2 November 2020
Penulis —  Neena

Diburu Nafsu Incest

Part 20

Begitu berada di dalam kamar yang telah dibooking itu, Liza melingkarkan lengannya di leherku. Menatapku dengan senyum manisnya dan berkata perlahan, “Sekujur tubuh dan jiwaku akan menjadi milikmu. Aku hanya mohon, jangan sia - siakan cintaku nanti ya Honey…”

Aku cuma mengangguk sambil tersenyum. Liza pun memagut bibirku ke dalam ciuman mesranya. “Tapi aku mau mandi dulu Don. Boleh?”

“Sama,” sahutku, “Aku juga harus mandi dulu biar bersih dan segar badannya. Mandi bareng aja yuk. Biar jadi kenangan indah kelak.”

Liza menatapku dengan sorot ragu. “Mmmm… ayo deh… kan waktu membuktikan virginitasku harus telanjang juga. Hihihiii… ini pertama kalinya aku mau mandi bareng cowok.”

Setibanya di kamar mandi, Liza menanggalkan gaun orangenya, lalu gaun itu digantungkan di kapstok kamar mandi. Mulailah tampak betapa indahnya tubuh Liza itu. Tinggi langsing dan agak montok. Setelah ia melepaskan behanya, tampaklah sepasang toket indah berukuran sedang, tidak semontok dugaan semulaku.

Aku memenangkan diriku sendiri dengan melepaskan celana jeans dan baju kaus casualku. Lalu kulepaskan juga celana dalamku.

Dan ketika kami berhadapan, kami saling pandang. Saling meengamati dari ujung kaki sampai kepala. Lalu kami sama - sama tertunduk. Seperti tidak tahu apa yang harus kami lakukan.

Terdengar suara Liza, “Jantungku berdegup kencang Don…”

“Kenapa? Takut?” tanyaku sambil memeluknya dari belakang. Dengan tangan kiri membekap toket kirinya, sementara tangan kananku membekap memek tembemnya.

“Don ..” ucapnya.

“Hmm?”

“Apakah Donny mencitaiku?”

“Kalau tidak cinta, ngapain aku mau memecahkan keperawananmu segala?”

“Aku memang turunan bule dari Papa dan Indo Belgia dari Mama. Tapi jiwaku tidak seperti cewek - cewek bule di negaranya, yang mengobral memek kepada cowok yang hanya ingin iseng semata. Karena itu sampai saat ini aku bisa mempertahankan kesucianku. Karena aku hanya mau memberikan kesucianku pada cowok yang benar - benar kucintai dan jelas masa depannya.

“Iya. Tenang aja. Aku akan membujuk Gayatri pelan - pelan. Agar dia rela dipoligami. Bahkan mungkin saja dia senang kalau kubilang bahwa aku akan mengawinimu juga Liz,” kataku, sementgara jemari tangan kananku sedang mencari - cari letak clitoris Liza. Dan setelah ketemu, kuelus - elus kelentit cewek bule berambut brunette itu (yang tadinya kusangka pirang, setelah dilihat dari dekat rambutnya tidak pirang benar, cuma brunette/kecoklatan).

Terasa tubuh Liza bergetar setelah jemariku mengelus - elus kelentitnya ini.

“Dududuuuuh Dooon… mandi dulu yooook… nanti kalau udah mandi sih mau ngapain juga silakan, “Liza meronta, lalu menghampiri kran shower. Dan memutarnya ke titik merah. Air hangat pun terpancar dari shower di atas kepala kami.

Kemudian kami agak menjauh dari siraman air shower, untuk menyabuni tubuh kami. Tepatnya saling menyabuni. Karena aku dengan senang hati menyabuni sekujur tubuh bule yang terasa masih fresh di sana - sini ini. Sementara Liza pun menyabuni tubuhku dengan telaten. Bahkan ketika tangannya akan menyabuni penisku yang sudah ngaceng berat ini, “Ini kan yang mau dimasukin ke dalam memekku?

Aku pun menyabuni memek Liza sambil berkata, “Iya… nanti kontolku bakal dimasukin ke sini…”

“Hihihihiii… kebayaaang…”

“Kebayang apa?”

“Pokoknya kebayang kayak di film bokep. Tapi aku kan belum pernah ngerasain. Gak tau bakal gimana jadinya nanti.”

Sambil berdiri di bawah pancaran air hangat shower, untuk membilas busa sabun di tubuh kami, aku berkata, “Pokoknya Liza takkan kusakiti. Bahkan sebaliknya… akan kuajak terbang ke langit imajinasi seks nanti…”

“Iya… aku sudah ingin merasakannya,” sahut Liza sambil meraih salah satu handuk putih yang disediakan oleh hotel five star plus diamond one itu.

Kemudian Liza menghanduki sekujur tubuhnya. Begitu pula aku, menghanduki tubuhku sampai kering. Kemudian membelitkan handuk itu di badanku.

Liza pun melakukan hal yang sama. Setelah mengeringkan badan dan rambutnya, handuk putih itu dibelitkan di tubuhnya, dari toket sampai pahanya. Kemudian dia memegang lenganku, keluar dari kamar mandi menuju bedroom.

Yang menyenangkan pada Liza ini aalah sifat periangnya itu. Dia murah senyum dan tawa. Sikapnya selalu open minded. Sehingga aku menilai dia bakal membawa keceriaan selalu kelak.

Ketika sudah berada di atas bed, dengan ketawa kecil Liza melepaskan belitan handukku. Kemudian melemparkan handuk itu ke atas sofa. Aku pun membalasnya, dengan menarik handuk yang membelit di tubuhnya, kemudian melemparkannya ke atas sofa juga.

Dalam keadaan sudah telanjang, Liza bergerak cepat, menjauhiku sambil ketawa cekikikan. Tapi setelah tertangkap tangannya, ia langsung memelukku, menciumi pipi dan bibirku. Lalu berkata setengah berbisik, “Jujur, baru sekali ini aku jatuh cinta sedemikian cepatnya… dan langsung mendalam…”

Kusahut, “Aku suka kamu… suka senyum manismu… tawa riangmu dan… memek tembem ini… hihihiiii…”

Akhirnya Liza menelentang dengan kedua tangan direntangkan lebar - lebar sambil berkata lirih, “Silakan pangeranku… sekujur tubuhku sudah menjadi milikmu…”

Aku pun tak mau pasif lagi, karena aku yakin bahwa penisku bakal mampu (setelah tadi siang main tiga ronde dengan mamanya Liza). Lalu aku merayap ke atas perutnya, untuk mencelucupi puting payudaranya yang begitu indah di mataku.

Memang tubuh Liza proporsional. Tubuhnya tidak bisa dibilang kurus, tidak pula chubby. Toketnya tidak kecil, tapi tidak juga gede. Bokongnya pun tidak kecil, tapi tidak juga semok. Segalanya berukuran sedang, berukuran ideal.

Dan ketika aku sedang mencelucupi puting payudara kirinya, tangan kiriku pun beraksi untuk meremas toket kanannya. Suhu badan Liza pun terasa meningkat, jadi hangat. Namun hal ini tidak berlangsung lama. Karena tujuan utamaku ingin menjilati kemaluannya sampai basah kuyup, agar memudahkan penisku untuk melakukan penetrasi.

Karena itu aku mulai melorot, untuk menjilati pusar perutnya. Itu pun tidak lama kulakukan. Lalu aku melorot lagi sampai wajahku berhadapan dengan kemaluan Liza yang sangat indah ini. Indah karena tembem dan rapat. Tidak berjengger seperti cewek bule pada umumnya.

Liza memang putih bule kulitnya. Wajahnya pun wajah cewek bule. Tapi memeknya… memek bangsaku. Tidak ada jengger yang nongol ke luar seperti memek cewek - cewek bule…!

Setelah merenggangkan sepasang paha putih mulusnya, aku pun mengangakan kemaluan Liza dengan kedua tanganku, sehingga bagian dalamnya yang berwarna pink itu pun terbuka lebar… mengkilap dan tampak licin. Di bagian yang berwarna pink itulah ujung lidahku mulai menari - nari… menyapu - nyapu dengan lahapnya.

“Hihihiiii… geli… geli tapi… enaaak… hihihiii… “Liza menggeliat - geliat sambil meremas - remas kain seprai yang bercorak itu.

Sambil menjilati memek Liza, diam - diam aku pun mengamati bentuk bagian dalam vagina kakak seibu Gayatri itu. Sehingga aku yakin bahwa Liza masih perawan.

Lalu kujilati lagi memek yang masih sangat rapat itu sampai basah kuyup. Clitorisnya pun tak kulewatkan, kujilati dan kusedot - sedot sebisaku. Sehingga terasa memek Liza sudah cukup basah.

Maka tanpa buang - buang waktu lagi kujauhkan mulutku dari kemaluan Liza. Kemudian kuarahkan agar pahanya diusahakan agar tetap merenggang sejauh mungkin. Liza pun mengikuti arahanku.

Kemudian kuletakkan moncong penisku di mulut vaginanya. Dengan cermat sekali, agar jangan salah arah.

Lalu kudorong penis ngacengku sekuat tenaga. Sulit masuknya. Kudorong lagi… belum berhasil… kudorong lagi… belum membenam juga.

Kukumpulkan tenagaku untuk mendorong penisku lebih kuat lagi.

Dengan bersusah payah, akhirnya kepala penisku berhasil membenam ke dalam celah kewanitaan Liza.

Dengan sekuat tenaga kudorong lagi prenisku… membenam sampai lehernya… aku pun menarik nafas panjang dulu… kemudian kudorong lagi penisku sekuatnya… ughhh… sekuatnya… ughhh… sekuatnya… sampai masuk separohnya…!

Aku pun merapatkan dadaku ke dada Liza, yang disambut dengan pelukan Liza di leherku, “Sudah masuk Bang?”

“Sudah. Kok manggil Bang?”

“Kan usia Donny dua bulan lebih tua dariku. Jadi akju mau manggil Bang aja ya. Kalau nyebut nama langsung takut kebiasaan. Nanti kalau Bang Donny jadi suamiku gimana? Buat orang barat sih gak apa - apa manggil nama sama suami. Tapi aku kan WNI. Aku gak mau manggil nama langsung pada suami.”

“Owh… ya udah. Biar kompak juga sama Gayatri yang manggil bang padaku.”

Kemudian aku mulai mengayun penisku perlahan - lahan, di dalam liang kemaluan yang luar biasa sempitnya ini.

Namun beberapa menit kemudian, liang sanggama Liza mulai beradaptasi dengan ukuran batang kemaluanku. Sehingga aku mulai lancar mengentotnya.

“Ooooo… oooooohhhh Baaaang… iiii… inii enak sekali… oooooh rasanya sampai seperti melayang - layang gini Baaaang… enak Baaaaang…”

“Uhhh… Gak sakit?” tanyaku.

“Tadi pas baru dimasukin memang agak sakit sedikit. Tapi sekarang tinggal enaknya doang Bang… lanjutin Baaaang… ternyata dientot kontol Bang Donny ini enak sekali Baaaang…”

“Memekmu juga enak sekali Sayang.”

“Ooooh… hatiku bahagia sekali dipanggil Sayang sama Abang… karena aku benar p- benar mencintai Abang… oooo… oooooohhhhh… enak Baaang… entoot teruuus Baaaang… entooot terus… iyaaaa… iyaaaaa… iyaaaaaa…”

Ayunan penisku memang mulai lancar. Sehingga aku bisa mengentot Liza dalam kecepatan normal.

Liza pun merintih dan merintih terus. Rintihan yang terdengar erotis di telingaku.

Diam - diam aku memperhatikan penisku yang sedang maju mundur di dalam liang memek Liza. Ternyata ada garis - garis merah darah di penisku. Berarti Liza memang masih perawan sebelum kupenetrasi tadi.

Padahal sebenarnya baik masih perawan atau pun tidak, Liza tetap akan kunikahi kelak. Karena aku membutuhkan tangan kanan di perusahaanku nanti. Kalau sudah menjadi istriku, Liza pasti bisa all out bekerja di perusahaanku nanti.

Liza merintih - rintih terus pada saat aku semakin intensif mengentotnya. “Bang Dooon… oooooh… ini makin lama makin enak Baaaang… ooooh… makin enak bang… makin enaaaak… entot terus Bang… entooootttt… entoooooootttttt…”

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu