2 November 2020
Penulis —  Neena

Diburu Nafsu Incest

Part 25

Ternyata Donna selalu berusaha untuk mengikuti apa pun yang kuinginkan. Donna selalu berusaha menyenangkan hatiku. Dalam pertemuanku dengan Donna sebelumnya, kukatakan bahwa aku sudah mulai jenuh dengan memek botak dan botak lagi.

Dan kini sesuatu yang berbeda telah tampak di mataku. Bahwa memek Donna jadi berjembut. Jadi trendnya seperti terbalik. Memek Bunda dicukur gundul, sementara memek Donna malah berjembut.

Sebenarnya aku akan menyetubuhi Donna dio samping Bunda yang sudah tertidur. Tapi sesaat kemudian Bunda membuka matanya dan berkata, “Donna… di kamarmu aja gih. Biar bunda nyenyak tidurnya. Nanti subuh kan mau belanja ke pasar.”

“Iya Bun,” sahut Donna sambil memberi isyarat padaku agar pindah ke dalam kamarnya.

Aku mengangguk. Tapi aku mencium bibir Bunda dulu, disusul dengan bisikan, “Aku mau ke kamar Donna dulu. Tapi nanti tidurnya sama Bunda di sini ya. Udah kangen bobo dalam pelukan Bunda.”

Bunda mengusap - usap rambutku sambil menyahut, “Nanti subuh bunda mau belanja ke pasar, untuk kebutuhan café. Kalau bunda kurang tidur, bisa sakit nanti. Bobo sama Donna aja ya Sayang.”

“Iya deh,” jawabku sambil menepuk - nepuk memek bunda yang masih telanjang. Lalu keluar dari kamar bunda sambil meraih pakaianku dan kubawa ke kamar Donna.

Pakaian itu kuilemparkan ke atas lemari pendek, lalu memperhatikan Donna yang sudah berada di atas bed dalam keadaan telanjang seperti aku.

Tadi aku sudah habis - habisan menyetubuhi Bunda. Tapi aku belum ejakulasi. Karena itu tentu saja “si dede” masih ngaceng dan menuntut dientotkan lagi di dalam liang memek.

“Kamu masih ikutan kabe Don?” tanyaku sambil naik ke atas bed.

“Masih lah.”

“Gak pengen punya anak dariku?” tanyhaku sambil mengusap - usap jembut Donna.

“Jangan dong. Kita memang incester. Tapi kita hidup di tengah masyarakat yang masih konservatif. Lagian kalau aku punya anak darimu, lantas setelah besar anaknya bertanya siapa ayahnya… pasti bingung aku menjawabnya kan?”

“Iya, kamu benar juga. Terus langkah kita selanjutnya bagaimana? Hubungan kita tetap akan berjalan seperti ini?”

“Mmm… pasti akhirnya kita harus kawin dengan orang lain. Tapi meski kamu sudah punya istri dan aku pun sudah punya suami, aku ingin agar hubungan rahasia kita tetap berjalan seperti biasa.”

“Oke. Kalau begitu aku setuju. Hmmm… padahal di salah satu provinsi di negara kita ada tradisi yang unik. Kalau anak kembar berlainan jenis kelamin, salah satu anaknya diberikan kepada orang lain. Tapi setelah besar dinikahkan, karena sudah membawa jodoh dari lahir katanya. Tapi gak tau apakah sekarang tradisi itu masih dilakukan atau sudah ditinggalkan.

“Iya, aku juga pernah dengar cerita tentang tradisi itu. Jodohnya sudah ada sejak kedua anak kembar itu masih dalam perut ibu mereka. Kalau di sini ada tradisi seperti itu, pasti kita sudah menjadi suami istri ya.”

Sambil menmyelusupkan jari ke dalam liang memek Donna, aku berkata, “Kalau sekadar ingin menikah, di louar negeri juga bisa kita lakukan. Tapi waktu pulang ke sini, malah bisa bikin heboh nanti. Ohya… kamu kan di café terus. Apakah ada cowok yang ngeceng kamu?”

“Ada yang serius sama aku. Dia seorang duda yang baru ditinggal mati oleh istrinya. Dia seorang pengusaha tajir. Terlihat dari mobil yang biasa dipakai pun mobil yang harganya milyaran.”

“Nah bagus itu. Terima aja cintanya, kan kita bisa tetap berhubungan secara rahasia.”

“Sudah tua Don,” sahut Donna, “Umurnya sudah limapuluh lebih.”

“Gak apa. Malah bagus kalau sudah tua. Dia bakal menerima kamu apa adanya.”

“Maksudmu apa adanya dalam hal apa?”

“Kamu kan gak perawan lagi. Kalau lelaki yang sudah berumur, pasti mau menerima kamu apa adanya.”

“Dia orang Belanda Don. DIa memang sudah jadi WNI, karena istrinya almarhumah orang Indonesia. Tapi agamanya… dia bukan mualaf Don.”

“Coba aja bujuk agar menjadi mualaf. Siapa tau dia mau.”

“Sudah kubilang begitu. Dia mau memikirkan dulu katanya. Eeeh… kamu mau kuoral?”

“Nggak ah. Aku waktu sama Bunda tadi kan belum ngecrot. Masih ngaceng gini ngapain dioral segala? Aku justru ingin jilatin memekmu. Pengen tau bagaimana rasanya menjilati memek berjembut begini.”

“Ya udah… jilatin deh memekku,” ucap Donna sambil celentang dan mengangkang.

Aku tersenyum sambil melorot turun dan berhenti setelah wajahku berada di atas memek Donna yang kini berjembut.

Kuusap - usap dan kusibakkan jembut Donna agar menjauh dari bagian yang akan kujilati. “Memekmu harum gini. Pakai parfum apa?” tanyaku, “Harumnya unik gini… seperti aroma pegunungan.”

“Pakai ramuan therapy. Kalau pakai parfum sih bisa panas memekku,” sahut Donna.

“Ooo… pantesan. Tapi mantap harumnya Don. Kamu boleh pakai terus ramuan itu.”

“Iya Donny sayang… apa pun akan kulakukan demi cintaku padamu.”

Lalu aku tidak bicara lagi, karena lidah dan bibirku mulai “sibuk” menjilati memek saudara kembarku. Semua bagian yang terjangkau oleh lidah, kujilati dengan lahap. Lahap sekali. Memang harum udara pegunungan yang begini natural membuatku sangat bersemangat untuk menjilati memek Donna.

Bahkan pada suatu saat, kuemut kelentitnya. Kujilat - jilat dan kuisap - isap dengan kuatnya.

Donna pun menggeliat - geliat sambil, meremas - remas rambutku. “Dooon… dudududuuuuh… kalau itilku yang dijilatin begini… aku pasti orgasme… aaaaaah… Doooon… aaaaaah… aku bisa cepat lepas Dooon… aaaaaaah… Doooniiii… jangan nakal gini dong… aku… aku mau lepasssssss…

Donna mengejang tegang, sementara akku malah semakin lahap menjilati kelentitnya, sambil memasukkan dua jari tanganku ke dalam liang memeknya pula.

Dan… jari tanganku bisa merasakan liang memek Donna mengejut - ngejut… disusul dengan basahnya liang sanggama saudara kembarku ini.

Donna terkulai lemas. Pada saat itulah kubenamkan kontolku ke dalam liang memeknya. Blessssss… kontolku bisa dengan mudah memasuki liang kemaluan saudara kembarku, karena dia baru mengalami orgasme.

Donna mendekapku erat - erat sambil berkata setengah berbisik, “Jangan dientotin dulu Sayang… aku baru orgasme… masih ngilu - ngilu.”

Kuikuti saja permintaannya. Kurendam kontolku di dalam liang memek Donna yang terasa hangat dan sangat basah ini.

“Enak orgasmenya barusan?” bisikku sambil merapatkan pipiku ke pipi Donna.

“Ya enaklah. Masa orgasme gak enak. Kamu nakal iiih… belum apa - apa aku udah orgasme jadinya.”

“Santai aja Sayang. Kan biasa juga kamu suka dua atau tiga kali orgasme kalau kusetubuhi.”

“Iya sih… mmm… ayo entotin Don. Sekarang udah hilang ngilu - ngilunya.”

Sesuai dengan permintaan Donna, aku pun mulai mengayun kontolku di dalam liang memek saudara kembarku.

Donna pun mulai mendesah - desah sambil menciumi bibirku bertubi - tubi.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu