2 November 2020
Penulis —  Neena

Diburu Nafsu Incest

**Part 10

Sebelum meninggalkan kamar yang tadinya selalu dijadikan tempat istirahat Papa itu, Bu Yeyen memelukku dari belakang, sambil berkata setengah berbisik, “Gairah saya sudah lama terpenjara dan seolah mati. Tapi sekarang saya merasakannya kembali. Boss telah menghidupkan kembali gairah saya. Terima kasih Boss.

Sebenarnya aku sedang memikirkan Adelita yang sudah kujanjikan akan kuajak terbang bersama ke negara kami. tapi aku tak mau mengecewakan Bu Yeyen, karena dia termasuk orang kubutuhkan di dalam bisnisku. Lagipula tubuh seksinya itu, mungkin akan sering kubutuhkan untuk “refreshing”.

Karena itu aku memutar badanku jadi berhadapan dengan wanita setengah baya itu. Lalu kucium bibirnya dengan lembut. “Terima kasih Bu Yeyen. Apa yang telah terjadi barusan, takkan terlupakan. Aku akan sering - sering ke Singapore untuk merasakan legitnya yang satu ini,” kataku sambil mengusap - usap memeknya yang masih belum tertutupi celana dalam.

Bu Yeyen tersenyum ceria.

Lalu kataku, “Ohya… Adelita itu akan ikut ke Indonesia, karena kampungnya tidak jauh dari kotaku. Menurut pengakuannya, sudah dua tahun dia tidak pulang kampung. Berapa lama dia mendapat izin cuti?”

“Kalau Boss yang bawa, masa cutinya terserah Boss. Memang kasian juga dia itu. Kerjanya rajin dan teliti. Saking tekunnya bekerja, sampai lupa pulang. Kapan Boss mau terbang ke Indonesia?”

“Mungkin besok, mungkin juga lusa,” sahutku.

“Iya… silakan aja Adelita diajak terbang bersama Boss. Supaya dia bisa menikmati terbang gratis. Hihihiii…”

Lalu Bu Yeyen mengenakan pakaiannya kembali, sementara aku keluar dari kamar itu, mencari Adelita di gallery. Setelah kelihatan dia masih berada di tempat semula, aku menghampirinya dan berkata perlahan, “Nanti bilang aja sama Bu Yeyen bahwa kampungmu sangat dekat dengan tempat tinggalku ya.”

“Iya Boss. Emangnya Boss sudah ngasih tau Bu Yeyen?”

“Sudah. Dan kamu dikasih izin cuti.”

“Maaf… berapa hari izin cuti saya Boss?”

“Bu Yeyen menyerahkan padaku tentang masa cutimu itu. Jadi tenang aja ya. Nanti aku yang menentukan semuanya.”

“Siap Boss.”

Kemudian kuberikan uang 50 dollar Singapore padanya sambil berkata, “Ini untuk taksi menuju hotelku nanti ya.”

“Siap Boss. Terima kasih,” sahut Adelita sambil tersenyum manis. Hmmm… manis sekali senyum Adelita itu…!

Lalu aku meninggalkan galleryku.

Sebenarnya aku ingin mengunjungi pabrik peninggalan Papa di Singapore ini. Tapi hari sudah mulai malam, sehingga kubatalkan niat itu dan pulang ke hotel dengan taksi.

Di dalam hotel, aku mandi sebersih mungkin. Sambil membayangkan apa yang sudah terjadi dengan Bu Yeyen dan apa yang akan terjadi dengan Adelita nanti. Setelah mandi kupakai baju dan celana piyamaku, tanpa mengenakan celana dalam. Lalu menunggu datangnya Adelita yang terasa lama sekali.

Sampai pada suatu saat…

Seorang bellboy mengantarkan Adelita ke kamarku. Kuberi bellboy itu tip, 3 keping uang coin pecahan 2 dollar Singapore (SD).

“Thank you,” ucap bellboy itu. Aku mengangguk sambil tersenyum. Di dalam hati aku berkata, tumben ngomong thank you bukan thank you aaa… hahahaaaaaaaa…!

Setelah bellboy itu berlalu, kututupkan kembali pintu sekaligus menguncinya. Lalu menghampiri Adelita yang sudah duduk di satu - satunya sofa dan berada di dekat jendela.

Lalu aku duduk di sebelah kanan Adelita, yang pada saat itu mengenakan celana jeans dengan baju kaus berwarna hitam. Sambil melingkarkan lengan kiriku ke pinggangnya. “Kamu punya perasaan khusus padaku ya …” ucapku perlahan.

Adelita tersipu dan menyahut dengan suara nyaris tak terdengar, “Kok Boss bisa tau?!”

“Feelingku tajam Del. Coba ngomong deh sejujurnya, apa yang kamu rasakan?”

“Saya memang punya perasaan lain pada Boss… tapi saya tau diri… tau siapa saya dan siapa Boss,” sahut Adelita sambil menundukkan kepala.

“Yang jelas dong ngomongnya. Perasaanmu padaku itu bagaimana sebenarnya?” tanyaku sambil membelai rambutnya.

“Sa… saya suka sekali sama Boss… hati saya seperti sudah bertekuk lutut di bawah daya pesona Boss. Mohon Boss jangan marah ya…”

Sebagai jawaban, kurapatkan pipiku ke pipi Adelita. Sambil berkata, “Kalau kamu membenciku, mungkin aku marah. Tapi kalau kamu suka, masa aku marah padamu?”

Lalu Adelita menatapku dengan sorot ragu, namun senyum manis berlesung pipitnya menghiasi wajah cantiknya kembali.

“Kamu pernah pacaran berapa kali selama ini?” tanyaku.

“Ah, cuma cinta monyet waktu masih di SMP dan SMA, Boss.”

“Umurmu sekarang berapa tahun?”

“Sembilanbelas Boss. Setelah lulus SMA saya kan dipekerjakan di gallery punya Boss.”

“Lalu sudah punya pengalaman dengan cowok?”

“Maaf… pengalaman apa maksudnya?”

“Pengalaman dalam soal sex?”

“Iiiih… saya sih dicium bibir juga belum pernah. Kalau dicium pipi memang pernah. Tapi kalau cowoknya minta cium bibir, selalu saya tolak.”

“Kenapa nolak cium bibir?”

“Karena kata Mamah, kalau ciuman bibir itu pasti menjalar ke mana - mana. Jadi Mamah melarang saya ciuman bibir, supaya bisa menjaga kehormatan, katanya.”

“Hebat. Berarti kamu masih perawan?”

“Masih Boss.”

“Boleh kubuktikan?”

“Silakan. Asalkan saya jangan disia - siakan sesudahnya.”

“Iya… sekarang mandi dulu gih. Aku mau ke luar dulu sebentar.”

“Iya Boss.”

“Nanti setelah mandi, ganti pakaiannya dengan gaun rumah… bawa daster nggak?”

“Bawa Boss.”

Kemudian aku keluiar dari kamar dan menuju front office sambil melambaikan tangan ke seorang bellboy.

Setelah bellboy itu mendekat, aku berkata padanya, “I need birth control tablets and massage lotions. Can you buy it at the pharmacy?”

(Saya membutuhkan tablet KB dan lotion pijat. Bisakah kamu membelinya di apotek?)

Bellboy itu mengangguk sopan sambil menyahut, “Yes, young master I can buy it. “(Ya, tuan muda saya bisa membelinya).

Kemudian kuberikan selembar uang pecahan 50 dollar Singapore.

Bellboy itu pergi ke luar hotel, sementara aku duduk di lobby sambil baca - baca koran Singapore. Sampai bellboy itu datang lagi sambil membawa kantong plastik kecil berisi pesananku. Setelah memberi tip10 dollar Singapore kepada bellboy itu, aku pun kembali lagi ke dalam kamarku.

Terdengar bunyi pancaran air dari kamar mandi. Adelita benar - benar sedang mandi. Aku pun duduk di sofa yang cuma satu (bukan 1 set) ini

(maklum bukan hotel five star).

Yang membuatku nyaman, di sekitar hotel ini banyak makanan murah meriah. Ada food market yang berada di seberang jalan hotel, ada pula kedai nasi muslim yang sejajar dengan hotel. Dan yang jelas suasananya tidak berisik seperti di Orchard Road.

Tak lama kemudian Adelita muncul dari dalam kamar mandi, mengenakan daster satin putih yang agak pendek, sehingga sebagian paha putih mulusnya tampak di mataku.

Dengan sejujurnya aku menilai di dalam hati, bahwa Adelita adalah cewek tercantik di antara sekian banyak cewek yang pernah kukenal…!

Tapi aku tidak mengucapkannya secara lisan. Aku hanya berkata, “Nah… kalau udah mandi seger kan?”

“Iya Boss,” sahutnya sambil tersenyum.

“Ayo duduk di sini lagi,” kataku sambil menepuk kulit sofa yang kududuki. Adelita pun duduk di samping kiriku.

Lalu kulingkarkan lengan kiriku sambil mendekatkan mulutku ke bibirnya, “Kalau aku ingin mencium bibirmu boleh nggak?”

“Kalau buat Boss sih mau ngapain juga boleh, asalkan jangan menyakiti hati saya aja.”

“Kamu nyadar gak, kenapa aku mengajakmu ke sini dan memintakan izin sama Bu Yeyen segala untuk cutimu selama dua minggu?”

“Saya tidak berani menebak - nebak Boss. Takut salah tebak.”

Sambil memegang tangannya erat - erat, aku berkata, “Kalau gitu dengarin ya… aku mengajakmu ke sini dan mengajakmu terbang ke Indonesia, karena apa? Karena aku suka padamu, Del.”

“Boss… ooooh… rasanya ucapan Boss barusan masuk ke hati saya… terima kasih Boss. Saya sangat bahagia mendengarnya…” ucap Adelita sambil memegangi dadanya. “Silakan cium bibir saya Boss… karena saya juga ingin merasakan bagaimana rasanya dicium oleh sosok yang belakangan ini sudah menjadi idola saya.

Aku tersenyum dan tidak menganggap lebay pada ucapan Adel itu. Lalu kupagut bibir sensualnya ke dalam ciuman dan lumatanku, sambil melingkarkan lengan kiriku di lehernya, sementara tangan kananku memegang lututnya yang terbuka di bawah daster putihnya.

Sebenarnya ada rasa penasaran di dalam hatiku. Penasaran ingin membuktikan apakah dia benar - benar masih perawan atau tidak. Tapi aku belum pernah mendapatkan sasaran yang masih perawan. Sehingga aku jadi kebingungan sendiri tentang bagaimana cara untuk memulainya?

Aku pun takkan terlalu memaksakan diri untuk membuktikan keperawanan Adelita. Aku ingin ingin semuanya mengalir tanpa memaksakan kehendakku. Maklum, beberapa saat yang lalu aku baru saja menyetubuhi Bu Yeyen yang bodynya amat seksi itu.

Tapi tangan nakalku mulai gatal ketika aku masih melumat bibir Adelita ini. Tangan nakalku mulai memegang lututnya lalu merayap ke arah pahanya. Adelita tidak meronta sedikit pun. Bahkan mendekap pinggangku erat - erat, dengan mata terpejam.

Ketika tanganku sudah berada di balik celana dalamnya pun, dia tidak meronta atau pun menepiskan tanganku. Sepasang mata indahnya pun tetap terpejam.

Aku hanya mengusap - usap permjukaan memeknya yang bersih licin, tak terasa menyentuh bulu jembut sama sekali. Lalu melepaskan ciumanku dan berbisik, “Kalau tidak keberatan, lepaskan dastermu, Del.”

Adelita membuka kelopak matanya. Menatapkju dengan sorot pasrah. Lalu melepaskan dasternya lewat kepalanya. Sehingga bentuk tubuhnya sangat jelas di mataku. Tubuh yang tinggi semampai dengan kulit kuning langsat yang sangat mulus dan wajah jelita berlesung pipit di kedua pipinya.

Lalu… tubuh mulus yang tinggal mengenakan beha dan celana dalam serba putih itu kuangkat dan kubopong ke arah bed. Lalu kuletakkan di atas bed dengan hati - hati.

“Bolleh aku membuktikan perawan tidaknya kamu Del?” tanyaku sambil duduk di sisi Adelita yang terlentang pasrah.

“Silakan aja Boss.”

“Kamu takkan menyesal setelah tidak perawan lagi nanti?” tanyaku sambil mengusap - usap perutnya yang kempis, tidak buncit.

“Tidak. Bahkan saya akan bangga karena yang mengambil kesucian saya adalah orang yang sangat saya kagumi… ‘

“Kalau begitu aku akan membuktikannya ya. Dan itu berarti, aku akan menyetubuhimu Del. Apakah kamu sudah siap?”

‘Siap Boss. Silakan aja lakukan apa yang terbaik bagi Boss dan terbaik pula bagi saya.”

Lalu aku membuka kancing beha Adelita yang terletak di punggungnya, lalu Adelita sendiri yang melepaskan beha itu. Dilanjutkan dengan melepaskan celana dalamnya. “Hmmm… tubuhmu indah sekali Del. Setelah terbukti kamu perawan, kamu akan menjadi milikku nanti.”

‘Iya Boss… saya akan semakin bangga kalau punya kesempatan untuk menjadi milik Boss,” sahutnya bernada pasrah.

Benarkah Adelita sampai sejauh itu mengagumiku, sehingga dia akan merasa bangga kalau aku mengambil keperawanannya (kalau ia memang masih perawan)?

Entahlah. Tapi kalau ia bertanya padaku dan aku harus menjawabnya secara jujur, sesungguhnyalah aku pun akan merasa bangga seandainya Adelita menjadi milikku. Tapi aku tidak mengucapkannya. Cukup menyimpannya saja di dalam hati. bahwa kalau dia benar -benar perawan, aku akan memelihara, melindungi, memanjakan dan menata masa depannya.

Maka aku pun tak buang - buang waktu lagi. Kulepaskan baju dan celana dalamku, sehingga aku pun telanjang bulat seperti Adelita.

Adelita tampak seperti gentar menyaksikanku sudah sama - sama telanjang seperti dia. Namun aku berusaha mengusir kegentarannya dengan merayap ke atas tubuhnya, lalu menghimpitnya sambil mencium bibirnya dengan segenap kemedsraan yang kumiliki.

“Boss… saya seperti tengah bermimpi… “gumam Adelita pada saat aku sedang mengemut pentil toketnya yang masih sangat kencang, sambil membelai rambutnya dengan lembut.

Aku tahu betul bahwa dalam suasana yang krusial seperti ini, aku harus bersikap selembut mungkin padanya.

Kemudian aku melorot turun, untuk menjilati pusar perutnya… lalu melorot lagi sehingga wajahku sudah berhadapan dengan memeknya yang cuma tampak seperti garis lurus dari atas ke bawah. Karena ketembeman memeknya menutup bibir luar vaginanya itu.

Lalu kukuakkan “garis lurus” itu dengan kedua tanganku. Sehingga memeknya jadi ternganga dan bagian dalamnya yang merah muda itu pun tampak di mataku.

Lalu lidahku pun mulai beraksi. Menjilati bagian dalam yang kemerahan itu.

Adelita tersentak pada awalnya. Tapi lalu terdiam setelah aku menggencarkan jilatanku. Bahkan ia mulai menggeliat - geliat erotis, seperti ular yang terinjak kepalanya…

Bahkan ketika aku mulai grencar menjilati kelentitnya, geliat - geliat erotisnya pun mulai diiringi desah - desah nafasnya, “Aaaaaa… aaaaaaaahhhh… aaaaaa… aaaaahhhh… aaaaaa… aaaaaahhhh… aaaaaaa… aaaaaaaaahhhh…”

Sambil menjilati celah kewanitaannya, aku perhatikan benar “keadaan” di dalam kemaluannya yang sulit untuk dilihat tanp[a lampu senter. Tapi jelas terlihat bahwa liangnya itu sangat kecil. Jelas harus dibantu oleh lotion yang tadi dibelikan oleh bellboy hotel ini.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu