2 November 2020
Penulis —  Neena

Diburu Nafsu Incest

**Part 23

Dengan sikap canggung Lingling duduk di pinggiran bed, memandangku yang tengah menanggalkan busanaku sehelai demi sehelai, sampai tinggal celana dalam yang kubiarkan masih melekat di tubuhku.

Dalam beberapa hari ini hubunganku dengan Lingling memang semakin dekat. Tapi aku hanya pernah mencium pipi dan bibirnya saja. Tak pernah lebih dari itu. Maka kini, ketika ia sudah telanjang bulat seperti itu, adalah suatu kejutan yang membangkitkan hasrat birahiku, tentu saja.

Padahal di dalam hati aku sudah bertekad, perawan atau tidak perawan lagi, Lingling tetap harus menjadi salah seorang pendamping hidupku. Namun tentu saja kalau ia masih perawan, jauh lebih baik lagi.

“Rasanya seperti mimpi… tiba-tiba kamu minta dientot…” ucapku sambil naik ke atas bed, tepatnya ke atas perut Lingling yang sudah seperti Hawa waktu pertama kalinya diturunkan ke dunia.

“Minta dibuktikan kesucianku, bukan minta dientot Don,” sahut Lingling sambil mencubit perutku.

“Iya, tapi cara membuktikannya yang memang harus lewat disetubuhi Sayang.”

“Iya deh terserah Donny aja. Boss kan selalu benar,” ucap Lingling sambil mendekap pinggangku erat - erat.

“Hihihiii… jangan suka cemberut gitu Sayang. Cantiknya jadi pudar nanti. Keep smile for me. Karena kalau kamu tersenyum, aku merasa seakan sedang melihat Dewi Kwan Im turun ke dunia.”

“Aku bangga bisa menjadi kekasih Donny. Dan ingin agar kita berdua menjadi suatu kesatuan yang tak terpisahkan lagi,” ucapnya dengan senyum manis. Senyum yang selalu menggetarkan sekujur batinku.

Dan aku jadi bingung sendiri, harus mulai dari mana. Karena tadinya aku belum pernah menyentuh payudaranya sekali pun. Lalu kini, tiba - tiba Lingling dalam keadaan telanjang bulat dan bersikap pasrah sekali.

“Aku tak mau kehilangan senyum manismu,” sahutku disusul dengan ciuman mesra di bibirnya. Yang disambutnya dengan lumatan hangat. Membuatku serasa melayang entah ke mana. Mungkin inilah surga terindahku di dunia ini. Surga yang membuatku tidak ragu untuk menciumi dan menjilati telapak kakinya beberapa saat berikutnya.

Lingling cuma terdiam pasrah. Begitu juga ketika aku mulai menjilati betisnya yang laksana padi membunting… menjilati pahanya yang begitu mulus dan licinnya… kemudian merayap ke selangkangan dan berpusat di kemaluannya yang tercukur bersih, bersih sekali.

Jujur, jantungku berdegup lebih kencang daripada biasanya ketika aku mulai menjilati memeknya yang sudah kungangakan selebar mungkin. Lalu tubuh indahnya mulai menggeliat perlahan, diiringi desahan - desahan erotisnya.

Begitu lahap aku menjilati bagian dalam kemaluannya yang berwarna pink itu. Bahkan setelah menemukan kelentitnya, kufokuskan untuk menjilati bagian yang sebesar kacang kedelai yang mengkilap itu.

Sementara desahan dan geliatan Lingling semakin menjadi - jadi. Tapi suaranya perlahan sekali, sehingga tidak menimbulkan suasana berisik di dalam kamar ini.

Cukup lama aku melakukan semua ini. Tentu saja dengan berusaha untuk mengalirkan air liurku sebanyak mungkin, agar liang memeknya basah sekali. Untuk mempermudah jalannya penetrasi nanti.

Sampai pada suatu saat, ketika aku mau melakukan penetrasi, Liling menurut saja ketika kedua paha putih mulusnya kurenggangkabn selebar mungkin. Kemudian kuletakkan moncong penisku di mulut memek Lingling yang sudah basah kuyup itu.

Tapi, jujur saja, ternyata mengambil keperawanan Lingling tak semudah biasanya. Bahkan boleh kukatakan, inilah “perjuangan menembus selaput perawan” yang paling sulit bagiku selama ini. Lebih dari setengah jam aku berusaha dengan segala cara, namun hasilnya masih nol. Moncong penisku meleset berkali - kali, sehingga aku jadi keringatan sendiri dibuatnya.

Namun dengan tekad yang kuat, akhirnya sedikit demi sedikit batang kemaluanku mulai menembus liang perawan Lingling.

“Udah masuk?” tanya Lingling perlahan.

“Sudah Sayang,” sahutku dilanjutkan dengan kecupan mesra di bibir sensualnya.

Bahkan beberapa saat kemudian aku mulai bisa mengayun batang kemaluanku di dalam liang memek Lingling yang luar biasa sempitnya ini.

Desahan perlahan Lingling pun mulai terdengar, “Aaaaa… aaaaah… aaaa… aaaah… aaaaaa… aaaaaah… aa… aaku benar - benar sudah menjadi milik Donny… aaa… aaaah…”

Aku masih sempat menyahutnya dengan bisikan di dekat telinganya, “Aku bangga bisa memiliki dirimu Ling… aku makin cinta padamu…”

“Aku juga… makin cinta padamu Don… oooohhhh… oooohhhh… rasanya seperti melayang - layang Dooon… Dooon… Doooon… aku cinta Donny… cinta sekali… ooooh…”

Wajar kalau Lingling mendesah dan merintih makin kerap, karena aku merasa liang memeknya sudah beradaptasi dengan ukuran penisku. Sehingga aku bisa mempercepat entotanku sampai pada batas standar. Batas normal. Bukan seperti kecepatan entotan di bokep - bokep yang terkadang membuatku heran dan bertanya - tanya, “Apa enaknya ngentot dengan kecepatan seperti mesin pompa begitu?

Aku selalu ingin melengkapi entotanku dengan aksi tangan dan mulutku. Itulah sebabnya aku mulai mengemut pentil toket Lingling yang sebelah kiri, sementara tangan kiriku mulai meremas toket gedenya yang sebelah kanan. Sementara entotanku tetap bergerak dalam kecepatan normal.

Karuan saja Lingling makin mendesah dan merintih. Tapi tetap dengan suara terkendali. Hanya terdengar laksana bisikan, “Doooon… ooooohhhh… makin lama makin enak Cintaaaa… rasanya semakin melayang - layang gini… saking enaknya Cintaaaa… ooooh… aku mencintaimu dengan segenap jiwaku Dooon…

Setelah puas meremas dan mengemut pentil toket Lingling yang lumayan gede itu, mulutku lalu nyungsep di leher jenjangnya.

Kujilati leher Lingling yang mulai keringatan itu, disertai dengan gigitan - gigitan kecil yang takkan menyakitkan. Ini membuat Lingling makin terlena. Rintihan - rintihan histerisnya terhenti sesaat. Lalu cuma desahan nafasnya yang terdengar, “Aaaaa… aaaaaaah… aaaaaa… aaaaah… aaaaa …

Sesaat kemudian, ketika tangan Lingling berada di dekat kepalanya, kujilati pula ketiaknya yang harum deodorant. Disertai dengan gigitan - gigitan kecil. Bahkan terkadang disertai dengan sedotan - sedotan seperti ingin mencupang ketiak harumnya.

Lingling pun semakin klepek - klepek dibuatnya.

Bahkan pada suatu saat ia menatapku sambil berkata lirih, “Dooon… rasanya seperti ada yang mau keluar di dalam memekku… oooh Doooon… ada yang mau keluar… !”

Lingling berkelojotan. Tapi aku malah mempercepat entotanku sambil berkata terengah, “Itu tanda mau orgasme… lepasin aja Sayaaaang…”

Kelojotan Lingling terhenti. Lalu sekujur tubuhnya mengejang tegang. Sepasang matanya pun terpejam. Nafasnya tertahan.

Pada saat itu pula kutancapkan batang kemaluanku di dalam liang memek Lingling yang terasa sedang berkedut - kedut kencang.

Pada saat yang sama moncong penisku pun menembak - nembakkan lendir kenikmatanku. Crooootttt… crottt… croooottttt… crotcroootttttt… crooootttttt…!

Liang memek Lingling terlalu nikmat buatku. Sementara aku sudah agak lama tidak pernah bersetubuh dengan siapa pun. Sehingga aku tak bisa menahan ejakulasiku lebih lama lagi. Itu pun masih untung, bisa melepasnya berbarengan dengan orgasme Lingling.

Seperti biasa, setelah mencabut batang kemaluanku, kuamati darah di bawah memek Lingling yang tergenang di kain seprai. Benar - benar perawan Lingling itu sebelum kupenetrasi tadi.

Ini sangat kuhormati. Bahwa di usia 24 tahun Lingling masih mampu mempertahankan keperawanannya. Hal ini sesuatu yang langka di zaman sekarang.

Karena itu aku sangat menghormati keteguhan Lingling, dengan kecupan mesra… mesra sekali di bibir sensualnya. “Terima kasih Sayang. Aku sudah membuktikan kesucianmu. Hal ini sangat kuhormati dan kucintai,” ucapku setengah berbisik.

Aku memang sudah menjelaskan kepada Lingling, bahwa targetku akan memiliki istri 4 orang. Dan dua orang sudah siap untuk kuperistrikan, Liza dan Gayatri.

Lingling menerima kenyataan itu dengan tulus. Dan siap untuk menjadi mualaf, lalu menjadi istri ketigaku.

Lingling juga sudah tahu bahwa calon istri pertama dan keduaku adalah kakak beradik.

Sehingga Lingling mengajukan usul agar aku menikahi adiknya yang baru tamat SMA, untuk dijadikan istri keempatku. “Biar aku juga punya saudara sebagai sesama istri Boss,” kata Lingling saat itu.

“Jangan ah. Biar pendidikannya dilanjutkan dulu. Masa baru tamat SMA mau kawin?”

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu