2 November 2020
Penulis —  Neena

Diburu Nafsu Incest

**Bab 27

Telapak tanganku mulai mengusap - usap paha Mbak Kaila. Sambil merasakan liucin dan mulusnya paha putih wanita 35 tahunan itu. Pada saat yang sama Mbak Kaila pun memegang batang kemaluanku sambil bertanya, “Boleh saya emut punya Boss ini?”

“Iya,” sahutku sambil menelentang dan menunggu aksi Mbak Kaila.

Mbak Kaila pun tengkurap di antara sepasang pahaku yang kurentangkan. Lalu dengan cekatan ia mengulum kontolku. Lalu bibir sensual itupun naik turun, sehingga kontolku dibikin keluar masuk di dalam mulutnya.

Tiada kata - kata lagi yang terlontar dari mulut kami. Mulut dan tangan Mbak Kaila sedang asyik mengoral kontolku. Sementara aku pun sedang asyik mengelus - elus memek Mbak Kaila yang berjembut tapi tergunting dengan rapi itu.

Setelah batang kemaluanku benar - benar tegang, tadinya aku ingin menjilati memek Mbak Kaila. Tapi ia sudah berjongkok sambil meletakkan moncong kontolku di ambang mulut memeknya. Lalu ia menurunkan badannya. Sehingga… blesssss… kontolku pun masuk ke dalam liang memek wanita setengah baya yang tubuhnya masih kencang padat itu.

“Maaf ya Boss… saya main di atas…” ucap Mbak Kaila sambil menatapku dengan sorot sayu. Sorot mata wanita yang sudah dilanda horny berat.

“Iya… kita ganti - ganti posisi aja nanti ya Mbak,” sahutku.

Mbak Kaila pun mulai beraksi. Laksana wanita yang sedang menunggang kuda, bokongnya naik turun dengan gencarnya. Dengan sendirinya kontolku pun dibesot - besot terus oleh liang memeknya yang terasa empuk tapi legit.

Dalam posisi WOT begini, aku pun bisa meremas - remas sepasang toketnya yangberukuran sedang, kecil tidak gede pun tidak.

Namun seperti biasa, menurut pengalamanku wanita yang main di atas seperti ini takkan bisa bertahan lama. Karena moncong kontolku selalu menyundul - nyundul dasar liang memeknya. Karena “daleman” memek Mbak Kaila turun semua.

Maka dalam tempo belasan menit saja dia suah ah - eh - oh. Lalu ambruk ke dalam dekapanku.

“Kenapa? Udah orgasme Mbak?” bisikku.

“Iii… iya Boss. Punya Boss terlalu enak sih. Ereksinya sempurna sekali,” sahutnya.

Aku tidak menanggapinya. Lalu kami menggulingkan badan kami dengan hati - hati, agar kontolku tetap tertanam, di dalam liang memek Mbak Kaila.

Setelah posisi kami berbalik, aku di atas dan Mbak Kaila di bawah, aku masih sempat membisikinya, “Memek Mbak enak sekali. Legit dan kenyal.”

Mbak Kaila tersenyum dan menyahut, “Punya Boss juga luar biasa enaknya. Bikin saya gak tahan lama barusan, saking enaknya.”

Lalu aku mulai mengayun batang kemaluanku di dalam liang memek Mbak Kaila yang semakin licin tapi belum becek, meski dia baru orgasme tadi.

Ketika entotanku masih pelan - pelan, Mbak Kaila berkata setengah berbisik, “Boss… saya sudah kepalangan basah. Karena itu saya siap meladeni Boss kapan pun Boss inginkan…”

“Iya,” sahutku, “memek Mbak ini luar biasa enaknya. Jadi di hari - hari mendatang, kita bisa melakukannya di sini pada jam makan siang seperti sekarang…”

“Siap Boss… ooooooohhhh… ini mulai enak lagi Bossssss… oooohhhh… ooooohhhh… luar biasa enaknya punya Boss ini… oooooohhhhh… aaaaaah… saya bakal ketagihan kalau begini sih Bosssss…” ucap Mbak Kaila sambil menggeol - geolkan bokong gedenya. Memutar - mutar, meliuk - liuk dan menghempas - hempas.

Mbak Kaila pun merintih terus dengan mata kadang terpejam kadang melotot. Terlebih lagi setelah kulengkapi aksiku dengan menjilati lehernya disertai dengan gigitan - gigitan lembut. Sementara tanganku ikut beraksi juga untuk meremas toket Mbak Kaila dan mengelus - elus pentilnya. Maka Mbak Kaila pun semakin klepek - klepek saja dibuatnya.

Mulutnya meringis - ringis. Tapi geolan pantatnya semakin menjadi - jadi. Ia senang sekali menukikkan memeknya sambil menghempaskan bokongnya ke atas kasur. Dengan gerakan ini, kelentitnya terus - terusan bergesekan dengan kontolku.

Terus terang saja, aku sangat menikmati persetubuhanku dengan Mbak Kaila ini. Sehingga kalau aku tidak menahan diri, mungkin bisa ngecrot sebelum waktunya. Tapi aku berusaha menahannya dengan caraku sendiri. Dengan membayangkan yang aneh - anah dan buruk - buruk. Agar jangan sampai mendahului Mbak Kaila.

Aku pun memutar otak. Lalu mengajaknya posisi miring. Dia pun langsung miring ke kiri. Sementara aku memasukkan kontolku dari belakangnya. Targetku tetap liang memek, karena aku belum dan takkan pernah memasukkan kontolku ke dalam anus alias lubang e’e. Tuhan telah menciptakan memek, untuk berpasangan dengan kontol.

Agar aku leluasa mengentotnya, Mbak Kaila sengaja mengangkat paha kanannya tinggi - tinggi, sambil dipegang oleh tangannya agar tetap terangkat seperti itu. Sehingga aku semakin bersemangat mengentot liang memek wanita yang berasal dari seberang lautan itu.

Keringat pun sudah mulai membanjir. Bercampur baur dengan keringat Mbak Kaila.

Akibat berubah posisi ini, ejakulasiku jadi menjauh lagi. Sehingga aku mengajaknya melakukan posisi doggy lalu kembali ke posisi missionary lagi.

Di posisi konservatif ini Mbak Kaila berkelojotan. Aku pun menggencarkan entotanku.

Dan… ketika Mbak Kaila sedang mengejang tegang… aku pun menancapkan kontolku sedalam mungkin. Moncongnya sampai menyundul dasar liang memek Mbak Kaila.

Pada saat itulah kami saling cengkram dan saling remas di puncak kenikmatan surga dunia ini.

Liang memek Mbak Kaila terasa empot - empotan seperti dubur ayam ketika ditiupin. Pada saat yang sama kontolku pun mengejut - ngejut sambil melepaskan lahar lendirnya.

Crooottttt… crotttt… croootttt… crotttttt… crootttt… croooottttttt…!

Lalu kami terkapar di pantai kepuasan kami.

Terawanganku tentang Mbak Kaila buyar ketika kudengar pintu diketuk. Kulihat seorang satpam mengantarkan seorang wanita muda. “Buka aja gak di kunci !” seruku.

Pintu depan pun dibuka. “Ini ada tamu Boss,” ucap satpam itu.

“Iya terimakasih,” sahutku sambil melangkah ke arah pintu depan yang sudah terbuka. Untuk menyambut kedatangan wanita anggun itu yang tak lain dari Tante Santi.

Satpam itu pun berlalu, meninggalkanku dan Tante Santi yang saling pandang dari jarak dekat. Lalu saling peluk dengan ketatnya.

“Tante makin cantik aja sih,” ucapku sambil mencium sepasang pipinya.

“Makin cantik apa? Buktinya aku sekarang diceraikan oleh suamiku,” sahutnya sambil menatapku dengan mata berkaca - kaca.

“Lupakan aja semua itu. Setelah berada di sini, Tante menjadi tanggung jawabku,” ucapku sambil melingkarkan lenganku di pinggang Tante Santi dan melangkah menuju ruang keluarga.

“Biii… !” seruku.

“Iya Deeen…”

Setelah Bi Inah muncul aku menyuruhnya mengangkat barang barang bawaan Tante Santi ke kamar di lantai tiga yang baru diberesin olehnya tadi.

Lalu aku mengajak duduk berdampingan di sofa ruang keluarga.

“Kenapa Tante bisa bercerai dengan Oom Sanda?” tanyaku.

“Sandi bukan Sanda.”

“Oh iya… lupa… hihihiii…”

“Dia itu jealouser Don. Aku sudah gak kuat dicemburuin terus. Makanya mending jadi janda aja. Biar bebas melakukan apa pun.”

“Iya… mumpung Tante masih muda.”

“Umurku sudah duapuluhsembilan tahun Don.”

“Duapuluhsembilan kan tergolong muda Tante.”

“Terus aku mau ditempatkan di mana? Kata Donna, pasti Donny bisa menempatkan aku.”

“Tenang Tante. Perusahaanku banyak. Kalau mau ditempatkan di luar negeri juga bisa.”

“Kalau ada sih yang di kota ini aja Don. Biar dekat sama keluarga. Ada bundamu, ada Ceu Ratih, ada Donny Donna dan banyak lagi.”

“Tante es-duanya di bidang apa?”

“Marketing.”

“Wow… bagus tuh. Donna salah nyebut di telepon tadi. Dia bilang es-dua Tante di bidang manajemen. Waktu di Surabaya Tante kerja di mana dan di bagian apa?”

“DI pabrik pakaian… garment factory lah kerennya sih.”

“Di bagian apa?”

“Inilah yang paling menjengkelkan. Aku kan orang marketing. Tapi malah ditempatkan dijadikan manager personalia.”

“Hahahaaa… manager personalia atau HRD harusnya kan dijabat sama psikolog. Minimal sarjana psikologi lah.”

“Iya. Tapi aku malah dijadikan manager personalia. Sementara manager marketingnya dipegang oleh orang asing. Terpaksa nelan ludah deh. Soalnya aku kan orang pribumi.”

“Emang perusahaannya punya WNA?”

“Iya. Makanya bagian yang penting - penting dipegang oleh WNA semua. Yang pribumi sih cuma bagian - bagian yang kurang penting.”

“Tante masih capek nggak? Kalau gak capek, aku akan membawa Tante ke tempat di mana aku akan menempatkan Tante nanti.”

“Gak cape kok aku Don. Tadi kan cuma pake taksi dari rumah bundamu ke sini. Masa capek?!”

“Kalau gitu, ayo kita berangkat.”

“Aku mau ganti baju dulu Don. Pengen pakai celana jeans aja. Pakai gaun gini ribet.”

“Wah, tas dan barang - barang Tante sudah disimpan di lantai tiga. Ayo ikut aku Tan,” ucapku sambil menuntun Tante Santi menuju tangga.

“Gila rumahmu ini Don. Luar biasa megah dan mewahnya,” ucap Tante Santi waktu melangkah di belakangku yang sedang menaiki tangga berlapiskan karpet abu - abu.

“Ini rumah peninggalan almarhum Papa angkatku Tante,” sahutku.

“Oooo… pantesan. Kata bundamu, seluruh harta papa angkatmu diwariskan padamu ya?”

“Iya Tante. Papa dan Mama angkatku sangat sayang padaku. Tapi pada saat itu aku mengira mereka orang tua kandungku. Ternyata bukan.”

“Itu semua sudah menjadi suratan takdirmu Don. Kamu ditakdirkan untuk menjadi orang tajir melintir. Tinggal istri aja yang kamu belum punya.”

“Hahahaaa… usiaku baru duapuluhdua tahun Tante. Santai aja. Aku gak mau buru - buru kawin.”

“Kawin apa nikah?” tanya Tante Santi sambil menggelitik pinggangku dari belakang.

“Kawin sih sering. Sama Tante aja yang belum pernah. Hihihiiii…” ucapku yang sudah tiba di depan pintu kamar di lantai tiga. Pintu kamar yang kusediakan unmtuk Tante Santi.

Tiba - tiba Tante Santi memelukku dari belakang, sambil membisiki telingaku, “Memangnya kamu mau nyobain memekku?”

“Kalau dikasih sih mau,” ucapku sambil membuka pintu itu dan mengajak Tante Santi ke dalam kamar untuknya.

“Kamu kan keponakanku Don.”

“Apa salahnya? Mumpung Tante lagi menjanda, kan boleh kita saling bagi rasa…”

Belum habis kata - kataku, Tante Santi memotong, “Ayolah… sapa takut?!”

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu