baju kaus dan celana denim serba hitam ini. Sementara Teh Nenden sudah melepaskan behanya, sehingga sepasang payudaranya yang tampak masih fresh itu, seolah menantangku untuk meremasnya.

Dalam keadaan sama - sama tinggal mengenakan celana dalam, aku pun melompat ke atas bed dan menghimpit sepasang toket fresh-nya dengan dadaku.

Sebenarnya aku sedang “mengukur” badan Teh Nenden dengan badanku sendiri, apakah pada saat menyetubuhinya nanti takkan ada kesenjangan ukuran badan?

Tapi ternyata hanya kaki Teh Nenden yang lebih panjang dari kakiku. Dalam keadaan berhimpitan begini, ukuran Teh Nenden sama saja dengan perempuan - perempuan lain. Dari pinggul ke atas tidak ada perbedaan dengan badanku.

Karena itu aku mulai merasa nyaman. Dan mulai menggeluti bibir sensualnya dengan bibirku.

Kemudian Teh Nenden duduk sambil memegangi celana dalamku sambil berkata, “Penasaran ingin lihat bentuk kontolmu yang kata Teh Siska international size itu.”

Kubiarkan saja Teh Nenden menarik memelorotkan celana dalamku sampai terlepas dari kakiku. Dan ia terbelalak sambil memegang batang kemaluanku yang memang sudah ngaceng berat ini (maklum Bunda sudah tiga hari menstruasi, sementara Donna sedang kurang sehat).

“O my God !” seru Teh Nenden sambil mengepit batang kemaluanku dengan kedua telapak tangannya yang terasa halus dan hangat, “Ini kontol manusia apa kontol kuda sih?! Hihihihi… kebayang kalau sudah dimasukin ke dalam memekku… !”

“Buka juga dong celana dalam Teteh, biar aku tau seperti apa memek Teteh itu,” ucapku sambil menunjuk ke arah celana dalam Teh Nenden.

Teh Nenden menciumi “topi baja” penisku, lalu menanggalkan celana dalamnya sambil tersenyum - senyum sendiri.

Begitu celana dalamnya terlepas, Teh Nenden langsung menelentang sambil mengusap - usap memeknya yang sangat bersih dari jembut, bahkan tampak mengkilap saking licinnya.

Spontan aku menelungkup dengan wajah berada tepat di atas kemaluan kakak kandungku. “Wah… memek tembem dan bersih begini sih pasti enak ngejilatinnya Teh.”

“Memang harus dijilatin dulu sebelum dimasukin kontol segede gitu sih. Kalau gak dijilatin dulu pasti sakit waktu penetrasinya,” sahut Teh Nenden sambil merentangkan kedua belah paha putih mulusnya.

“Ini diapain memeknya sampai licin begini Teh? Diwaxing?” tanyaku sambil mengusap - usap memek Teh Nenden.

“Pakai obat perontok rambut. Diwaxing sih kapok. Pedih sekali. Lagian diwaxing sih bisa tumbuh lagi jembutnya, hanya lebih lama tumbuhnya lagi, karena dicabut dengan akar - akarnya.”

Begitu tembemnya memek Teh Nenden ini, sehingga bibir luarnya tersembunyi oleh ketembemannya. Karena itu kungangakan memek kakak langsungku itu, karena ingin tahu seperti apa “dalemannya”.

Setelah memek Teh Nenden kungangakan dengan kedua tanganku… hmmm… bagian dalamnya benar - benar berwarna pink, karena kulit Teh Nenden memang putih sekali, kayak cewek bule.

“Ayo jilatin Don. Jangan dipelototin doang… !” ucap Teh Nenden sambil membelai rambutku yang sudah berada di bawah perutnya.

Sebenarnya aku sedang menilai - nilai betapa sempurnanya Teh Nenden ini (sempurna untuk ukuran manusia biasa). Tubuh yang tinggi semampai, kulit yang putih bersih, wajah yang cantik dan memek yang tembem bersih ini… aaaah… seandainya kelak aku punya istri sesempurna Teh Nenden ini…!

Namun terawanganku dikejutkan oleh “perintah” kakak kandungku itu. Maka dengan sangat bergairah kujilati bagian dalam memeknya yang berwarna pink itu. Begitu lahap aku menjilatinya, sehingga aku tak mau menyisakan semua bagian yang terjangkau oleh lidahku. Demikian pula kelentitnya, mulai kujilati secara massive.

Bahkan aku menggunakan ujung jari tangan kiriku untuk mengelus - elus kelentit Teh Nenden, sementara jari tangan kanan kuselundupkan ke dalam liang memek Teh Nenden yang terasa kecil sekali ini.

Sampai pada suatu saat Teh Nenden berkata terengah, “Cukup Don… uidah basah sekali nih… masukin aja kontolmu.”

“Instruksi” seperti itulah yang kutunggu. Karena air liurku memang sudah membasahi liang memek Teh Nenden, bercampur dengan lendir libidonya sendiri. Maka setelah mendengar perintah itu, aku langsung merayap ke atas perut Teh Nenden sambil meletakkan moncong penisku di mulut vagina kakak kandungku.

Sepasang paha Teh Nenden pun direntangkan lebar - lebar, seolah mengucapkan selamat datang pada alat kejantananku untuk memasuki gerbang surgawinya.

Dan… aku pun mendorong batang kemaluanku sekuat tenaga. Berhasil…! Melesak sedikit demi sedikit sampai lebih dari separohnya.

“Oooooohhh… terasa sekali gedenya punyamu Dooon… “rintih Teh Nenden dengan mata menatapku sambil meringis.

“Soalnya lubang memek Teteh sempit sekali… sampai kayak memek perawan gini saking sempitnya…” sahutku sambil mulai mengayun batang kemaluanku perlahan - lahan dulu. Setelah terasa agak lancar, barulah kugenjot penisku dalam kecepatan normal.

Teh Nenden pun merengkuh leherku ke dalam pelukannya. Lalu menciumi sepasang pipiku, berlanjut mencium bibirku dengan hangatnya. Penisku pun mulai lancar mengentot liang memeknya yang sempit menjepit tapi sudah licin dan hangat ini.

Mulutku pun menemani aksi penisku, dengan mengemut pentil toket kirinya, sementara tangan kiriku meremas toket kanannya. Hal ini kulakukan dengan lembut. Tapi Teh Nenden tampak menikmatinya.

Rintihan - rintihan erotisnya mulai terdengar. Rintihan yang dilontarkan perlahan, mungkin karena takut terdengar oleh Teh Siska di luar kamar sana. “Donny… edaaaan… kontolmu enak banget Dooon… entotanmu serasa mengalir dari ujung kaki sampai ke kepalaku Dooon… iyaaaaa Doooon… entot terus Dooon…

Rintihan itu seolah bisak, karena perlahan sekali. Namun pinggul Teh Nenden mulai bergoyang - goyang erotis sekali. Meliuk - liuk dan menghempas - hempas seolah membentuk angka 8. Sehinggga penisku serasa dibesot - besot dan diremas - remas oleh liang memek sempit menjepitnya. Ini membuatku edan eling.

Maka aku pun melawannya. Dengan mempergencar entotanku. Membuat batang kemaluanku makin cepat bermaju - mundur di dalam jepitan liang sempit yang licin dan hangat itu.

Rintihan - rintihan erotis Teh Nenden pun semakin menjadi - jadi. Tapi suaranya tetap perlahan - lahan, setengah berbisik. “Doon… enak sekali Dooon… oooooh… aku bakal ketagihan dientot ssama kamu Doooon… ayo entot terus Dooon… entot terusssssss… entotttt… entooootttttttt…

entooooottttttt… entoooottttttttt… entooooottttt… entot terussss… Doooon… kontolmu enak Dooon… kontooool… kontooool enak… ooooh… Dooonnnnn. jangan brenti - brenti Dooon… entooot teruuuuusssssssss… entooooot… entotttttttt… iyaaaaaaa… iyaaaa… enaaaak Dooooon…

Cukup lama semua ini terjadi. Mulutku pun pindah sasaran. Menjilati leher Teh Nenden yang sudah keringatan, disertai dengan gigitan - gigitan kecil… membuat Teh Nenden terpejam - pejam sambil memegang sepasang bahuku disertai dengan remasan - remasan lembut. Bahkan sepasang ketiaknya pun tak lepas dari jilatan dan gigitan -gigitan kecilku.

Kelihatannya Teh Nenden sangat enjoy dengan aksiku yang “lengkap” kini.

Sehingga pada suatu saat Teh Nenden berbisik terengah di dekat telingaku, “Don… aku sudah mau lepas. Bisa dibarengin nggak?”

Mengingat Teh Nenden membutuhkan spermaku, spontan permintaannya itu kuiyakan.

Lalu kuintensifkan entotanku, sementara Teh Nenden mulai menggeliat - geliat erotis. Bahkan lalu mengelojot - ngelojot seperti sedang sekarat. Aku pun semakin cepat mengentotnya, dengan harapan ingin secepatnya ejakulasi.

Dan akhirnya aku berhasil mencapai tujuan utama itu. Ketika Teh Nenden mengejang tegang, aku pun sedang menancapkan batang kemaluanku sedalam mungkin, tanpa menggerakkannya lagi.

Lalu sekujur liang kemaluan Teh Nenden bergerak - gerak erotis, seperti spiral yang tengah membelit batang kemaluanku, disusul dengan kedutan - kedutan kencang yang terasa nikmat sekali. Pada saat itu pula moncong penisku memuntah - muntahkan sperma yang sedang dibutuhkan oleh Teh Nenden.

Crrroottttt… crooooooootttt… crooooooottttt… crotcrot… crooootttt…!

Aku berkelojot di atas perut kakakku. Lalu terkulai lemas, seperti kakakku yang juga terkapar lemas di bawah himpitanku.

“Terima kasih Don… mudah - mudahan benihmu bisa membuahi telurku ya,” ucap Teh Nenden lirih.

“erima kasih juga telah diberi kesempatan menikmati memek Teteh yang luar biasa enaknya,” sahutku disusul dengan kecupan mesra di bibir sensualnya.

Keringat pun semakin membanjir di tubuh kami …

Setelah batang kemaluanku dicabut dari liang memek Teh Nenden: “Nanti kasih alamatmu di Bangkok ya Don. Siapa tau pesiar ke sana, sekaligus ketemuan denganmu.”

“Iya Teh,” sahutku sambil turun dari bed. Lalu melangkah ke pintu dan membuka kuncinya. sekaligus membuka pintunya.

“Kok cepet banget? Udahan?” tanya Teh Siska di ambang pintu kamarnya.

“Udah. Kan harus mengimbangi orgasmenya Teh Nenden,” sahutku setengah berbisik. Sementara Teh Nenden masih terkapar di atas bed, dalam keadaan masih telanjang bulat.

Teh Siska berbisik di dekat telingaku, “Sttt… masih kuat ngentot aku?”

Aku tidak menjawab.

“Aaaah… anak muda yang baru duapuluh tahunan sih pasti bisa. Iya nggak?”

Aku mengangguk sambil meraih pergelangan tangan Teh Siska ke dalam kamarnya.

Tentu saja aku masih mampu menyetubuhi Teh Siska. Karena kebetulan sudah tiga hari aku tidak menyetubuhi siapa - siapa. Karena Bunda sedang mens, Donna pun sedang demam flu.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu