2 November 2020
Penulis —  Neena

Diburu Nafsu Incest

**Part 24

Ternyata punya banyak cewek juga bukannya membangkitkan semangat baru. Aku malah bingung sendiri, cewek mana yang akan kujadikan istri? Gayatri atau Liza atau Adelita atau Lingling atau siapa?

Berhari - hari aku memikirkan semuanya itu. Dan selama itu pula aku tidak menyentuh cewek mana pun. Karena gairah birahiku sedang menurun.

Walau pun begitu, aku selalu mentransfer dana buat mereka semua secara rutin tiap bulan. Dalam jumlah yang banyak pula. Agar mereka tidak kekurangan untuk kehidupan sehari - harinya.

Aku memang seperti kehilangan nafsuku untuk menggauli siapa pun, kecuali Bunda dan Donna yang secara rutin kugauli. Sementara yang lain - lain kubiarkan saja. Yang penting merekma jangan kekuarangan uang.

Satu - satunya jalan untuk mengobati perasaan galau ini adalah dengan berkonsentrasi ke arah bisnisku yang kelihatannya mengalami kemajuan pesat ini. Terutama bisnis di luar negeri. Tapi aku hanya memantaunya lewat internet. Karena yang aktif di luar negeri adalah orang - orang kepercayaan Papa almarhum, yang kini kupertahankan menjadi orang - orang kepercayaanku.

Dan pada masa galau inilah tiba - tiba aku menerima telepon dari Umi. Ya, tentu saja hanya ada satu orang yang kupanggil Umi, yaitu Umi Faizah. Ibunya Adelita.

Lalu :

Aku: “Hallo Umi… apa kabar? Umi sehat - sehat aja kan?”

Umi: “Sehat Sayang. Umi lagi ada di kotamu nih.”

Aku: “Haaa? Di mana Umi sekarang?”

Umi: “Di rumah adikku Sayang. Ke sini ya. Nanti kusmskan alamat lengkapnya.”

Aku: “Iya Umi. Setelah baca alamat lengkapnya, aku akan ke situ sekarang.”

Lalu kuterima sms berisi alamat lengkap rumah yang sedang Umi singgahi sekarang. Aku mengerutkan dahiku, karena alamat rumah itu berada di daerah paling elit di kotaku. Daerah yang harga tanahnya pun sudah selangit mahalnya.

Sesaat kemudian aku sudah berada di dalam sedan baruku, sedan putih bersih yang harganya biasa - biasa saja. Karena aku tak mau menonjolkan diri. Tak mau disebut orang kaya, apalagi disebut konglomerat muda. Aku selalu menghindari istilah - istilah yang akan dicatat oleh orang - orang pajak. Lagian bisnisku mayoritas di luar negeri.

Aku kalau sedang sehat lahir batin, suka menggunakan Grand Cherokee. Tapi kalau sedang galau selalu kugunakan sedan putih ini. Karena terasa lebih nyaman buat badanku. Suspensinya lebih lembut, tidak bikin sakit pinggang.

Aku memang sudah lama berniat mengunjungi rumah Umi di kampung yang tenang dan nyaman itu. Karena aku sudah kangen pada bodynya yang semok dan memeknya yang tembem. Tapi kegiatan bisnisku tidak memungkinkanku untuk meninggalkan kantorku terlalu jauh. Karena aku harus memantau terus laporan dari oprang - orang kepercayaanku di luar negeri.

Bahkan belakangan ini aku sedang mematangkan rencana untuk meluaskan bisnisku ke beberapa negara di Eropa. Tapi baru rencana. Jadi tidaknya, sang waktu yang akan menjawabnya kelak.

Beberapa saat kemudian sedan putihku sudah memasuki pekarangan luas sebuah rumah megah. Aku semakin yakin, pemilik rumah ini pasti orang tajir melintir.

Begitu sedanku terparkir, kutelepon Umi. Mengatakan bahwa aku sudah berada di depan rumah dengan memakai sedan putih.

Sesaat kemudian Umi muncul dari ambang pintu depan.

Di depan satpam yang menjaga rumah itu, kucium tangan Umi, lalu cipika - cipiki dengannya.

Kemudian dibawanya aku ke ruang keluarga yang lengang.

Aku duduk di sofa ruang keluarga. Umi pun duduk di sampingku.

“Ini rumah siapa Umi?” tanyaku.

“Rumah salah satu adik kandungku Don,” sahut Umi, “Dia membutuhkan pertolonganmu. Mudah - mudahan kamu berhasil menolongnya. Ketika masih remaja, dia bermukim di Lebanon. Lalu menikah dengan orang Austria tapi seagama dengan kita. Dia dibawa ke Austria oleh suaminya. Dan sekarang dia ingin beristirahat di sini.

“Lalu apa yang bisa kutolong olehku Umi?”

Umi menjawabnya dengan bisikan di telinganya, “Hamili dia Don.”

“Haaa?!” aku terperanjat.

Umi membisiki telingaku lagi, “Mau dikasih memek yang masih merepet rapet, masa Donny mau nolak?”

Aku menjawabnya dengan bisikan lagi, “Sttt… aku justru udah kangen sama memek Umi.”

Umi mencubit perutku sambil berkata perlahan, “Umi mah gampang. Disekap sebulan juga sama kamu gak apa - apa Sayang. Tapi tolong dulu adikku itu Don.”

“Tapi aku gak bisa berbahasa Arab, Umi.”

“Dia bisa bahasa Indonesia dengan baik kok. Kan dia lahir besar di Indonesia. Setelah remaja baru pindah ke Lebanon. Ingin mendapatkan jodoh orang kaya katanya. Dia berhasil mendapatkannya, tapi setelah lima tahun jadi istri orang Austria itu, sampai sekarang belum punya anak juga.”

“Sekarang mana orangnya?”

“Lagi mandi. Sebentar lagi juga pasti muncul ke sini.”

“Umi sudah bilang sama dia bahwa Umi akan mempertemukannya denganku?”

“Sudah. Pokoknya Donny sih tinggal nunggangi dia aja nanti. Hihihihiii… ohya… terimakasih ya, Adelita laporan bahwa dia sudah dibelikan rumah di Singapura. Sudah diangkat menjadi general manager pula, katanya.”

“Iya Umi. Aku memang kebingungan. Karena banyhak yang bvilang kalau aku dilarang menikah dengannya. Karena ayahnya adik ayahku. Jadi aku ini malah punya hak wali untuknya. Makanya sampai sekarang jadi bingung Umi.”

“Gak dinikahi juga gak apa - apa. Asalkan masa depannya terjamin Don.”

“Kalau masa depan sih sekarang juga sudah terjamin Umi. Karena dengan kedudukannya yang sekarang, dia punya gaji dan profit yang cukup besar.”

Tak lama kemudian muncul seorang wanita muda, mungkin usianya pun hanya selisih beberapa tahun denganku. Tapi yang membuatku bengong adalah bodynya itu. Lebih semok daripada Umi… Dan yang menyolok, pakaiannya tidak seperti Umi yang selalu berhijab. Tapi wanita muda itu mengenakan kerudung pun tidak.

“Wow… ada tamu…” ucapnya sambil tersenyum. Memang cantik orangnya sih. “Ini Donny itu Kak?”

“Iya. Tadinya dia mau menikah dengan Adelita. Tapi ternyata tidak dibolehkan, karena ayahnya dengan ayah Adelita kakak beradik kandung.”

Aku pun berdiri dan menjabat tangan wanita muda yang tampangnya memang kearab - araban itu.

“Zaina,” ucapnya memperkenalkan namanya.

“Donny,” sahutku.

Terdengar suara Umi di belakangku, “Zaina itu artinya sangat cantik Don. Adikku memang cantik kan?”

“Iya, “aku mengangguk, “Sangat cantik.”

Lalu aku duduk di sofa. Adik Umi yang bernama Zaina pun duduk di sampingku. Sambil memegang - megang lututku. “Donny juga tampan sekali. Boleh aku tahu umur Donny sekarang berapa?”

“Duapuluhdua.”

“Aku duapuluhempat tahun Don.”

Untuk menyenangkan hatinya aku menanggapi, “Tapi kelihatannya seperti di bawah duapuluh tahun.”

“Masa sih?!” cetusnya dengan senyum manis di bibibrnya.

Tiba - tiba terdengar suara Umi di belakangku, “Zaina… supaya leluasa mendingan bawa aja Donny ke kamarmu. Aku malah mau ke mall dulu, mau belanja oleh - oleh untuk pulang besok.”

“Pakai apa ke mall Umi?” tanyaku.

“Pakai mobil dan sopir Zaina aja,” kata Umi.

“Iya silakan,” ucap Zaina. Lalu Ia memegang pergelangan tanganku sambil berkata, “Ngobrolnya di kamarku aja yuk. Biar lebih bebas dan leluasa.”

Aku mengikutinya saja. Dan aku sendiri heran, kenapa aku jadi langsung tergiur menyaksikan body adik Umi ini? Entahlah. Mungkin karena pada dasarnya aku ini suka pada perempuan montok seperti Zaina ini.

“Katanya Donny ini anak Kang Rosadi ya?” tanya Zaina setelah kami berada di dalam kamarnya yang luas dan disekat - sekat oleh partisi kaca tebal, “Aku waktu masih kecil sering ketemu sama ayahmui Don.”

“Aku malah gak pernah lihat muka Ayah. Karena sejak bayi merah sudah diadopsi oleh Papa Margono, yang lalu membawa dan membesarkanku di Bangkok.”

“Iya, masalah itu pernah dengar dari Kak Faizah. Donny diadopsi oleh orang terkaya di antara orang - orang Indonesia yang bemukim di Bangkok ya.”

“Iya, tapi beliau sudah meninggal. Makanya aku ke Indonesia, untuk mencari ibu kandungku, berdasarkan surat wasiat dari Almarhum Papa Margono.”

Lalu hening sejenak.

“Don… kita saling panggil nama aja ya. Karena usia kita kan cuma beda dua tahun. Kamu kan udah tau, namaku Zaina. Kamu panggil aku Ina aja ya. Itu nama kecilku.”

“Iya,” sahutku sambvil duduk di sofa mahal dalam kamar Zaina.

Zaina pun lalu melepaskan gaun coklat mudanya, sehingga tinggal lingerie, sehingga sepintas pun tampak bahwa ia tidak mengenakan bra di balik lingerie tipis transparant berwarna pink itu. Bahkan kelihatan jelas, ada sepasang toket gede di balik lingerie itu.

“Kakakku sudah menceritakan apa maksudnya memanggil Donny kan?” tanyanya sambil memeghang tanganku dan meremasnya dengan lembut.

“Sudah. Dia minta tolong untuk menghamilimu. Tapi menghamili itu bukan perkara mudah Zain… eeeh… Ina… harus tekun… bukan sekadar satu kali ML.”

“Iya. Besok kakakku pulang ke kampungnya. Tapi Donny bisa datang lagi ke sini. Mau tiap hari juga boleh.”

“Aku kan punya kesibukan juga In.”

“Sempatkan ke sini sejam aja bisa kan? Pokoknya kalau aku hamil, rumah ini beserta semua isinya akan kuhadiahkan untuk Donny.”

Kalau orang lain mungkin akan melompat kaget. Karena kutaksir rumah beserta segala isinya ini akan laku dijual 50 milyar lebih. Tapi aku cuma tersenyum. Karena kalau aku mau, membeli 100 rumah senilai dengan rumah Zaina ini pun aku mampu. Maka kataku, “Lupakan masalah hadiah rumah segala. Aku mau melakukannya bukanm atas dasar ingin memiliki rumah ini.

Lalu atas dasar apa Donny mau melakukannya?”

“Karena Zaina sangat seksi di mataku.”

“Terima kasih Don… emwuaaaah…” ucap Zaina sambil mengecup bibirku dengan hangatnya.

“Di sana aja yok,” ujarnya sambil menunjuk ke bed luas tak jauh dari sofa yang kami duduki.

Zaina jadi tampak bersemangat sekali setelah mendengar “pengakuanku” bahwa dia sangat seksi di mataku. Tapi memang itu pengakuan yang sejujurnya dariku. Bahwa aku yang sedang berada di titik jenuh, seolah tak punya gairah lagi untuk menggauli siapa pun di dalam lingkaran kehidupanku. Tapi sewtelah menyaksikan bentuk fisik Zaina itu…

Terlebih ketika Zaina memamerkan keseksian bokongnya yang begitu gede… sehingga aku langsung membayangkan betapa nikmatnya kalau aku menyetubuhinya dalam posisi doggy. Bisa ngentot sambil spanking…!

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu