2 November 2020
Penulis —  Neena

Diburu Nafsu Incest

Dunia dan alam pikiranku seolah tengah dialihkan ke satu titik, lalu melupakan yang lain untuk sementara.

Aku pun seolah digugahkan untuk memiliki mobil yang nyaman, jangan sekadar untuk gagah - gagahan. Tapi aku tetap memilih showroom mobil second yang dahulu kupilih untuk membeli jeep 5000 cc itu.

Kali ini pilihanku jatuh pada sebuah sedan built up Jerman. Dengan harga lebih murah 50%…! Padahal sedan hitam itu baru dipakai tiga bulan, sudah dijual lagi.

Aku merasa beruntung mendapatkan sedan yang masih 99% baru dengan harga setengah dari harga barunya itu.

Sebenarnya aku mampu membeli mobil termahal di dunia sekali pun. Tapi aku ingat indoktrinasi dari almarhum Papa angkatku. Bahwa hidup ini jangan terlalu menonjolkan diri, lebih baik hidup sederhana agar hal - hal positif berdatangan sendiri kelak.

Lewat biro jasa aku pun berhasil membeli rumah di Singapura. Karena aku malas tinggal di apartment.

Padahal punya rumah pribadi di Singapura sudah merupakan suatu kemewahan. Karena pada umumnya orang lebih memilih tinggal di apartment.

Aku memang punya rencana untuk memfokuskan usahaku di Singapura. Sebagian untuk meneruskan perusahaan - perusahaan peninggalan Papa, sebagian lagi untuk membuka jalan bagi perusahaan baru yang sudah kubentuk belakangan ini.

Namun di balik itu semua, ada sesuatu yang jauh lebih kupentingkan. Tentang Lingling yang cantik dan manis dan seksi dan berpendidikan tinggi itu.

Lingling yang sudah sering kuajak jalan - jalan atau makan - makan. Tapi kubiarkan dulu dia membenahi kantornya yang untuk sementara menggunakan ruangan p- ruangan kosong di kantor perusahaanku. Kelak kalau perusahaan developer itu sudah berkembang, aku akan membangun kantor khusus yang dipimpin oleh si cantik Lingling.

Sampai pada suatu saat… ketika Lingling sedang duduk di sebelah kiriku, dalam sedan hitam baruku, aku berkata, “Bagaimana perasaanmu setelah jadian denganku Ling?”

“Nyaman sekali Boss.”

“Lingling… sudah berkali - kali aku minta agar jangan manggil boss lagi padaku. Kalau sedang berduaan begini, panggil namaku aja langsung.”

“Biar gimana aku ini kan masih anak buah Boss. Karena itu aku tetap tak berani manggil nama langsung. Kesannya seperti lancang pada majikanku sendiri,” sahut Lingling sambil tersenyum.

“Kalau sedang ada orang lain, boleh Lingling panggil boss padaku. Tapi kalau sedang berduaan begini, panggil namaku aja, please…”

“Iya deh. Aku akan membiasakan manggil Donny aja ya.”

“Nah begitu dong. Jadi rasanya lebih mesra. Tidak terikat masalah status job kita masing - masing.”

“Tapi biar lebih mesra lagi, kenapa janji Donny belum ditepati juga?”

“Lho janji yang mana?”

“Janji untuk membuktikan keperawanankju. Kan biar hati Donny makin yakin bahwa aku ini hanya akan memasrahkan kesucianku pada Donny, sebagai tanda cintaku pada Donny. Yang penting aku jangan habis manis sepah dibuang aja.”

“Lalu kenapa Lingling yakin bahwa aku akan mempertanggungjawabkan semuanya kelak?”

“Karena aku percaya, Donny ini orang baik dan bertanggungjawab.”

“Jadi Lingling memang sudah ingin dieksekusi?”

“Hihihiii… istilahnya dieksekusi… kayak orang mau dihukum mati aja.”

“Lho… dalam bisnis juga ada istilah eksekusi kan? Di dalam bisnis, istilah eksekusi itu positif artinya.. Misalnya mau mengeksekusi lahan yang akan dibeli, mengeksekusi pabrik yang akan dibeli dan sebgaainya.”

“Iya deh. Eksekusilah aku please… biar Donny tidak meragukan lagi diriku.”

Tadinya aku akan mengajak Lingling ke lokasi lahan yang sudah kubeli itu. Lahan untuk proyek perumahan itu. Tapi setelah mendengar keinginan Lingling, kubelokkan sedan hitamku ke arah lain. Menuju villa yang baru dibeli sebulan yang lalu itu.

Uniknya villa itu berada di pinggir tebing yang sangat curam, sementara bagian daratannya kebun buah - buahan yang sangat lebat dan rimbun. Maka setibanya di villa itu, Lingling langsung memelukku dari belakang sambil berbisik, “Sepi dan romantis sekali villa ini, Sayang.”

“Iya,” sahutku, “mau membuktikan keperawananmu di luar juga bisa tuh. Takkan ada seorang pun melihatnya.”

“Hihihi… jangan outdoor dong Sayang. Di dalam aja, biar tenang melakukannya.”

“Tapi aku ingin melihatmu telanjang di sini. Mau kan?”

“Malu Sayang. Aku kan belum pernah telanjang di depan siapa pun kecuali di depan kedua orang tuaku.”

“Nanti di dalam kamar juga kan bakal telanjang. Apa salahnya kalau kamu telanjang dulu di sini, lalu kita masuk ke dalam. Coba buktikan deh bahwa Linglingku akan selalu mengikuti keinginanku.”

“Apakah semua cowok keinginannya suka yang aneh - aneh gitu?” tanya Lingling dengan nada bingung.

“Entahlah. Yang jelas aku ingin melihatmu telanjang di luar sini. Coba perhatikan tuh keadaan di sekeliling kita. Ke sebelah selatan, jurang terjal. Ke utara, barat dan timur kebun buah - buahan semua. Kebun itu pun milikku semua. So… siapa yang berani masuk ke sini?”

“Oke deh. Demi Donny tercinta aku akan melakukannya. Sedikit demi sedikit dulu ya, “Lingling melepaskan beha dari balik blouse putihnya, tanpa melepaskan gaunnya. Kemudian ia menanggalkan spanroknya yang juga putih bersih.

Dalam keadaan tinggal mengenakan blouse putih dan celana dalam yang juga putih, Lingling berjongkok sambil menurunkan ritsleting blouse putihnya, sehingga sepasang toket gedenya kelihatan jelas. Lalu ia berjongkok di depanku sambil berkata, “Toketku kegedean gak sayang?”

“Ngepas dengan kriteriaku Ling,” sahutku sambil menyaksikan sepasang toket gede yang tergantung indah di belahan blousenya itu.

Aku belum pernah menyentuh sepasang toket gede yang luar biasa indahnya itu.

Kemudian Lingling melepaskan blouse dan celana dalamnya yang serba putih itu, sambil merangkak di atas batang pohon yang sudah dijadikan asesori villa ini. Dalam keadaan telanjang bulat.

“O my God! Tubuhmu indah sekali Cinta,” ucapku sambil memegang pergelangan tangan Lingling, kemudian membawanya masuk ke dalam villa.

Langsung membawanya ke dalam kamar. Karena aku ingin agar dia merasa nyaman senyaman mungkin pada waktu aku mengkesekusinya.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu