2 November 2020
Penulis —  Neena

Diburu Nafsu Incest

Beberapa saat kemudian Liza Elizabeth sudah duduk di sampingku, dalam mobil yang kusetir sendiri. Setelah berkali - kali aku meminta agar Liza jangan memanggilku Big Boss jika sedang berduaan begini, kecuali kalau di depan karyawan - karyawanku, akhirnya mau juga dia menyebut namaku langsung.

Bahkan aku merasa bahwa Liza itu punya perasaan yang “khusus” padaku, tapi belum berani mengucapkannya, mungkin.

“Di Jakarta tinggal di rumah siapa?” tanyaku pada suatu saat.

“Di rumah kos - kosan,” sahut Liza.

“Kamu kan bakal resign dari tempat kerjamu. Lalu kenapa sekarang ngeyel mau kembali ke Jakarta?”

“Aku punya jutang ke kantin. Harus dibayar dulu. Aku juga harus pamitan dulu kepada teman - temanku. Pakaianku juga kan harus dibawa. Masa mau ditinggal begitu aja di rumah kos? Lagian bulan ini aku belum bayar sewaan kamarnya. Harus dibayar dulu kan? Masa mau meninggalkan tanggungjawab.”

“Betul juga sih.”

Hening sesaat.

Lalu terdengar suara Liza lagi,” Kata Mama. Mr. Margono itu punya pesawat jet pribadi segala. Berarti sekarang punya Donny dong pesawatnya.”

“Iya. Ada dua buah pesawatnya. Tapi dua - duanya sudah kujual,” sahutku.

“Lho kenapa?”

“Punya pesawat terbang itu suatu pemborosan. Biaya parkir di hanggar bandara mahal sekali. Gaji piulot dan pramugari juga harus dipikirkan kan?”

“Tapi kan keren Don. Ke mana - mana bisa pakai pesawat jet pribadi.”

“Justru aku tak ingin kelihatan keren. Aku ingin menerapkan pola hidup sederhana. Makanya mobil ini pun kubeli dari showroom mobil second. Bukan mobil baru. Makanya jangan manggil Big Boss kalau sedang berduaan begini. Aku tak mau kelihatan sebagai pewaris harta Mr. Margono.”

Tiba - tiba Liza menempelkan pipinya di bahuku sambil berkata, “Lantas… aku harus manggil Honey atau Sayang atau apa?”

Hmmm… ini adalah indikator awal yang cukup jelas. Bahwa Liza itu punya perasaan khusus padaku.

“Terserah kamu mau manggil apa. Asal jangan manggil Big Boss aja. Kecuali kalau di kantor nanti.”

“Mmm… pacaran sama Gayatri sudah berapa lama?”

“Sudah enam bulanan.”

“Donny serius sama dia? Maksudku punya niat menikah dengan Gayatri?”

“Iya.”

“Padahal harusnya kakak Gayatri yang Donny jadikan calon istri.”

“Maksudmu… seharusnya aku jadi pacarmu, gitu?”

“Iya. Aku kan kakaknya. Kalau Gayatri duluan menikah, berarti dia melangkahiku.”

“Bicara lebih jelas lagi dong. Liza maunya gimana?”

“Yah… cowok kan bisa punya pacar lebih dari seorang. Aku mau kok dijadikan pacar Donny juga.”

“Karena apa? Karena aku banyak duit?”

“Bukan iiih… aku bukan cewek matre.”

“Lalu apa sebabnya Liza bisa punya pikiran begitu?”

“Aku mau jujur ya Don. Tapi jangan diketawain.”

“Silakan bicara sejujurnya. Aku paling suka cewek yang jujur.”

“Begitu melihat Donny tadi, aku langsung jatuh hati Don.”

“Ohya?”

“Iya. Donny tampan sekali sih. Lagian Donny punya daya pesona yang begitu kuat. Sehingga cewek mana pun bisa jatuh hati sama Donny.”

“Kamu juga sangat cantik Liz.”

“Jadi? Aku diterima nih ceritanya?”

“Iya. Tapi aku tak mau meninggalkan Gayatri.”

“Aku juga tidak ingin hubungan Donny dengan Gayatri putus. By the way, apa kelebihan Gayatri sehingga Donny bisa jatuh cinta padanya?”

“Gayatri itu cantik dan penyabar. Perilakunya selalu santun. Dan… dia masih seratus persen perawan.”

“Aku juga masih perawan Don. Mau dibuktikan juga silakan. Asal jangan seperti makan tebu aja… habis manis sepah dibuang.”

“Aku tidak sejahat dan sekejam itu Liz,” kataku sambil membelokkan mobilku ke rest area yang tampaknya sepi sekali itu. Setelah mengisi pertamax, kuparkir mobilku di depan sebuah rumah makan minang.

“Makan dulu yok. Bisa makan nasi padang kan?”

“Bisa banget. Aku malah suka sekali makan nasi padang. Ada pedasnya, tapi tidak gila - gilaan pedasnya.”

Di dalam rumah makan padang itu obrolan kami dilanjutkan. Sambil menyantap masakan padang yang sudah lengkap dihidangkan di atas meja. Seperti biasa ciri khas rumah makan padang, semua teman nasi yang ada dihidangkan di atas meja.

“Kenapa Liza musuhan sama Tante Sin?” tanyaku sambil mulai makan.

“Bukan musuhan. Dahulu aku pernah mendamprat dia habis - habisan,” sahut Liza.

“Dia godain pacarku. Tapi kejadiannya udah lama, waktu aku masih di SMA. Pacaran cinta monyet lah.”

Aku terhenyak mendengar pengakuan Liza itu. Karena kalau kejadian itu pada saat Liza masih duduk di bangku SMA, berarti Papa masih ada. Dan pada waktu Papa masih ada, Tante Sin bisa mewnggoda pacar Liza? Apakah seperti ketika Tante Sin menggodaku?

Tapi sudahlah. Itu bukan urusanku. Lagian kejadiannya juga sudah lama.

“Sejak saat itu aku gak mau lagi mengunjungi rumah Tante Sin,” kata Liza.

“Sampai sekarang masih dendam sama Tante Sin?”

“Nggak sih. Udah gak marah. Cuma gak enak aja bertamu ke rumah dia, padahal dahulu pernah kudamprat abis - abisan.”

“Makanya kalau mau marah sama saudara, pikirin dulu mateng - mateng. Kalau masih ditahan, ngomong baek - baek aja,” kataku.

“Siap Honey,” ucap Liza sambil tersenyum manis. Oh… senyumnya itu… membuat pikiranku melayang ke mana - mana.

Jujur, aku tergoda. Mudah sekali aku tergoda oleh wajah cantik dan senyum manis cewek bule itu. Tapi aku pun harus berpikir sejauh mungkin. Apakah Gayatri takkan merasa disakiti kalau aku mengadakan hubungan dengan kakak seibu beda ayahnya itu?

Dan biasanya, kalau aku sudah tertarik pada seorang cewek, langsung kuperjuangkan untuk menyetubuhinya. Tapi aku baru habis -habisan dengan Tante Agatha di private room kantorku. Sampai tiga ronde pula.

Masih punya powerkah aku sekarang? Jangan - jangan penisku tak bisa ereksi nanti.

Tapi oooii maaaak… diam - diam si johni sudah celingukan di balik celanaku. Karena aku membayangkan seperti apa tubuh Liza kalau sudah ditelanjangi nanti.

Dari luar pun aku bisa menilai seperti apa kira - kira tubuh Liza yang bule total itu. Tubuhnya yang tinggi dan agak montok, dengan dada membusung dan bokong membusung pula… pasti jauh beda dengan Gayatri. Aku yakin toket Liza agak gedean. Pinggangnya pun tidak kecil seperti pinggang Gayatri.

Dan kalau tidak salah, seandainya aku berpolygami… dua orang cewek kakak beradik, bisa dinikahi dua - duanya.

Hmmm… selalu saja aku berpikir melesat jauh, selalu saja aku punya jalan tol untuk meraih tubuh yang seksi seperti Liza Elizabeth itu.

“Kok jadi bengong? Inget sama Gayatri ya?” tanya Liza sambil menatapku dengan sorot sayu. Maaak… kesayuan mata Liza itu seolah mengajak tidur bersamaku…!

Kujawab, “Nggak, aku sedang mikir… Gayatri itu adik seibu beda ayah kan?”

“Iya.”

“Terus dengan Gandhi…”

“Kalau Gandhi kan saudara tiri. Karena beda ayah beda ibu.”

“Begitu ya.”

“Iya. Karena sebelum menikah dengan Mama, Papa Gunadi itu sudah punya anak, ya Gandhi itu. Mama pun sudah punya anak, ya aku ini.”

“Iya… iya… “aku mengangguk - angguk. Lalu memanggil pelayan untuk menghitung makanan yang sudah kami santap.

Setelah membayar makanan yang kami santap, kami pun masuk ke dalam mobil kembali. Hari pun sudah mulai gelap. Sehingga aku hanya menghidupkan mesin mobilku, tanpa menjalankannya.

“Kaca mobilnya gelap sekali ya,” ucap Liza setelah memasangkan seat belt.

“Iya. Kita mau ngapain juga takkan terlihat dari luar,” sahutku sambil menunggu reaksi Liza.

Ternyata Liza memang bereaksi. Seat beltnya dilepaskan kembali, kemudian merangkul leherku dan memagut bibirku ke dalam ciuman hangatnya. Agak lama dia melengketkan bibirnya di bibirku. Aku pun membalasnya dengan lumatan lahap.

“Oooohhhh… maaf ya… aku jadi lancang…” ucap Liza setelah ciumannya terlepas, “Soalnya udah gemes, dari tadi pengen nyium bibir Donny…”

“Bagaimana kalau kita chek in aja ke hotel di Jakarta nanti? Soal kerja lembur, telepon aja atasanmu. Bilang aja terus terang mau resign gitu.”

“Terus di hotel mau ngapain? Mau buktiin keperawananku?”

“Iya,” sahutku tegar,” Ucapanmu tadi serius kan?”

“Ucapan yang mana?”

“Yang bilang siap untuk dibuktikan keperawananmu.”

“Serius. Asalkan Donny jangan membuatku habis manis sepah dibuang.”

“Kalau kamu masih perawan… aku akan serius menjalin hubungan denganmu.”

“Terus Gayatri mau diapain?”

“Kelak kamu dan Gayatri akan kujadikan istriku dua - duanya. Tapi jangan terburu - buru. Karena aku ingin kamu dan Gayatri menerima kenyataan itu secara damai - damai aja.”

“Jadi untuk sementara hubungan kita harus dirahasiakan dulu kan?”

“Iya. Pokoknya kamu akan kujadikan sekretaris pribadiku. Ke mana pun aku pergi, kamu harus ikut.”

“Siap Big Boss. Tapi… kalau aku hamil nanti gimana?”

“Soal itu sih jangan takut. Aku membawa pil kontrasepsi, agar kamu jangan hamil dulu.”

“Sip deh kalau gitu sih. Oke… aku sekarang juga mau nelepon atasanku ya.”

“Silakan,” sahutku. Lalu turun dulu dari mobil, agar Liza bicara leluasa dengan atasannya. Sekalian menyalakan rokok dan menikmati asapnya di depan mobilku.

Beberapa menit kemudian terdengar suara Liza, “Sudah Don… !”

“Gimana? Bisa selesai lewat handphone aja?” tanyaku.

“Iya. Aku sekalian nitip bayarin utangku di kantin kantor. Lagian untuk bulan ini aku belum terima gaji. Masa gak bisa diselesaikan oleh gajiku nanti.”

Sambil menjalankan mobilku kembali, kusahut, “Soal itu sih bukan masalah gede. Kalau perlu nanti transfer aja duit ke kantin.”

“Hihihiii… ibu kantinku gak ngerti transfer - transferan. Tabungan aja gak punya. Gimana mau main transfer sama dia?”

“Kan bisa nitip transfer sama teman yang bisa dipercaya.”

“Iya. Nanti kutransfer ke sahabatku aja. Terus… kita mau langsung cek in nih?”

“Iya. Are you ready for fucking?”

“Yes Sir! I’m ready Sir!!“ sahut Liza dengan nada seorang bawahan kepada atasannya. Membuatku tersenyum. Sambil membayangkan segala yang bakal terjadi nanti.

Lalu Liza menyandarkan kepalanya di bahuku sambil berkata, “Tapi aku sa, ma sekali belum punya pengalaman dalam soal seks. Jadi tolong ajarin nanti ya Don.“

“Alaaa… soal itu sih gampang. Nanti kamu tinggal celentang, kontolku dimasukkan ke dalam memekmu, lalu kuentot samp[ai ngecrot crot crottttt…“

“Hihihihiii. Donny kok mendadak vulgar gitu ngomongnya… !” cetus Liza sambil mencubit lengan kiriku.

“Para pakar seks bilang, sewaktu akan atau sedang berhubungan seks, ngomonglah sejorok mungkin. Jangan terlalu formal. Karena omongan jorok atau cabul itu justru akan menambah gairah.”

“O begitu ya. Mmm… aku juga mau ngomong jorok ah… mmm… kalau kontol Donny dimasukkan ke dalam liang memekku, sakit nggak Don?”

“Nanti memekmu akan kujilatin dulu sampai benar - benar basah, untuk mempermudah masuknya kontolku ke dalam memekmu.”

“Memekku mau dijilatin dulu? Seperti dalam film bokep ya?”

“Iya. Kamu sering nonton bokep kan?”

“Sering sih nggak. Takut terangsang sih. Cuma pernah empat atau lima kali nonton dari hape temen.”

Sejam kemudian, mobilku sudah keluar dari pintu tol ke arah Senayan.

“Sebenarnya aku punya dua rumah di Jakarta. Tapi pasti harus bersih - bersih dulu, karena rumah yang sudah lama ditinggalkan. Makanya mending cek in di hotel aja.”

“Iya, terserah kamu aja, Cinta,” sahut Liza yang disusul dengan kecupan hangatnya di pipi kiriku, emwuaaaah…!

“Kamu serius cinta sama aku?” tanyaku.

“Ya seriuslah. Kalau gak cinta, masa aku mau dibawa ke hotel segala. Apalagi sudah jelas rencananya… mau buktiin virgin gaknya memekku kan?”

Aku ketawa kecil mendengar jawaban yang blak - blakan itu.

Beberapa saat kemudian, mobilku sudah memasuki pelataran parkir sebuah hotel bintang lima plus satu diamond, sementara jam tanganku sudah menunjukkan pukul sembilan malam.

Setelah cek in, aku dan Liza melangkah ke arah pintu lift, sambil membawa kartu electronic key pintu kamar di lantai 16.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu