2 November 2020
Penulis —  Neena

Diburu Nafsu Incest

Tak lama kemudian Donna muncul diruang tamu. “Wah ada tamu… eeee Tante Faizah ya?” serunya sambil mencium tangan Umi, kemudian cipika - cipiki.

“Nah… Donna ini saudara kembarnya Donny Zah,” kata Bunda sambil menguisap - usap tangan Umi.

“Owh… sekarang saya jadi ingat semuanya. Donny ini diadopsi oleh sahabat Kang Rosadi yang pengusaha tajir dan menetap di Bangkok itu kan?” tanya Umi kepada Bunda.

“Betul. Orang tua angkat Donny itu sudah pada meninggal. Lalu harta mereka diwariskan kepada Donny semua, berdasarkan surat wasiat dari ayah angkat Donny,” sahut Bunda.

“Ohya… kamu kok bisa ketemu sama Lita ini di mana Don?” tanya Bunda.

“Di Singapore Bun. Dia kan bekerja di salah satu perusahaanku yang di Singapore. Kalau perusahaan yang di Bangkok sudah kujual semua, tinggal rumah saja yang akan tetap kupertahankan. Dan ternyata yang membeli asset - assetku di Bangkok itu anak Ayah dari istri pertamanya.”

“Wah… terkadang dunia ini terasa kecil sekali ya. Saking kecilnya, Donny bisa ketemu sama Lita kok malah di Singapore. Padahal kalian itu satu kakek dan satu nenek dari pihak ayahmu Don,” kata Bunda.

“Lalu gimana nih? Bunda setuju kalau Adelita ini kujadikan calon istriku?”

“Setuju. Setuju banget,” sahut Bunda.

“Tante Faizah aslinya dari Lebanon kan?” tanya Donna kepada Umi.

“Betul, “Umi mengangguk sambil tersenyum.

“Hebat dong Donny… punya calon istri berdarah campuran Indonesia - Lebanon,” kata Donna bernada memuji. Tapi aku tidak tahu apakah ucapan Donna itu datang dari hati tulusnya atau sebenarnya cemburu? Entahlah. Yang jelas, biar bagaimana pun Donna takkan bisa kujadikan istri.

Kemudian Bunda mempersilakan Umi dan Adelita unrtuk makan bersama di ruang makan. Aku pun ikut masuk ke ruang makan, di mana makanan sudah dihidangkan di atas meja makan.

“Kok masakan Padang semua. siapa yang masak Don?” tanyaku kepada Donna.

Donna nyengir dan menyahut, “Yang masak ya warung nasi Padang lah.”

“Ohooo… kirain kamu yang masak.”

Lalu kami makan bersama. Donna duduk di sebelah kananku, Adelita duduk di sebelah kiriku. Bunda dan Umi duduk di depan kami, terbatas meja makan.

Dua jam kemudian mobilku sudah kupacu menuju kampung Adelita kembali. Dengan hati yang tenang dan nyaman. Karena tiada rahasia lagi tentang hubunganku dengan Adelita.

Hari pun mulai malam ketika mobilku sudah memasuki pekarangan rumah Umi Faizah.

Setelah berada di dalam rumah tua yang masih kokoh dan terawat itu, Adelita berkata kepada ibunya, “Aku pengen lihat Umi main sama Bang Donny. Biar bisa belajar tentang soal yang satu itu. Biar nanti kalau udah jadi istri Bang Donny, aku bisa meladeninya dengan baik.”

“Iiiih kamu ada - ada aja Lit. Kalau ditonton sama kamu, malah umi jadi salah tingkah nanti,” sahut Umi sambil menoleh padaku dengan senyum di bibir sensualnya.

Aku pun memegang tangan Adelita sambil berkata, “Pada waktu foreplay kamu jangan masuk dulu. Tapi pintu kamarnya takkan dikunci. Nanti setelah kami benar - benar main, kamu boleh masuk, ya Sayang.”

Ucapan itu kulanjutkan dengan kecupan mesra di bibir Adelita.

“Iya deh… umi setuju,” kata Umi Faizah.

Lalu Umi masuk ke dalam kamarnya, sementara Adelita menarik tanganku ke dalam kamarnya. Di situ ia membisiki telingaku, “Bang… maafkan aku ya. Aku sudah membohongi Abang… supaya Abang dan Umi lancar melaksanakan skenarioku.”

“Maksudmu berbohong dalam soal apa nih?” tanyaku.

“Sebenarnya aku gak lagi mens.”

“Ohya?! Kalau begitu sekarang aku bisa main dong sama kamu.”

“Iya. Tapi di kamar Umi aja ya. Biar seru…” sahut Adelita sambil menggelitik pinggangku, “Ayo Abang duluan aja masuk ke kamar Umi. Aku mau ganti baju dan bersih - bersih dulu.”

Aku mengangguk, “Iya… tapi kamu jangan masuk dulu ya. Biarf Umi tidak salah tingkah dipelototin olehmu nanti.”

“Iya… iyaa…”

Lalu aku keluar dari kamar Adelita dan masuk ke dalam kamar Umi.

Kulihat Umi sedang melepas baju jubah hitam dan jilbabnya yang berwarna hitam juga. Ketika dia sudah tinggal mengenakan beha dan celana dalam, aku menyergapnya dari belakang. Dengan dekapan erat di pinggang Umi.

“Donny gak capek seharian nyetir terus tadi?” tanya Umi sambil melepaskan baju kausku.

“Nggak Umi,” sahutku, “Soalnya Umi sangat menggiurkan. Membuatku lupa segalanya,” sahutku pada saat Umi sedang menurunkan celana jeansku sampai terlepas dari kedua kakiku.

“Donny juga bukan sekadarf tampan, tapi juga seksi,” kata Umi sambil memelorotkan celana dalamku sampai terlepas dari kedua kakiku. Lalu menarik tanganku ke arah ranjang besinya.

Di atas ranjang besi itulah Umi melepaskan beha dan celana dalamnya. Kemudian menggumuliku dengan segala kehangatan dan kebinalannya.

Aku pun tak mau kalah. Kugumuli Umi dengan segenap gairah birahiku yang sudah berkobar kembali ini. Bahkan pada suatu saat, wajahku sudah berhadapan dengan kemaluan Umi yang luar biasa enaknya ini.

Ketika aku mulai menjilati memeknya dengan lahap sekali, Umi mulai menggeliat - geliat sambil meremas - remas rambutku yang berada di bawah perutnya.

“Aaaaahhhh… Dooooon… Dony pandai benar jilatin memek sih… enak sekali Doooon… “rintih Umi sambil meremas - remas rambutku terus.

Terlebih lagi setelah aku memusatkan jilatanku di kelentitnya yang agak besar itu (sebesar kacang kedelai), Umi semakin klepek - klepek dibuatnya. Dan ketika jari tengahku dijebloskan ke dalam liang memeknya, ternyata sudah basah sekali. Ini salah satu yang menyenangkan dari Umi. Memeknya cepat basah, mungkin karena birahinya gampang dibangkitkan.

“Umi mau posisi doggy?” tanyaku.

“Iya,” sahut Umi, “Ayahnya Lita dulu paling seneng posisi ini. Donny seneng nggak?”

“Aku sih semua posisi seneng. Apalagi sama Umi yang memeknya enak banget,” sahutku sambil menepuk - nepuk pantat gede wanita setengah baya itu.

Lalu… sambil berlutut kubenamkan penis ngacengku ke dalam liang memek Umi.

Terdengar nafas Umi, “Aaaaaaahhhhh…”

Lalu, sambil menumpukan kedua tanganku ke bokong gede Umi, aku pun mulai memompakan batang kemaluanku di dalam liang memek yang legit dan seolah menyedot - nyedot ini.

Pada saat itulah Adelita muncul, melangkah masuk ke dalam kamar ibunya ini. Ia mengenakan kimono yang terbuat dari bahan handuk putih polos. Tapi setelah berada di dalam kamar Umi, Adelita melepaskan kimono itu, sehingga tubuhnyha langsung telanjang bulat. Lalu Adelita naik ke atas ranjang besi ibunya sambil berkata, “Kirain masih pemanasan, ternyata sudah mulai main ya?

“Iiii… iyaaa…” sahut Umi yang sedang kuentot dalam posisi doggy ini.

“Umi,” kataku, “Adelita berbohong tuh. Ternyata dia gak lagi mens…! Dia cuma ingin menyenangkan Umi, lalu pura - pura lagi mens segala.”

“Oh ya udah… jadi malam ini kita senangkan Donny ya Lit.”

“Iya Umi… ini yang disebut posisi doggy ya Umi?”

“Iya Sayang. Supaya tidak membosankan, semua posisi boleh dicoba.”

Adelita cuma termangu melihat ibunya sedang kuentot ini. Sambil mengusap - usap memeknya sendiri. Mungkin Adelita terangsang juga melihat aku sedang mengentot ibunya ini.

Sesaat kemudian, Adelita bahkan berlutut di samping kananku, sambil mengusap - usap memeknya. Aku pun mengerti apa tujuannya mendekatiku dalam suasana seperti ini. maka sambil tetap mengentot Umi, tangan kananku mngelus -elus memek Adelita yang terasa hangat ini, sementara tangan kiriku bertumpu ke buah pantat gede Umi.

Ini memang menimbulkan sensasi tersendiri, karena aku sedang menikmati dua memek sekaligus. Mengentot memek Umi sambil mengelus - elus dan menyodok - nyodok memek Adelita dengan jari tengahku.

Cukup lama aku melakukan ini semua. Sementara Umi tidak membatasi suara rintihannya lagi. Dilepoaskannya rintihan - rintihan histerisnya, meski Adelita ikut mendengarkannya.

“Dooon… duuuh Doooon… kontolmu luar biasa enaknya Dooon… entot terusss Dooon… entoooooltttt… entoooooootttt… aaaaa… iyaaaaa… iyaaaa… entooottttttttt… entoooooootttt…”

Sementara memek Adelita pun sudah basah sekali, karena kusodok - sodok terus dengan jari tengahku.

Akhirnya Umi ambruk disertai pekik tertahannya, “Aaaaa… aaaahhhh… !”

Aku mengerti bahwa Umi sudah orgasme. Batang kemaluanku pun terlepas dari liang memeknya, karena Umi ambruk tengkurap di atas kasur.

Dengan sigap aku cepat berganti haluan. mendorong dada Adelita sampai celentang. Lalu kurenggangkan sepasang paha putih mulusnya, sambil meletakkan moncong penisku di mulut memek Adelita yang tampak kemerahan. Dan… kudorong penisku sekuat tenaga… blesssss… baru masuk sedikit, maklum memek Adelita baru “dipakai” lima kali waktu masih berada di Singapore tempo hari.

Kudorong lagi penis ngacengku sampai masuk setengahnya.

Dan mulailah aku mengentotnya perlahan - lahan, dalam jarak pendek - pendek dulu.

Setelah liang memek Adelita mulai beradaptasi dengan ukuran penisku, mulailah aku mengentotnya secara normal, sambil menlumat bibirnya yang ternganga terus.

Sesaat kemudian, Adelita pun mulai merintih - rintih, “Baaaaang… duuuuuh… Baaaaang… di Indonesia baru sekali ini Abang menyetubuhiku lagi, ya Bang… oooooh… ini luar biasa enaknya Baaaaang… Bang Donny… aku sangat mencintaimu Baaaaaaang… ooooooo… oooooh Baaaaang…”

Sementara Umi Faizah mulai celentang sambil mengusap - usap memek tembemnya. Seolah menantangku, bahwa Umi siap untuk dientot lagi …!

Tapi tentu saja aku harus “menyelesaikan” Adelita dulu. Kalau Adelita sudah orgasme, baru penisku bisa pindah ke memek Umi lagi.

Selanjutnya aku mulai gencar mengentot memek Adelita, sambil menjilati leher jenjangnya, disertai dengan gigitan - gigitan kecil. Di saat lain, jilatan dan gigitan kecilku pindah ke ketiak Adelita yang menyiarkan harum deodorant mahal (mungkin dibekalnya dari Singapore).

Waktu gencar - gencarnya mengentot Adelita, aku masih sempat juga menepuk - nepuk memek tembem Umi Faizah yang menelentang di samping anaknya. Terkadang kusodok - sodok juga liang memek Umi dengan dua jari tangan kananku, jari tengah dan telunjukku. Liang memek yang sudah becek itu malah lancar saja disodok - sodok dengan dua jari tanganku.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu