2 November 2020
Penulis —  Neena

Diburu Nafsu Incest

Dalam taksi menuju alamat rumah Teh Siska, aku teringat lagi kepada Mbak Reni alias Tante Reni. Karena itu aku meneleponnya. Lalu terdengar suara wanita muda yang sudah seperti istriku itu :

“Hallo… !”

“Pasti bingung ya?! Ini Donny Mbak.”

“Den Donny?! Oh… pantesan nomornya plus enamdua. Nomor Indonesia ya.”

“Iya Mbak. Gimana sehat - sehat aja?”

“Sehat. Den Donny juga sehat?”

“Sehat Cinta. Tapi seharusnya aku memanggil Tante kepada Mbak.”

“Emangnya saya sudah setua itu sampai harus dipanggil tante segala?”

“Kenal nggak sama wanita bernama Ami yang suaminya bernama Rosadi dan sudah meninggal?”

“Itu kan nama kakak saya Den.”

“Aku ini anak Bu Ami dan almarhum Pak Rosadi. Berarti Mbak ini tanteku kan?”

“Haaa?!”

“Kalau nggak percaya, silakan aja telepon ibuku nanti. Jadi mulai saat ini gak usah manggil aku Den lagi. Panggil namaku aja Tante.”

“Tapi… Pak Margono almarhum dan istrinya almarhumah itu…”

“Ternyata mereka orang tua angkatku Tante. Mereka memang bersahabat dengan Ayah almarhum. Makanya ketika Pak Margono membutuhkan jurumasak, kan ibuku yang mengajukannya kepada almarhum kan?”

“Iya betul itu. Betul sekali.”

“Bunda sengaja merahasiakan asal - usulku kepada Tante. Karena Pak Margono memang melarangnya buka rahasia. Rahasia bahwa sebenarnya aku ini anak Rosadi dan Ami. Bahwa aku ini anak kakak kandung Tante Reni. Sekarang setelah Papa dan Mama tiada, barulah semuanya kini terbuka. Bahkan di dalam surat wasiatnya, Papa mempersilakanku mencari orang tua kandjungku.

“Iya… iya… tapi… hubungan kita gimana seterusnya?”

“Tenang aja Tante. Liburanku hanya sebulan. Setelah berada di Bangkok lagi, nanti kita atur semuanya. Pokoknya Tante Reni harus tetap menjadi milikku.”

“Iya Do… Donny… aku… aku cinta kamu… di dunia ini hanya Donny yang kucintai, Sayang.”

“Jaga diri baik - baik selama aku masih di Indonesia, ya Sayaaaang…”

“Donny juga… jaga diri baik - baik yaaa. Aku terlalu mencintaimu Dooon… Ohya… nanti kutelepon ibumu ya.”

“Silakan. Biar Tante yakin bahwa aku ini keponakan Tante.”

“Hihihiii… jadi malu. Ternyata selama ini aku mencintai keponakanku sendiri. Sudah sangat jauh pula langkah kita…”

“Gak usah mikir ke sana. Yang jelas sejak awal aku berjumpa denganmu, aku sudah terpesona melihat kecantikanmu. Sampai kapan pun aku akan tetap menyayangi Tante Reni.”

Tak lama kemudian taksi yang kutumpangi sudah tiba di depan rumah Teh Siska. Rumah yang bergaya masa kini. Rumah bergaya minimalis yang cukup cantik dan artistik penataan pekarangan depannya.

Tanpa kuketuk pun pintu depan itu langsung dibuka setelah aku berada di teras depan.

Teh Siska yang malam itu mengenakan daster dari bahan wetlook biru tua polos dan ketat, membuat aku semakin menyadari bahwa kakak sulungku itu berperawakan tinggi montok dan berkulit putih bersih seperti kulit Bunda.

“Ayo masuk Don, “sambut Teh Siska sambil memegang pergelangan tanganku dan menuntunku ke dalam rumahnya. Setelah aku berada di ruang tamu, Teh Siska menguncikan pintu depan. Lalu menutupkan semua tirai yang ada di ruang tamu itu.

“Aku bangga punya adik setampan kamu,” ucap Teh Siska ketika aku sudah duduk berdampingan dengannya di atas sofa putih yang lumayan mewah kelihatannya.

“Aku juga bangga punya kakak secantik Teteh. Tapi kita baru berjumpa sekarang setelah sekian lamanya dipisahkan. Sejak masih bayi aku sudah bersama orang tua angkat. Sehingga begitu berjumpa dengan Teh Siska yang sexy abis ini, aku merasa seolah berjumpa dengan orang asing tapi sangat menggiurkan…

“Sama aku juga begitu. Kalau ketemu di jalan sih pasti aku takkan mengenali siapa dirimu. Mungkin aku cuma bisa menelan air liur karena melihat anak muda yang segini tampannya. Dan…”

Teh Siska tidak bisa melanjutkan kata - katanya, karena aku sudah memagut bibirnya, lalu mencium dan melumat bibir sensual tipis merekah itu. Teh Siska pun menyambut ciuman dan lumatanku dengan pelukan hangatnya di leherku. Sementara telapak tangan kananku mulai kuletakkan di lututnya. Lalu kuselundupkan ke balik dasternya menuju paha hangatnya yang terasa licin dan hangat.

Kancing - kancing daster yang Teh Siska kenakan berderet di bagian depannya. Pada waktu aku sedang, melumat bibirnya ini, Teh Siska melepaskan kancing - kancing dastern pada bagian dadanya, sehingga payudaranya yang tak berbeha itu mulai nongol. Mulutku pun pindah sasaran. Dari bibir ke pentil toketnya yang nyembul darei belahan daster bagian dadanya.

Sementara tangan kananku sudah berada di pangkal paha kakak sulungku. Lalu kutemukan kenyataan yang sangat menyenangkan. Bahwa ternyata Teh Siska tidak mengenakan celana dalam dan bra di balik dasternya itu. Mungkin semuanya itu sudah disiapkan untuk menyambut kedatangan “Sang Pangeran” dari negeri antah berantah…

Dan jari tangan kananku yang sangat beruntung kini, langsung menyentuh kemaluan kakak sulungku yang ternyata celahnya sudah agak basah dan licin ini. Di situlah jemariku mulai bermain, mencolek - colek dan menyodok -nyodok. Sementara mulutku tetap asyik menyedot - nyedot dan menjilati pentil toketnya yang sudah menegang ini.

Tubuh Teh Siskia pun menghangat. Pertanda sudah horny. Aku pun sama. Penisku yang masih tersembunyi di balik celana demnim dan celana dalamku, sudah sangat ngaceng. Seolah menuntut agar segera dijebloskan ke dalam liang memek yang sedang kupermainkan ini.

Tiba - tiba kulepaskan emutanku dari pentil toket Teh Siska, tangan kananku pun kukeluarkan dari balik dasternya. Kemudian aku bersila di lantai, di antara kedua kaki Teh Siska yang sejak tadi direnggangkan jaraknya. Tampaknya Teh Siska mengerti apa yang akan kulakukan. Ia menyingkapkan dasternya sampai ke perutnya, sehingga aku bisa menyaksikan betapa tembem dan menggiurkannya kemaluan kakak sulungku ini.

Tanpa basa - basi lagi kuserudukkan mulutku ke memek Teh Siska, lalu kujilati mulut vaginanya yang sudah ternganga itu, karena kedua pahanya sudah direntangkan lebar - lebar.

“Ooooh… Dooooon… sudah lama sekali aku tidak merasakan semuanya ini… aku memang membutuhkan sentuhan lelaki Dooon… jilatin itilnya sekalian Doon… biar cepat basah… iyaaaa… itilnya itu jilatin teruuus Dooonny…”

Tapi sesaat kemudian Teh Siska menjauhkan kepalaku dari memeknya, sambil berkata, “Di kamarku aja yuk, biar aman dan nyaman.”

Aku menurut saja, mengikuti langkah Teh Siska ke dalam kamarnya. Keadaan di dalam kamar Teh Siska cukup nyaman. Bed dan perabotan lainnya serba up to date. Mungkin Teh Siska punya penghasilan yang cukup besar sehingga bisa membeli segalanya yang serba kekinian.

Aku pun bertekad untuk mengupgrade Bunda, agar tinggal di rumah yang layak, perabotannya pun harus serba layak. Bukan sekadar kekinian belaka. Bahkan aku bisa mendatangkan furniture yang serba Made In Thailand nanti dengan mudahnya.

Begitu tiba di dalam mkamarnya, Teh Siska langsung melepaskan dasternya, sehingga tiada sehelai benang pun menutupi tubuhnya kini. Kemudian ia menelentang di atas bed berkain seprai putih bersih itu. Membuatku terlongong, karena tubuh montok berpinggang ramping itu sangat menggiurkan…!

Aku pun melepaskan celana jeans dan baju kausku. Hanya celana dalam yang masih kubiarkan melekat di tempatnya. Lalu naik ke atas bed.

“Kenapa celana dalamnya tidak dilepaskan sekalian?” tanya Teh Siska sambil menurunkan celana dalamku, sampai terlepas dari kedua kakiku.

Dan… Teh Siska memegang kedua belah pipinya sambil berseru, “O my God! Kontolmu gede banget Don…!”

Kepalangan penisku sudah tersembul dan memang sudah ngaceng sejak di ruang tamu tadi, dengan sikap manja seorang adik ke kakaknya, kuangsurkan penisku dan kucolek - colekkan moncongnya ke pipi Teh Siska.

Tapi Teh Siska tidak marah. Ia bahkan tersenyum sambil menangkap penisku. Lalu moncongnya diciumi crupppp… crupppp… crupppph…!

Tak cuma diciumi. Teh Siska bahkan menjilati moncong dan leher penisku. Lalu happpphhh… dikulumnya penisku dengan lahapnya. Kemudian diselomotinya seperti anak kecil sedang menyelomoti permen loli atau es lilin. Sementara bagian yang tidak terkulum diurut - urut oleh tangannya, dilicinkan oleh air liurnya yang mengalir ke badan penisku …

Lama juga Teh Siska menyelomorti penisku, sampai akhirnya ia melepaskannya dari mulutnya sambil berkata, “Gila… sampai terasa sesak di mulutku juga… ayo masukin aja ke memekku Don …”

Kemudian Teh Siska menelentang dengan kedua kaki mengangkang, sambil mengusap - usap memek botak licinnya, dengan senyum yang sangat mengundang.

Dengan sepenuh gairah aku pun merayap ke atas perutnya sambil memegangi penis ngacengku, yang moncongnya kuletakkan tepat di mulut memek yang menganga dan berwarna pink itu.

Dengan sekali dorong sekuatnya, penisku mulai melesak masuk ke dalam memek tembem itu… blessssss…!

Teh Siska pun meraih kedua bahuku sehingga dadaku terhempas ke sepasang toket gedenya. “Kamu satu - satunya adikku yang cowok. Ternyata kontolmu segini gedenya… beruntung istrimu kelak… bisa dientot sama kontol yang sangat gede dan panjang gini. Beruntung juga aku ngajak kamu ke sini tadi… ayo mainkan kontolmu Don…

Aku pun mulai mengayun penisku di dalam liang memek Teh Siska yang sudah basah licin dan hangat ini. Maklum tadi sudah kujilati dan kualiri air liurku.

Dalam tempo singkat entotanku mulai lancar, diiringi desahan dan rintihan kakak sulung yang baru tadi sore kukenal wajahnya ini. “Doooon… oooo… oooooooh dooon… gilaaaaa… sekalinya dapet kontol segini panjang gedenya… enak banget Dooon… yang luar biasa, panjangnya kontolmu ini, sampai terus - terusan mentok di dasar liang memekku…

naaaaah… naaaaah… ini nikmat sekali Dooon… entot sampai ke dasarnya terussss Dooon… naaaaah… naaaaah… ooooo… oooooh… nikmat sekali Donny… entooooottttt sampai ke dasarnya lagi… naaaah… oooooooh… luar biasa enaknya Dooon… ooooh… entot terus Dooon… entoooot terusss…

Aku memang merasakannya juga. Bahwa moncong penisku selalu menyundul dasar liang memek Teh Siska pada saat sedang kudorong. Dan hal itu rupanya membuat kakak sulungku keenakan.

Dan saking enaknya, tak lama kemudian Teh Siska klepek - klepek seperti mau orgasme. Tapi aku masih asyik - asyiknya mengayun batang kemaluanku.

Lagian waktu aku menyetrubuhi kakak sulungku ini, merupakan persetubuhan yang ketiga buatku. Tadi pagi menyetubuhi Bunda, tadi siang menyetubuhi Donna dan kini menyetubuhi Teh Siska. Maka dengan sendirinya durasi ngentotku jadi lebih lama dari biasanya.

Teh Siska memang mulai berkelojotan… lalu mengejang tegang sambil menahan nafasnya. Dan… “Aaaaaaaaahhhhh… aku udah lepas Dooon…”

Teh Siska mengelojot lagi, lalu terhempas lemas.

Aku sudah sering merasakan hal yang seperti ini, baik dengan Mama mau pun dengan Tante Reni. Karena itu kudiamkan dulu penisku di dalam liang memek Teh Siska, sambil memperhatikan aura kecantikan kakak sulungku ini. Memang Teh Siska tidak kalah cantik dari Donna. Bentuk tubuhnya pun berbeda dengan tubuh Donna.

Mereka punya kelebihan masing - masing yang sulit mengatakannya. Barangkali kalu kuambil kesimpulan, Donna itu laksana princess yang cantik jelita, sementara Teh Siska itu sexy habis. Dan aku sangat tergiur oleh keseksian kakak sulungku ini.

Lalu kenapa Teh Siska bisa bercerai dengan suaminya? Entahlah.

Yang jelas, setelah Teh Siska tampak bergairah lagi, aku pun mengayun batang kemaluanku kembali. Liang memek Teh Siska jadi terasa becek, pasti karena baru mengalami orgasme. Tapi aku justru suka mengentot memek yang baru orgasme begini. Karena aku merasa tak punya beban, karena pasangan seksualku sudah mencapai kepuasannya.

Karena liang memek TGeh Siska sudah becek, dengan sendirinya batang kemaluanku sangat lancar mengentotnya. Moncong penisku pun terus - terusan ”menabrak” dasar liang memek Teh Siska.

Dan… bokong gede itu pun mulai bergoyang - goyang erotis, mungkin untuk mengimbangi genjotan penisku yang mulai gencar dan keras ini. Aku pun tak mau kalah. Ketika sedang asyik - asyiknya mengentot liang memek Teh Siska yang mulai terasa sempit lagi ini (tidak becek lagi), aku pun mulai menyedot - nyedot dan menjilati pentil toket gedenya.

Oooo… betapa nikmartnya menyetubuhi kakak sulungku yang tinggi montok ini…!

Terlebih setelah merasakan nikmatnya goyanjgan bokong gede Teh Siska, yang membuat penisku terbawa meliuk - liuk dan menghempas - hempas. Yang membuat penisku laksana dibesot - besot dan diremas - remas oleh liang memek kakak sulungku ini.

Tak salah kalau orang menyebut hubungan sex itu laksana surga dunia indah dan nikmatnya.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu