2 November 2020
Penulis —  Neena

Diburu Nafsu Incest

Akutidak mau hypokrit*(munafik).*

Sejak melihatnya pertama kali tadi, aku sudah merasa tertarik dan tergiur oleh kecantikan dan keseksian wanita muda bernama Sheila ini. Tapi tadi aku merasa akan bernegosiasi tentang asset - asset yang akan kujual. Dengan kata lain, aku sedang berbisnis. Dan masalah bisnis tak boleh dicampur adukkan dengan masalah pribadi, begitu salah satu wejangan Papa almarhum.

Maka aku pun laksana “pucuk dicinta ulam tiba”. Aku pun bisa “sambil menyelam minum air”.

Dan aku tahu benar apa yang harus kulakukan dalam suasana seperti ini. Kulepaskan kancing - kancing yang berderet di bagian depan gaunnya yang gemerlapan itu. Sementara Teh Sheila cuma menatapku dengan senyum manisnya yang kian memancing. Lalu ia sendiri yang menanggalkan gaun gemerlapan itu. Dan menggantungkannya di kapstok.

Dalam keadaan tinggal mengenakan bra dan CD, gila… begitu putih dan mulusnya tubuh wanita muda bernama Sheila itu… mengingatkanku kepada Teh Nenden yang kulitnya seputih kulit Teh Sheila ini. Tapi soal postur, Teh Sheila tidak setinggi Teh Nenden.

“Serius ingin jadi pacar saya?” tanyaku sambil memegang kedua pergelangan tangan wanita muda itu.

“Setiap pelaku bisnis harus selalu serius dalam melontarkan setiap ucapannya,” sahut Teh Sheila sambil berjongkok, untuk melepaskan kancing logam dan ritsleting celana denimku. Lalu menurunkan celanaku sampai terlepas dari sepasang kakiku. Kemeja tangan pendekku pun dia yang melepaskannya.

“Body yang atletis… perut yang sixpack… sexy sekali,” ucapnya sambil mengusap - usap dadaku, lalu menepuk - nepuk perutku perlahan.

“Saya merasa seperti tengah bermimpi,” ucapku pada saat tinggal celana dalam yang masih melekat di tubuhku. Sementara wanita itu sudah melepaskan behanya, sehingga keadaannya jadi sama denganku. Sama - sama tinggal mengenakan celana dalam.

“Kenapa? Karena saya yang cantik dan seksi ini menembak duluan?” tanya wanita muda itu sambil meraihku ke atas bed.

“Lebih dari itu. Teteh seolah bidadari yang turun dari langit untuk menaburkan bunga - bunga surgawi di alam birahi saya…” sahutku bernada gombal.

Tapi Teh Sheila justru tersenyum, sambil melingkarkan lengannya di leherku. Dan menyahut, “Ternyata Dek Donny puitis juga ya… membuat hati saya semakin runtuh di kaki pesona Dek Donny…”

Ucapan itu disusul dengan pagutannya di bibirku, yang kusambut dengan lumatan sepenuh gairahku. Sebenarnya hatiku juga sudah runtuh dalam pesonanya, tapi aku tak mau mengatakannya secara lisan.

Dan ketika kami masih saling lumat, tanganku sudah menyelundup ke balik celana dalamnya. Dan menemukan sebentuk kemaluan yang bersih dari rambut… menemukan celah yang mulai membasah, menghangat dan licin…!

Aku memang tak menyangka akan mengalami peristiwa indah ini. Dan tongkat kejantananku langsung ngaceng berat. Tapi aku harus menahan diri, jangan langsung penetrasi. Karena aku ingin mengulur keindahan ini sejauh mungkin.

Mulai dengan menciumi lehernya yang harum dan hangat, dilanjutkan dengan mencelucupi puting payudaranya yang tegang, sementara tanganku mulai meremas payudara satunya lagi… payudara yang terawat sehingga masih sangat kencang. Tubuh wanita itu pun semakin hangat saja rasanya.

Lalu aku melorot turun… menjilati pusar perutnya sambil menurunkan celana dalamnya yang tipis transparan… dan tampaklah sebentuk vagina yang begitu indah di mataku. Vagina yang sudah agak menganga, seolah menantang mulutku agar menggasaknya…!

Sementara wanita jelita bertubuh tinggi langsing tapi padat ini merenggangkan jarak di antara kedua belah pahanya, seolah mengerti apa yang akan kulakukan.

Dan aku mulai melakukannya. Menjilati memek yang sudah kungangakan ini. Menjilati bagian dalam memek berwarna pink ini, sementara ujung jari tangan kiriku mengelus - elus kelentitnya yang dengan mudah kutemukan.

Wanita kaya raya yang jelita itu mulai menggeliat - geliat sambil meremas -remas sepasang bahuku, meremas - remas kain seprai dan meremas - remas rambutku. Hal itu justru membuatku semakin bergairah untuk menggencarkan jilatan dan elusanku di kelentitnya.

Sehingga dalam tempo singkat saja memek Teh Sheila sudah basah kuyup oleh air liurku.

Lalu terdengar suara wanita itu yang mulai memperlihatkan jati dirinya, “Cukup Deeek… masukkan aja penisnya…”

Tanpa banyak bicara lagi aku berlutut sambil melepaskan celana dalamku. Lalu memegang batang kemaluanku yang sudah ngaceng berat ini dan mengarahkan moncongnya ke permukaan mulut vagina wanita muda itu.

“Wow…! Penis Dek Donny sepanjang dan segede gitu?!” seru Teh Sheila yang baru melihat bentuk senjata pusakaku ini.

Aku cuma tersenyum dan mengangguk. Lalu mendorong penisku sekuat tenaga.

Leeephhh… hanya masuk kepalanya saja. Kudorong lagi… hanya masuk sampai leher penisku.

“Gila… udah dijilatin sampai basah juga masih seret gini masuknya Dek…” ucap Teh Sheila sambil merentangkan sepasang pahanya semakin lebar, mungkin agar penisku bisa masuk dengan lancar.

“Liang memek Teteh sempit sekali, kayak yang belum pernah melahirkan,” sahutku setelah berhasil membenamkan penisku hampir separohnya.

“Me… memang belum pernah melahirkan… almarhum suami saya kan sudah tua… sudah gak ada benihnya lagi…”

Aku tidak menanggapinya lagi, karena aku sudah mulai mengayun penisku, perlahan - lahan tapi pasti… bahwa makin lama penisku makin dalam masuknya pada waktu kudorong.

Akhirnya aku bisa mengayun penisku dengan lancar, karena liang memek Teh Sheila sudah beradaptasi dengan ukuran batang kemaluanku, dibantu pula dengan lendir libidonya yang semakin banyak membasahi dinding liang memeknya.

Entotanku yang mulai lancar ini mulai diiringi rintihan - rintihan histeris dan erotis Teh Sheila. “Deeeek… oooo… ooooh… Deeeek… ba… baru sekali ini saya merasakan penis segede dan sepanjang punya Dek Donny… ooo… ooooh… ini… lu… luar biasa enaknya Deeeek… oooooh Deeeeek…

Suara rintihan itu perlahan sekali. Mungkin dia takut kalau suaranya terdengar ke luar.

karena itu aku menghentikan entotanku sejenak sambil berkata, “Lontarkan saja rintihan erotis TGeteh sekuatnya… jangan takut, kamar ini kedap suara. Walau pun Teteh menjerit - jerit, takkan terdengar ke luar… !’

Kemudian kulanjutkan entotanku yang semakin lama semakin massive ini.

Teh Sheila pun mulai menggoyang - goyangkan pinggulnya dengan gerakan yang erotis dan syur. Sementara rintihan - rintihan erotisnya pun semakin keras dan menjadi - jadi. Suaranya tidak ditahan - tahan seperti tadi lagi.

“Ayo entot teruuus Deeeeek… eeentoooot teruuuuussssss… ini luar biasa enaknyaaaa… enaknyaaaaaaaa… entoooootttt… entoooootttttttt… iyaaaaaaaa… iyaaaaaaaa… entooot teruuuusssssssss… entoooootttt… iyaaaa… iyaaaaaa… ooo… oooooohhhhhhhh… enaknyaaaaaaa…

Rintihan dan desahan nafas teh Sheila membuatku semakin bergairah untuk mengentotnya habis - habisan. Sementara mulutku pun mulai beraksi. Mulai menjilati leher jenjangnya disertai dengan gigitan - gigitan kecil… membuat sepasang mata bundar bening itu merem melek.

Entah kenapa, kali ini aku menyetubuhi perempuan dengan tekad ingin membuatnya puas… puas sekali. karena mengingat dia sudah sekian lamanya menjanda. Selain daripada itu, mungkin di lain waktu aku membutuhkan dirinya sebagai relasi bisnisku.

Maka ketika ia mulai kelojotan pada saat aku sedang menjilati ketiaknya yang harum, aku pun menggencarkan entotanku dengan satu tujuan: Ingin berejakulasi bersamaan dengan detik - detik orgasmenya.

Ternyata aku berhasil mencapai titik puncak itu secara bersamaan.

Kami jadi seperti sepasang manusia yang sedang kerasukan. Mulut Teh Sheila ternganga pada saat sekujur tubuhnya mengejang tegang, sambil mencengkram bsepasang bahuku kuat - kuat seakan ingin meremukkan tulang - tulang bahuku. Aku pun menancapkan penisku sedalam mungkin, sambil meremas sepasang toket yang sangat terawat dan masih sangat kencang ini.

Lalu… moncong penisku menembak - nembakkan pejuhku di dalam liang memek Teh Sheila. Crooot… crot… croooooooottttttt… croooooooootttt… crotcrottt… croootttttt… crooootttt…!

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu