3 November 2020
Penulis —  kernel

Anakku Menikahi Ibunya

Kukocokkan jari tangan kananku keluar masuk liang vaginaku.

Jari-jariku menyentuh dan menggesek-gesek dinding vaginaku bagian dalam, ujung-ujung jariku menyentuh benjolan sebesar ibu jari yang ada dan tumbuh di dalam liang vaginaku dan menghadap keluar.

Kuangkat sedikit benjolan tadi dari bawah dengan jariku dan kugesekkan bagian bawahnya, punggung dan kepalaku jadi terdorong menekan pembaringan, seakan hendak pingsan rasanya. Aku sudah benar-banar mencapai puncaknya untuk menuju klimaks saat ada sesuatu yang rasanya akan meledak keluar dari dalam rahimku, ini pertanda aku akan segera mencapai orgasme.

Gesekan jari tangan kiri di klitorisku makin kupercepat lagi, demikian pula kocokan jari tangan kanan dalam vaginaku pun makin kupercepat pula. Untuk menyongsong orgasmeku yang segera tiba, pantatku bergetar hebat, kurasakan kedutan bibir vaginaku yang tiba-tiba mengencang menjepit jari-jariku yang masih berada di dalam liang senggamaku.

Bersamaan dengan itu aku merasakan sesekali ada semburan dari dalam yang keluar membasahi dinding vaginaku. Aku serasa sedang kencing namun yang mengalir keluar lebih kental berlendir, itulah cairan cintaku yang mengalir deras.

Malam itu aku bermasturbasi sambil menghayalkan Roni yang menyetubuhiku, dan ketika semua selesai, terpikir suatu hal yang mengejutkanku, bahwa aku tidak merasa bersalah memikirkan bercinta dengan anakku hanya enam minggu setelah suamiku meninggal.

Keesokan harinya setelah mandi aku masih duduk tercenung sendiri diatas pembaringan sambil memikirkan apa yang telah terjadi tadi malam, berulangkali aku menanyakan pada diriku sendiri kenapa aku tidak merasa bersalah atas apa yang kulakukan tadi malam, tapi hati ini tetap demikian adanya.

Lalu kupikirkan lagi analisa ku tadi malam atas pinangan Roni, satu-satunya yang memberatkan adalah aku harus bersetubuh dengannya kalau aku menerima pinangannya karena aku pasti akan merasa bersalah, tapi dengan apa yang telah kulakukan tadi malam, jelas perasaan bersalah itu tidak muncul.

Jadi apa lagi yang memberatkan, semua hal tampak sangat menguntungkan bagiku, karena itu aku segera mengambil keputusan dalam hatiku. Kubenahi pakaianku dan segera keluar dari kamar dan menemui ayahku. Sejenak aku tertegun ‘apa idak malu aku menanyakannya langsung? ’ tanyaku dalam hati. Tapi sebuah pikiran muncul dan sambil tersenyum aku melanjutkan langkahku menemui ayahku.

“Kalau ayah sudah menerima pinangan Roni, jadi kapan pernikahannya akan dilangsungkan?” kataku sambil menyiapkan makan pagi, aku berusaha bersikap tidak acuh saat bertanya begitu kepada ayah, kulakukan seolah semuanya hanya sambil lalu.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu