2 November 2020
Penulis —  Neena

Diburu Nafsu Incest

**Part 19

Pelayan sudah menghidangkan makanan di ruang makan yang bersatu dengan kitchen itu. Maka kuajak Tante Agatha untuk makan bersama.

“Nanti kalau sudah nikah, Gayatri mau diajak pindah ke sini?” tanya tante Agatha setelah duduk di kursi makan, berhadapan denganku terbatas, meja makan.

“Ya dibawa ke rumahku Tante. Tapi nanti bagaimana baiknya aja. Aku juga harus mendengar apa yang diinginkan oleh Gayatri.”

Lalu kami mulai makan.

“Tante ikut program KB di Bangkok?”

“Nggak,” sahut Tante Agatha sambil tersenyum.

“Wah… kalau hamil gimana?”

“Nggak apa - apa.”

“Tapi kalau ketahuan sama Oom Gunadi, pasti beliau bakalan murka.”

“Nggak mungkin marah. Tante kan pernah minta cerai setahun yang lalu. Karena papanya Gayatri sudah bertahun - tahun tidak bisa memberikan nafkah batin lagi pada tante.”

“Terus?”

“Dia malah menangis. Minta agar tante jangan meninggalkannya. Kemudian dia mempersilakan tante berselingkuh dengan lelaki lain, sampai hamkil pun tidak apa - apa. Asalkan tante jangan minta cerai darinya.”

“Kasian…”

“Iya. Tante juga jadi kasihan sama dia. Makanya tante menguatkan diri untuk tetap hidup bersamanya. Tapi tante pun tak pernah berselingkuh di belakang dia. baru sekali ini tante berselingkuh sama calon mantu yang ternyata sangat memuaskan…”

“Terus… kalau tante hamil nanti gimana? Tante masih bisa hamil kan?”

“Tentu saja bisa. Selama belum menopause, semua perempuan masih dimungkinkan hamil. Tante kan baru empatpuluh tahun. Teman tante yang usianya empatpuluhtujuh saja masih bisa punya anak lagi kok.”

“Terus kalau Tante hamil nanti gimana?”

“Tante malah senang. Mudah - mudahan tante bisa hamil anak laki - laki darimu, biar tampan seperti ayahnya. Tante kan punya anak tiga orang, perempuan semua. Belum ada cowoknya.”

“Tiga orang? Bukannya adik perempuan Gayatri cuma seorang?”

“Kan sebelum menikah dengan papanya Gayatri, tante sudah punya anak perempuan seorang. Papanya Gayatri juga sudah punya anak seorang, ya Gandhi itu.”

“Owh… aku hanya dengar bahwa adik Gayatri bernama Galia.”

“Iya. Itu anak dari Oom Gunadi. Anak dari suami pertama tante bernama Liza. Nama lengkapnya Elizabeth.”

“Kata Gandhi, Galia itu tinggal di Bangkok. Terus Liza tinggal di Bangkok juga?”

“Nggak. Liza itu tinggal di Jakarta. Ohya, kalau bisa sih tempatkan Liza di perusahaanmu Don. Sekarang dia sudah kerja, tapi gajinya kecil sekali. Ohya… hampir saja tante lupa. Liza mau menemui tante di rumah Sin hari ini. Mungkin sekarang masih di jalan.”

“Suruh aja dia ke sini Tante. Usianya berapa tahun?”

“Duapuluhsatu.”

“Berarti pendidikannya…”

“Sudah de-tiga.”

“De-tiga dari jurusan apa?”

“Dari akademi sekretaris.”

“Mmmm… ya sudah. Kalau begitu suruh aja dia ke sini. Aku membutuhkan beberapa tenaga yang kursinya masih kosong. Maklum kantor perusahaanku ini baru dibuka dua bulan yang lalu.”

“Iya. Tante call aja Liza ya,” kata Tante Agatha sambil mengeluarkan handphone dari tas kecilnya.

“Silakan,” sahutku.

Lalu Tante Agatha menelepon anak sulungnya yang bernama Liza Elizabeth itu. Entah apa yang mereka bicarakan, karena menggunakan bahasa Belanda campur - campur bahasa Perancis.

Setelah selesai menelepon anaknya, Tante Agatha kuajak pindah ke sofa di ruang keluarga. di situlah Tante Agatha berkata padaku, “Masih di luar kota. Mungkin sejam lagi juga tiba di sini.”

“Ngomongnya campur - campur gitu. Ada bahasa Belanda, ada bahasa Perancis terkadang pake bahasa Jerman,” sahutku.

“Iya. Di Belgia kan ada tiga bahasa resmi. Bahasa Belanda, Perancis dan Jerman. Tapi yang tinggal di Brussel pada berbahasa Perancis. Liza lebih terbiasa menggunakan bahasa Belanda, karena ayahnya asli Belanda.”

“Berarti darah Indonesianya cuma duapuluhlima persen dong. Kan ayahnya Belanda, ibunya Indo - Belgia.”

“Iya. Tapi dia lahir dan besar di Jakarta.”

“Ayahnya masih ada?”

“Masih. Kami bercerai pada saat Liza masih balita. Lalu ayahnya kembali ke Nederland.”

“Tapi dia fasih berbahasa Indonesia kan?”

“Tentu aja. Dia kan lahir dan besar di Jakarta.”

“Di Jakarta dia bekerja sebagai sekretaris?”

“Justru itu… dia tamatan akademi sekretaris, tapi bekerja sebagai staf admin biasa. Karena di perusahaan itu sudah ada sekretaris.”

“Di sini juga sudah ada sekretaris Tante. Tapi nanti bisa saja kutukar posisinya, asalkan Liza mampu jadi sekretaris komisaris utama. Sekretaris lama akan kupindahkan menjadi sekretaris dirut.”

“Silakan atur - atur aja deh sama Donny. Tapi sama Liza jangan memperlihatkan sikap mesra sama tante ya,” ucapnya yang disusul dengan ciuman mesranya di bibirku.

“Tapi sebelum dia datang boleh aja kan aku bermesraan dulu sama Tante,” sahutku sambil menyelinapkan tanganku ke balik gaun biru ultramarinenya.

“Emangnya Donny masih belum kenyang?”

“Belum,” sahutku sambil menyelinapkan tanganku ke balik celana dalamnya. Dan mulai menggerayangi memek tembemnya lagi.

“Ayo dong ke kamar lagi. Jangan di sini,” bisik Tante Agatha.

Dan… begitulah… menemukan wanita yang cocok dengan kriteriaku… aku jadi laksana kafilah dahaga di padang pasir. Sekalinya menemukan oase, minum sebanyak mungkin.

Di dalam kamar utama, kubenamkan lagi batang kemaluanku ke dalam liang memek calon ibu mertuaku yang cantik dan sangat seksi itu.

“Jangan lebih dari sejam ya Sayang. Takut Liza keburu datang,” bisik Tante Agatha ketika batang kemaluanku sudah melesak amblas ke dalam liang memek yang sangat lezat itu.

“Iya mertuaku sayaaaang,” sahutku yang kususul dengan ciuman hangat di bibir sensualnya, sambil mulai mengayun batang kemaluanku perlahan - lahan dahulu.

“Ooo… ooo… oooooohhhhh… mulai enak lagi Dooon… ayo entot sepuasmu Sayaaaang… kontolmu luar biasa enaknyaaaaaa… entooot teruuuuusssss… ooooohhhhh… kalau sudah nikah sama Gayatri, Donny harus tetap rajin ngentot tante yaaaa…”

“Tentu aja Tante… memek legit begini takkan kulupakan seumur hidupku…” kataku sambil menghentikan entotanku dulu, “Tante pindah aja ke Indonesia, ke kota ini.”

“Kenapa?”

“Biar aku bisa ngentot Tante sesering mungkin.”

“Terus tante mau tinggal di mana? Di rumah Sin bareng - bareng Gayatri?”

“Nanti kusediakan rumah, khusus buat Tante.”

“Kalau dikasih bisnis, tante mau. Biar ada alasan sama papanya Gayatri.”

“Boleh. Nanti kusediakan lahan bisnis buat tante di kota ini.”

“Don… sebenarnya tante juga ingin dekat selalu denganmu. Karena baru kamulah yang terasa sangat memuaskan di ranjang. Tante bahkan ingin sekali dihamili olehmu Sayang.”

“Aku juga merasakan hal yang sama. Tante memenuhi semua kriteriaku. Ya cantik, ya seksi, ya legit memeknya… setengah baya pula.”

“Usia setengah baya termasuk kriteriamu?”

“Betul Tante. Kalau belum ada janji dengan Gayatri, pasti aku akan mengejar Tante ke mana pun, sampai dapat.”

“Donny Sayang… sebenarnya tante juga sudah mulai mencintaimu. Kamu malah melebihi kriteria tante. Lebih dalam segalanya. Ya tampan, ya masih sangat muda, memuaskan di ranjang, baik hati pula.”

Lalu Tante Agatha mencium bibirku dilanjutkan dengan saling lumat. Terkadang lidahku disedot ke dalam mulutnya lalu digeluti oleh lidahnya. Aku pun melakukan hal yang sama ketika lidahnya terjulur, kusedot dan kumainkan di dalam mulutku. Sementara batang kemaluanku pun mulai diayun lagi… maju mundur lagi di dalam liang memek Tante Agatha yang luar biasa enaknya ini.

“Ayo Don… entot tante sepuasmu… tapi ingat… jangan sampai Liza keburu datang nanti… iyaaaa… entot yang kencang juga boleh… yang penting jangan terlalu lama… iyaaaa… iyaaaa… ooooh Dooonny… kontolmu memang luar biasa enaknya Doooon… entoottttt… entooootttttt… fuck me harder please…

Aku memang tidak mau berlama - lama, karena aku juga takut kalau Liza keburu datang. Tapi ketika aku ingin ngecrot secepatnya, malah sulit ngecrot.

Setelah hampir sejam aku menyetubuhi Tante Agatha, barulah aku bisa ngecrot di dalam liang memek Tante Agatha untuk yang ketiga kalinya, setelah Tante Agatha orgasme dua kali lagi.

Kemudian kami bergegas menuju kamar mandi untuk bersih - bersih. Dan kami kenakan lagi pakaian kami. Kemudian menyisir rambut di depan cermin meja rias.

Setelah merapikan pakaian dan rambut, kami turun ke lantai satu.

Hanya beberapa menit setelah tiba di ruang kerjaku, seorang petugas security mengantarkan seorang gadis bule berambut pirang. “Itu dia Liza,” kata Tante Agatha sambil bangkit dari kursi tamu di samping ruang kerjaku.

Aku terkaget - kaget dibuatnya. Kalau tadi persetubuhan kami terlambat lima menit saja, pastilah Liza harus menungguku di lantai satu. Menungguku yang sedang mengentot ibunya…!

“Ini pacar Gayatri, Liz,” kata Tante Agatha sambil menunjuk ke arahku, “Dia ini anak tunggal Mr. Margono yang pernah kuceritakan dahulu. Sekarang Mr. Margono sudah meninggal dan dia yang melanjutkan semua perusahaannya.”

Liza menjabat tanganku sambil tersenyum manis. Manis sekali senyum cewek bule berambut pirang itu…!

“Tepat seperti dugaanku, Liza ini tujuhpuluih lima persen bule ya Tante,” kataku setelah berjabatan tangan dengan anak sulung Tante Agatha.”

“Iya… malah gak kelihatan Indonesianya. Dia seperti seratus persen bule kan?” tanya sahut Tante Agatha.

Aku menatap wajah Liza yang masih berdiri sopan di depanku. Memang Liza tampak 100% bule… cantik pula, tak kalah cantik dari ibunya. “Iya Tante,” sahutku sambil tersenyum. Liza tersipu, lalu duduk di samping ibunya.

“Mbak Wien… tolong mintakan minuman ke kitchen,” kataku kepada Mbak Wien, sekretarisku yang usianya kira - kira sebaya dengan Tante Agatha itu.

“Siap Big Boss, “Mbak Wien berdiri lalu melangkah ke luar.

Kemudian aku berunding dengan Tante Agatha dan Liza Elizabeth. Tentang job yang akan diberikan pada Liza. Sebagai sekretaris komisaris utama. Sementara Mbak Mbak Wien akan kutugaskan sebagai sekretaris dirut. Tentu saja dengan gaji yang jauh lebih besar daripada gaji Liza di Jakarta.

Liza tampak bersemangat pada awalnya. “Tapi, di mana aku tinggal nanti Mam?” tanya Liza kepada ibunya, “Kalau di rumah Tante Sin aku gak mau.”

Tante Agatha menoleh padaku, “Liza pernah bentrok sama Sin. Makanya dia tidak mau tinggal di rumah Sin. Bagaimana tuh Don?” tanyanya.

Gamp[ang soal itu sih. Di belakang ada rumah kosong yang siap untuk ditinggali. Jarak dari rumah itu ke sini hanya beberapa puluh meter saja. Jadi kalau mau ngantor gampang. Tinggal melangkah beberapa menit saja. Tak usah pakai kendaraan lagi. Mau dilihat rumahnya?”

Liza berdiri sambil berkata, “Siap Big Boss.”

“Hahahaaa… kalau tidak di depan karyawan lain, gak usah manggil boss,” kataku, “Panggil namaku juga boleh. Kita kan sebaya. Sama - sama duapuluhsatu taun kan?”

“Nggak enak dong manggil nama sama Big Boss,” sahut Liza.

“Aku sih bukan orang yang gila hormat,” kataku sambil berdiri, “Ayo kita lihat rumahnya Liz. Tante juga ikut aja, gak jauh kok dari sini rumahnya.”

Memang rumah itu tidak jauh dari kantorku. Sebenarnya ada lima buah rumah yang kubangun di tanah kosong peninggalan almarhum Papa. Tujuanku, untuk karyawan yang menduduki jabatan penting di perusahaanku nanti. Supaya gampang memanggilnya kalau ada masalah perusahaan yang emergency.

Kelima rumah itu bukan rumah mewah. Tapi bentuknya cantik semua, bergaya minimalis, masing - masing terdiri dari satu kamar tidur yang bersatu dengan kamar mandi, satu ruang tamu, satu ruang makan, satu kamar berukuran kecil untuk pembokat, satu dapur dan kamar mandi di luar kamar tidur (untuk tamu dan pembokat yang mau mandi atau buang air).

Untuk Liza, sengaja kupilih yang plus. Yang ada tambahan kamar tidurnya, jadi dua kamar tidur dan satu kamar untuk pembokat.

Tante Agatha dan anak sulungnya tampak senang melihat rumah yang kusediakan untuk tempat tinggal Liza itu.

“Tapi nanti gak usah ngasihtau Sin dan Gayatri ya Don,” kata Tante Agatha setengah berbisik padaku, “Soalnya ya itu.. Sin pernah bentrok sama Liza. Entah urusan apa yang bikin mereka bentrok. Tapi kelihatannya Liza marah sekali sama Sin.”

“Iya Tante. Aku takkan ngomong kalau Liza sudah kurekrut ke perusahaanku,” sahutku. Lalu aku menoleh ke arah Liza, “Bagaimana? Senang dengan rumah ini?”

“Seneng banget,” sahut Liza.

“Sekarang mau langsung ditempati?” tanyaku.

“Jangan dulu. Nanti malam harus kerja lembur. Sekalian mau pamitan sama temen - temen.”

“Wah… sekarang sudah sore. Emangnya sempet nyampe Jakarta sebelum jam overtime?”

“Iya ya… pasti terlambat sih. Tapi biarin aja, kan mau resign,” sahut Liza.

“Kalau gitu kuanterin aja ke Jakarta ya,” kataku.

“Haaa…?! Big Boss mau nganterin aku ke Jakarta? Kalau berkenan sih ya tentu aja aku mau… mau banget,” wajah cantik Liza tampak ceria.

“Iya, “aku mengangguk, “Boleh ya Tante kuanterin Liza ke Jakarta?” aku menoleh ke arah Tante Agatha.

“Boleh. Tapi tante gak bisa ikut. Mau kembali ke rumah Sin. Takut mereka cemas karena aku terlalu lama meninggalkan rumah Sin.”

“Gak usah ngomong ketemuan sama aku ya Mam,” kata Liza kepada ibunya.

“Iya iya, “Tante Agatha mengangguk - angguk sambil tersenyum…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu