2 November 2020
Penulis —  Neena

Diburu Nafsu Incest

**Part 21

Ternyata Mbak Wien tak kalah atraktif jika dibandingkan dengan Tante Agatha sekali pun. Begitu batang kemaluanku mengentot liang memeknya, bokong gede Mbvak Wien mulai bergoyang memutar - mutar, meliuk -liuk dan menghempas - hempas. Sehingga batang kemaluanku laksana kapal laut yang diombang - ambingkan ombak di tengah samudera.

Tapi kalau diibaratkan kapal laut, batang kemaluanku laksana kapal perang, bukan sekadar kapal pencari ikan. Maka ombak sedahsyat apa pun kuhadapi dengan teguh.

Alat kejantananku selalu siap untuk mendobrak ayunan bokong gede Mbak Wien.

Akibatnya malah rintihan Mbak Wien semakin menggila, “Maaaasss… oooo… oooooohhhhh… Maaaasss… selama menjanda saya baru sekali ini mendapatkan sentuhan pria… ooooh… ini luar biasa nikmatnya Maaaaasss… luar biasaaaa… silakan entot sekehendak hati Mas… entot yang kencang juga silakan…

Aku mulai mengerti bahwa Mbak Wien ini senang dientot dengan pola hardcore. Karena itu kuayun batang kemaluanku sekeras mungkin, sehingga moncong penisku terus - terusan menyundul dasar liang memek Mbak Wien.

Sementara itu mulutku pun mulai beraksi. Ketika tangan kiriku sedang asyik meremas - remas toket kanannya, mulutku bersarang di leher Mbak Wien, untuk menjilatinya disertai dengan gigitan - gigitan kecil.

“Duuuh… ini lebih enak lagi Massss… “rintih Mbak Win ketika jilatanku di lehernya mulai kugencarkan, “Cupangin sebanyak mungkin juga silakan Masss… cupangin dong Maaasss…”

“Nan.. nanti ada bekasnya… gakpapa?” tanyaku tanpa menghentikan entotan hardcoreku.

“Nggak apa - apa Maaaas… saya kan bawa syal… nanti leher saya bisa ditutupi… cupangin Massss… sebanyak mungkin… biar saya pulang membawa kenang - kenangan indah di leher sayaaaa…”

Mungkin Mbak Wien menganggap peristiwa yang sedang terjadi ini sebagai sesuatu yang luar biasa. Bahwa seorang big boss yang masih sangat muda “berkenan” menyetubuhinya. Sehingga dia ingin ditbuatkan kenang - kenangan segala di lehernya.

Tanpa buang - buang waktu, aku lakukan itu. Kusedot - sedot leher jenjang Mbak Wien dengan sedotan yang sangat kuat. Sehingga dalam tempo singkat saja leher wanita separoh baya itu bertotol - totol merah kehitaman, semerah bekas kerokan.

Mbak Wien terpejam - pejam sambil tersenyum. Seperti sedang menikmati cupangan - cupanganku di lehernya.

Dan ketika bibirku menggamit bibir sensualnya, Mbak Wien menyhambut dengan lumatgan dan isapannya. Terutama ketika aku menjulurkan lidah, dia menyedotnya ke dalam mulutnya. Kemudian menggelutkan lidahnya dengan lidahku. Maka begitu juga ketika ia menjulurkan lidahnya, cepat kusedot ke dalam mulutku.

Diam - diam aku pun mulai meghayati persetubuhan yang tengah terjadi ini. Tak kuduga sebelumnya, ternyata Mbak Wien ini luar biasa enaknya. Enak memeknya, enak goyangan bokong gedenya dan enak segalanya. Berarti satu nama lagi harus kucatat di dalam hatiku. Satu nama yang harus kupertahankan hubungankju dengannya.

Maka semakin gencar juga aku mengentot memek Mbak Wien, sementara tangan berpindah - pindah sasaran terus. Bahkan pada suatu saat tangan kiriku asyik meremas - remas toket kanannya lagi, sementara mulutku nyungsep di ketiak Mbak Wien yang harum deodorant impor. Kujilati ketiak yang sudah basah oleh keringat itu, sementara tangan kiriku makin asyik meremas - remas buah dada kirinya.

“Adududduuuuh… Massss… Massss… sa… saya mau lepas nih Massss… “Mbak Wien menatapku dengan sorot panik.

“Mau orgasme? Ayo lepasin aja sampai tuntas,” sahutku yang kulanjutkan dengan mencium dan melumat bibir Mbak Wien, sambil menggencarkan entotanku… makin cepat dan makin cepat… sampai akhirnya kutancapkan batang kemaluanku di dalam liang memek Mbak Wien yang sedang menggeliat dan berkedut - kedut erotis.

Mbak Wien masih kejang… kemudian melepaskan nafasnya yang tertahan beberapa detik, “Aaaaaah… luar biasa nikmatnya… terima kasih Mas… indah sekali …”

Aku belum apa - apa. Tapi kubiarkan penisku “direndam” di dalam liang memek yang terasa sudah basah dan hangat ini.

“Mas belum ejakulasi?” tanya Mbak Wien lirih.

“Belum,” sahutku sambil memperhatikan sepasang pipi Mbak Wien yang mengkilap oleh keringatnya. Memang benar kata orang. Wanita yang habis orgasme suka terbit aura kecantikannya.

“Mau ganti posisi Mas?” tanya Mbak Wien sambil mengendurkan dekapannya di pinggangku.

“Boleh,” sahutku, “ngentot perempuan berbokong gede seperti Mbak sih enaknya main di posisi doggy.”

“Hihihiii… Mas belum nikah tapi udah banyak pengalaman ya, “cetus Mbak Wien sambil tersenyum.

“Iya… tapi aku hanya mau menyetubuhi perempuan baik - baik. Kalau perempuan gak bener sih takut bekal HIV di badannya,” sahutku sambil mencabut penisku dari liang memek Mbak Wien.

Dengan sigap Mbak Wien merangkak dan menunggingkan bokong gedenya.

Wow… bentuk bokong sekretarisku itu menggiurkan sekali…!

ambil mengusap - usap memek tembemnya yang muncul di antara kedua pangkal pahanya. Lalu… dengan mudahnya aku bisa membenamkan batang kemaluanku… blessss… langsung masuk semuanya.

Sambil berpegangan pada kedua buah pantat Mbak Wien, aku pun mulai mengayun penisku di dalam liang memek yang lumayan becek itu. Sambil menampar - nampar bokong gede Mbak Wien… plak… plak… plakkk… plakkk… plakkkkkk…!

Spontan terdengar suara Mbak Wien, “Iiii… iyaa Mas… dikemplangin gitu pantatnya… enak Masss… kemplangin aja sekuatnya Masss…”

Kuikuti saja apa yang diinginkan oleh Mbak Wien. Karena hubungan sex itu harus mengandung “take and give”. Maka kutampar - tampar bokong kanan dan kiri yang gede sekali itu… sehingga dalam tempo singkat saja buah pantat Mbak Wien mulai merah. Makin lama makin merah.

Tapi Mbak Wien tidak mengeluh kesakitan. Bahkan suara rintihan erotisnya mulai riuh lagi, “Aaaaaa… aaaaahhhhh… aaaaaa… aaaaaah… entot terus Massss… sambil kemplangin pantat saya Massss… ooooohhhh… Maaaassss… enak sekali Massss… entot teruys Masss… entooot… kemplangin teruuuussss…

Aku pun sangat menikmati persetubuhan dalam posisi doggy ini. Sehingga tubuhku mulai bermandikan keringat. Karena selain mengentot, aku pun terus - terusan mengemplangi buah pantat Mbak Wien. Dan itu membutuhkan tenaga. Bahkan kedua telapak tanganku mulai terasa panas, sehingga akhirnya aku hanya berpegangan di pinggang ramping Mbak Wien, sambil menggencarkan entotanku.

Tapi semua itu tidak berlangsung lama. Karena Mbak Wien ambruk telungkup tiba - tiba… sehingga batang kemaluanku terlepas dari liang memeknya. Rupanya dia orgasme lagi…!

Mbak Wien pun mengakuinya. Bahwa ia orgasme lagi. Kemudian meminta untuk melanjutkannya dalam posisi missionary lagi.

Maka dalam posisi MOT (Man On Top), kubenamkan lagi penisku dengan mudahnya ke dalam liang memek Mbak Wien yang semakin becek ini. Lalu kuentot lagi wanita separuh baya yang manis dan seksi itu.

Lebih dari setengah jam aku mengentot Mbak Wien. Maka keringatku pun semakin membanjir. Bercampur aduk dengan keringat janda tanpa anak itu.

Sampai pada suatu saat aku mulai merasa sudah berada di detik - detik krusial. Maka kubisiki telinga Mbak Wien, “Aku sudah mau ngecrot Mbak… lepasin di mana?”

Spontan Mbak Wien menyahut, “Di dalam tempik saya aja Mas. Saya juga mau lepas lagi… barengin aja yuuuk…”

“Iyaaaaa…” ucapku sambil mempercepat gerakan entotanku. Maju mundur maju mundur dan maju mundur dengan cepatnya.

Sampai pada suatu saat, ketika Mbak Wien sedang terkejang - kejang sambil mendekap pinggangku erat - erat, aku pun sedang menancapkan batang kemaluanku sedalam mungkin, sambil memeluk leher Mbak Wien yang sudah basah oleh keringat itu.

Lalu… liang memek Mbak Wien menggeliat dan berkedut - kedut lagi, bertepatan dengan saat penisku mengejut - ngejut sambil menembak - nembakkan lendir maniku.

Croooottttt… croooottttt… crotttcrootttt… crooooootttt… crooootttt… crooootttttt…!

Kami sama - sama terkapar di puncak kenikmatan dan kepuasan. Lalu sama - sama terkulai lunglai. Dengan batang kemaluan masih menancap di dalam liang memek Mbak Wien yang semakin becek.

Tiba - tiba handphoneku yang kuletakkan di atas meja kecil berdenting. Pertanda ada WA masuk. Kucabut batang kemaluanku dari liang memek Mbak Wien dan kubuka WA yang masuk itu.

Ternyata dari Tante Agatha yang isinya :- Donny Sayang, tante sudah mencairkan semua cek itu di Bangkok. Papanya Gayatri tampak gembira sekali, karena bisa terhindar dari kebangkrutan perusahaannya. Dia juga mengijinkan tante untuk tinggal dan berbisnis di Indonesia. Tunggu aja tanggal mainnya ya Sayaaaang. Cinta dan kasih sayangku untukmu seorang.

-Oke. Kutunggu-

balasku singkat. Karena takut kalau chat dariku terpantau oleh ayahnya Gayatri.

Chat itu membuatku tercenung sesaat. Memikirkan bagaimana cara mengaturnya kalau Tante Agatha telah berada di kotaku ini. Membuatku teringat pada Cici Mei Hwa, broker properti yang sudah janjian mau menemuiku hari ini.

Setelah meletakkan kembali hapeku di atas meja kecil, aku melangkah ke kamar mandi, untuk kencing dan bersih - bersih. Kemudian keluar lagi dari kamar mandi, memperhatikan Mbak Wien yang masih menelungkup di atas bed.

Kutepuk pantat gede sekretarisku itu sambil berkata, “Tepar nih yeee…”

Mbak Wien bergerak menelentang. Lalu duduk bersila.

“Mas… kalau saya hamil nanti gimana?”

“Ya rawat aja kehamilannya sebaik - baiknya. Aku yang akan membiayainya. Emang kenapa?”

“Saya bercerai dengan suami, saking inginnya punya anak. Karena saya sudah memeriksakan diri ke dokter. Dan dokter bilang, saya ini normal. Tapi setelah perkawinan kami bertahun - tahun, tidak juga bisa hamil. Makanya kami bercerai secara baik - baik. Mantan suami saya malah sudah menikah lagi dua tahun yang lalu.

Aku jadi ingat Teh Nenden, kakak kandungku yang tinggi badannya 180 centimeter itu (5 centimeter lebih tinggi dariku). Ya… aku masih ingat benar bahwa setelah aku “rajin” menyetubuhinya, Teh Nenden memberitahuku lewat hape. Bahwa dia mulai hamil. Bahkan berbulan - bulan kemudian Teh Nenden meneleponku lagi, “Anakmu sudah lahir Don.

Aku menghela nafas. Karena sampai saat ini aku belum pernah ketemu lagi dengan Teh Nenden. Tapi biarlah, semoga dia dan anak dariku itu sehat - sehat saja. Karena aku merasa berada di dalam kedudukan yang serba salah. Datang ke rumahnya tidak berani, meski aku sudah rindu juga kepada Teh Nenden.

“Kok malah jadi ngelamun Mas?” tanya Mbak Wien membuyarkan terawanganku. Lalu ia memegang batang kemaluanku sambil bertanya, “Mas masih mau menyetubuhi saya?”

“Bukannya gak mau. Tapi sebentar lagi bakal datang orang properti. Jadi sebaiknya Mbak bebenah dulu di ruang kerja sekretaris dirut. Soalnya mungkin saja calon dirut itu besok juga bakal datang.”

“Siap Mas. Ruang kerja saya berdampingan dengan ruang kerja dirut di lantai empat kan?”

“Iya. Mandi dulu gih. Biar seger badannya. Mandi di situ aja,” kataku sambil menunjuk ke pintu kamar mandi, “Handuk - handuk baru ada di situ. Ambil saja satu buat Mbak. Ohya… tunggu sebentar…”

Aku melangkah menuju meja tulkis di sudut kamar utama ini. Kuambil segepok uang dari laci meja tulisku. Lalu kumasukkan ke dalam amplop besar. Dan kuberikan amplop itu kepada Mbak Wien sambil berkata, “Ini buat beli baju baru ya Mbak.”

“Hihihihiii… terimakasih Mas Boss.”

“Kita harus tetap menjalin hubungan rahasia, ya Mbak. Untuk itu, Mbak akan mendapat uang belanja dariku, di luar gaji dari perusahaan.”

“Siap Mas…”

“Sebenarnya aku sudah punya calon istri. Karena itu aku takkan bisa menikahi Mbak.”

“Gak apa - apa Mas. Dijadikan simpanan Mas juga saya mau. Bahkan mengandung anak Mas juga saya mau.”

“Iya… sekarang mandi dulu gih. Biar tambah cantik dan segar.”

“Iya, iya…” sahut Mbak Wien sambil memasukkan amplop berisi uang itu ke dalam tas kecilnya. Kemudian ia masuk ke dalam kamar mandi.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu