2 November 2020
Penulis —  Neena

Diburu Nafsu Incest

Part 31

Lewat interphone kupanggil sekretaris dirut agar menghadap ke ruang kerjaku.

Sebelum Mbak Wien datang, aku sudah bilang pada Marsha, bahwa dia akan kusebut sebagai saudara sepupuku. Marsha mengangguk dan mengerti, bahwa di dalam suatu kantor suka banyak hal - hal yang harus disamarkan.

Tak lama kemudian, Mbak Wien muncul. Dengan tatapan dan senyum yang menggoda. Aku tahu apa maksud senyum yang seperti itu. Karena ia seolah sudah menjadi haremku. Dan belakangan ini sudah cukup lama aku tidak menggaulinya.

Tapi saat itu ada Marsha yang sedang ke toilet. Maka cepat kuletakkan telunjuk di bibirku. Dan cepat berkata, “Ada saudara sepupuku yang akan kuangkat sebagai sekretarisku sendiri. Dia sudah D3 kesekretarisan. Tapi tolong training dia ya Mbak. Karena dia belum pernah bekerja di mana pun.”

“Ogitu. Siap Boss.”

“Orangnya sedang di toilet sebentar.”

“Iya, “Mbak Wien mengangguk dengan sikap formal lagi, “Ohya… terimakasih transfer yang kemaren Boss.”

Aku cuma menjawab dengan anggukan kepala, karena Marsha sudah keburu muncul dari toilet.

“Nah ini saudara sepupuku Mbak. Namanya Marsha.”

Spontan Mbak Wien berdiri, lalu menjabat tangan Marsha sambil menyebutkan namanya, “Wien.”

Marsha pun menyebutkan namanya, meski sudah kusebutkan barusan.

“Saudara sepupu Big Boss cantik sekali. Bisa jadi primadona kantor ini nanti,” ucap Mbak Wien sambil memegang kedua tangan Marsha.

“Ah Mbak bisa aja, “Marsha tersipu.

“Kira - kira trainingnya berapa hari Mbak?” tanyaku.

“Tergantung daya tangkap Dek Marshanya Boss. Kalau daya tangkapnya bagus, seminggu juga selesai. Dia sudah D3 kesekretarisan kan,” sahut Mbak Wien.

“Nggak usah keburu - buru. Santai aja,” ucapku, “Pokoknya training sampai benar p- benar matang. Karena nantinya akan mengerjakan tugas - tugas besar.”

“Siap Big Boss,” sahut Mbak Wien dengan sikap formal.

“Sama Bu Kaila laporkan aja, Mbak Wien mendapat tugas untuk melatih calon sekretaris pribadiku,” ucapku.

“Siap,” sahut Mbak Wien.

Lalu aku memegang bahu Marsha sambil berkata, “Aku mau mencari barang - barang untuk Ibu. Jangan pulang dulu sebelum aku datang ya.”

“Iya,” sahut Marsha sambil mengangguk.

Kemudian aku meninggalkan mereka. Mengambil tas kerjaku dan menuju tempat parkir mobilku.

Sesuai dengan rencana, kubelikan beberapa helai gaun tidur, kimono dan sebagainya di FO langgananku. Semuanya untuk ibunya Marsha. Semuanya kubayar dengan janji kalau ukurannya tidak cocok akan segera ditukarkan lagi.

Setelah meninggalkan FO itu, aku mengarahkan sedan putihku ke daerah toko - toko elektronik. Untuk membeli PS4 dan dvd - dvdnya.

Kemudian kuarahkan sedan putihku menuju rumah Marsha.

Aku ingin memberi kejutan kepada Bu Eti. Karena itu kubuka kunci pintu samping dengan kunci cadangan yang ada padaku. Lalu aku mencari - cari Bu Eti di lantai bawah. Tidak ada.

Maka aku pun menaiki tangga menuju lantai dua, sambil menjinjing kantong - kantong plastik berisi oleh - oleh untuk ibunya Marsha. Aku berjalan mengendap - endap ke pintu kamar yang paling depan itu. Lalu kubuka pintu itu perlahan - lahan.

Dan… apa yang kulihat? Lebih hot daripada yang kulihat kemaren… ibunya Marsha menelentang dalam keadan telanjang bulat, sambil bermasturbasi…!

Dia tidak menyadari kehadiranku, karena ia sedang menelentang sambil memejamkan matanya, sementara aku datang dari arah kepalanya. Maka perlahan - lahan kuletakkan kantong - kantong plastik itu di lantai dekat bed. Lalu dengan mengendap - endap aku melangkah ke arah samping tubuh telanjang bulat itu.

Bu Eti memang tidak secantik Marsha. Tapi dia memang eksotis. Kontolku pun spontan ngaceng setelah menyaksikan apa yang sedang dilakukan oleh ibunya Marsha itu.

Dan… aku nekad… memegang tangannya yang sedang mencolok - colok liang memek berjembut lebat itu.

Bu Eti membuka matanya dan spontan memekik, “Aaaaaaaaawwww… !”

“Tenang Bu. Aku tidak heran melihat Ibu bermasturbasi. Karena Ibu masih muda. Tentu masih normal… masih membutuhkan sentuhan lelaki…” ucapku sambil mencium pipinya yang terasa hangat.

“Iiii… ibu… ma… mau pakai baju dulu Don… oooohhhh… “Bu Eti meronta.

Tapi aku cepat menghimpitnya sambil berkata, “Sama aku mendingan terbuka aja Bu. Santai aja. Aku justru suka sekali melihat Ibu telanjang begini. Dan menurutku, Ibu masih sangat normal… masih membutuhkan sentuhan lawan jenis…”

“Tapi… Marsha mana?”

“Marsha sedang latihan kesekretarisan di kantorku. Dia kan bakal dijadikan sekretaris Bu. Tenang aja… Marsha takkan pulang sebelum aku menjemputnya ke kantor nanti sore.”

“Terus ibu harus gimana sekarang? Ooooh… ibu jadi malu sama Donny,” Ucap Bu Eti sambil menutupi muka dengan kedua tangannya.

“Kalau begitu, aku juga mau telanjang ya. Biar Ibu gak merasa malu lagi,” ucapku sambil turun dari bed untuk melepaskan sepatu, kaus kaki dan seluruh busanaku.

Dalam keadaan telanjang bulat, dengan kontol sudah ngaceng pula, aku merentangkan kedua tanganku sambil berkata, “Sekarang aku juga sudah telanjang, seperti Ibu. Jadi gak usah ada perasaan malu lagi di antara kita kan Bu?”

Bu Eti tercengang, dengan pandangan terpusat ke batang kemaluanku yang memang sudah ngaceng sejak tadi.

“Iii… ini Donny mau apa?”

“Ibu jangan munafik. Ibu membutuhkan sentuhan lelaki kan?”

Seperti terhipnotis, Bu Eti mengangguk perlahan.

“Nah aku sengaja datang sendirian ke sini, karena ada dua hal. Yang pertama, aku sangat terangsang waktu Ibu baru datang tadi malam. Ibu mengenakan lingeri putih dan tak mengenakan celana dalam waktu tidur tadi malam kan?”

“Kok Donny bisa tau?”

“Tadinya ada sesuatu yang mau kubicarakan dengan Ibu. Tapi Ibu sudah tidur tanpa mengenakan celana dalam. Sehingga aku cukup lama menyaksikan betapa merangsangnya memek Ibu itu. Itulah sebabnya aku datang ke sini. Sekalian mengantarkan baju - baju baru untuk di rumah dan juga PS, yang kata Marsha kegemaran Ibu.

“Ja… jadi… “Bu Eti tak bisa melanjutkan kata - katanya karena aku sudah melompat ke atas bed, lalu menghimpitnya sambil berkata, “Kita tidak usah munafik Bu. Kita saling membutuhkan. Ibu membutuhkan lelaki segar, aku pun sudah tergiur oleh Ibu yang begini eksotik di mataku.”

“Jadi Do… Donny mau… mau…”

“Iya… mau menggauli Ibu. Itu pun kalau Ibu bersedia kugauli. Kalau tidak mau, aku takkan memaksa.”

“Ta… tapi… Donny kan calon suami Marsha.”

“Iya… orang bilang kalau kawin dengan seorang perempuan, harus kawin juga dengan keluarganya. Hihihihiiii… iya kan Bu?”

“Marsha itu cantik Don. Masa mau ngegares ibu juga?”

“Marsha memang cantik. Tapi Ibu jauh lebih seksi di mataku,” sahutku sambil meremas payudara Bu Eti pelan - pelan.

“Ibu sih mau aja digauli olehmu. Tapi bagaimana kalau Marsha sampai tau nanti?”

“Itu urusanku Bu. Marsha itu sudah siap untuk mengikuti apa pun yang akan kulakukan.”

“Iyalah… Marsha pasti manut sama Donny, karena Donny sangat tampan begini…”

“Jadi Ibu sudah sepakat untuk kugauli sekarang?”

“Terserah Donny aja. Ibu mau mengikuti keinginan Donny aja, seperti Marsha manut pada Donny.”

“Mmmm… aku senang sekali mendengar kesediaan Ibu yang semalaman tadi terbayang - bayang terus di pelupuk mataku,” ucapku yang disusul dengan ciuman hangat di bibir Bu Eti yang sensual itu.

Bu Eti memejamkan matanya sambil mendekap pinggangku. Bahkan sesaat kemudian ia melumat bibirku dengan hangatnya.

“Rasanya seperti bermimpi. Karena tak menyangka sedikit pun kalau Donny mau sama Ibu.”

“Jangan suka rendah diri Bu. Ibu ini sangat eksotis dan seksi sekali di mataku. Karena itu aku sengaja meninggalkan Marsha di kantor, karena ingin mewujudkan lamunanku… untuk memiliki Ibu…” ucapku yang kususul dengan mengulum pentil toket kiri Bu Eti dan meremas toket kanannya.

Lalu, tanpa mempedulikan betapa lebatnya jembut Bu Eti, aku melorot turun dan langsung menyibakkan jembut tebal itu, kemudian menjilati bagian dalam memeknya yang ternganga kemerahan itu.

“Oooohhh… Donny… kalau tau akan dijilatin begini, pasti ibu cukur memeknya tadi…” ucap Bu Eti.

Kuhentikan jilatanku untuk menjawabnya, “Gak apa Bu. Terkadang memek berjembut begini justru membangkitkan gairahku.”

Lalu kujilati lagi memek ibunya Marsha ini. Membuat wanita setengah baya itu menggeliat - geliat, sambil meremas - remas bahuku.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu