3 November 2020
Penulis —  kernel

Anakku Menikahi Ibunya

“Kenapa… karena aku mencintai ibu, dan jangan membuat aku tertawa, ibu tidak terlihat tua tapi masih seperti gadis diusia dua puluhan… aku berkata sungguh-sungguh” katanya sambil menatapku.

“Aku mencintai ibu” desisnya, “sungguh…” katanya lagi sambil tiba-tiba mencium pipiku, mula-mula pipi kiri lalu pipi kanan. “aku akan membuktikannya…” katanya dan tiba-tiba saja bibirnya telah menyentuh bibirku lalu mengulumnya.

Aku tersentak dan terlena, tanpa sadar tanganku jadi mencengkram batang keras diselangkangan Roni. Kurasakan Roni terus mengulum bibirku, dan lidahnya terasa menerjang gigiku mencari jalan masuk. Lidah itu begitu gigih mencari jalan masuk, sampai ahirnya aku menyerah dan membuka sedikit mulutku.

Kini sepasang lidah jadi bergumul, bertukar air liur, cukup lama kami berciuman sampai ahirnya kami terlepas dengan napas yang terengah-engah, tapi hanya sebentar saja bibir kami terlepas, hanya cukup untuk menarik napas, selanjutnya kami kembali berciuman.

Sampai ahirnya pikiran warasku kembali, dengan tersentak aku melepaskan dir sambil mendorong badannya, saat itu aku baru sadar kalau dari tadi tanganku meremas batang kemaluannya.

Aku menarik diri dan bersandar ke dinding bus sambil melihat keluar jendela. Sampai ahirnya kami tiba dikota tempat kami tinggal, tidak sepatah katapun kami berbicara. Malam itu tak tertahankan lagi kembali aku melakukan masturbasi, aku berusaha memuaskan diri dengan jari-jari tanganku, sampai ahirnya keluhan tertahan keluar dari mulutku saat aku mengalami orgasme “aaakhhh…

Besoknya akupun mengurung diri didalam kamar, dan hanya keluar saat harus menyiapkan makan. Ada rasa sesal dalam hati kenapa aku terlalu cepat hanyut sehingga melupakan niatku untuk berpura-pura terpaksa menikah dengannya.

Hari itu aku sama sekali tidak berbicara kepada Roni, sampai saatnya makan malam tiba. “Bagaimana kalau besok kita ke kota *********** untuk menyambangi beberapa kerabat kita” ajak ayah membuka kebisuan kami. “Boleh saja kalau itu yang dikehendaki” kudengar Roni menjawab ajakan ayah.

“Bagaimana kamu Sum?” tanya ayah padaku, “kesana tidak ada bus” jawabku pendek. Ayah mengerutkan keningnya sambil berpaling pada Roni “Bagaimana Ron?” tanyanya. “Kita bisa menyewa kendaraan kalau mau toh tidak harus pakai bus bukan?” jawab Roni sambil tersenyum.

Jadilah besoknya kami pergi memakai kendaraan sewaan, sepanjang jalan dan selama dirumah kerabat kami, aku sadar Roni selalu memperhatikan segala tingkah lakuku dengan tajamnya. Hanya saat dia harus berbicara dengan ayah dan beberapa kerabat saja dia tampak serius, dan tidak sempat memperhatikanku. Tapi itu hanya dalam waktu yang pendek.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu