3 November 2020
Penulis —  kernel

Anakku Menikahi Ibunya

Dengan sudut mataku kulihat tiba-tiba wajah ayah menjadi cerah, “aku senang mendengar akhirnya kau menyetujui rencana pernikahan itu anakku” katanya. “Apa ada kemungkinan ayah bisa dibantah?” kataku sambil tetap bersikap acuh tidak acuh.

Sebagai ganti jawabannya ayah hanya tersenyum lebar, “Ayah akan segera menemui guru pendeta di kuil, untuk memastikan tanggal pernikahanmu” kata ayah sambil mulai bersantap pagi.

Kami bersantap berdua karena Roni tidak kulihat batang hidungnya dan aku malu untuk bertanya kepada ayah. Selesai sarapan ayah langsung pergi “ayah kekuil dulu Sum” begitu pamitnya kepadaku.

Tengah hari ayah baru pulang, dan dia langsung berkata padaku “Tadi aku telah menemui guru, dan dia bersedia menikahkanmu enam minggu lagi dari sekarang, tepatnya tanggal 1 Oktober, itulah hari yang bagus menurut pilihan Guru”.

Aku tersentak sedikit, dan diluar sadarku aku bertanya “Begitu lama? “He… he… he… rupanya kau sudah tidak sabar ya Sum” goda ayah sambil tertawa. “Bukan itu..” kataku terputus mengingat semakin banyak bicara maka mungkin akan semakin terlihat belangku, karena itu aku berusaha menampilkan sikap acuh tak acuh kembali.

Aku terus memperlihatkan sikap itu pada Roni, aku tidak mau Roni merasa menang karena dia sudah tahu ahirnya aku menyetujui pernikahan kami dan bahkan tanggal pernikahannya telah ditetapkan.

Sengaja aku terus memberi kesan kepada Roni, bahwa aku sebenarnya enggan, dan kalau aku menyetujuinya maka itu adalah suatu hal yang terpaksa karena desakan ayahku, yang juga merupakan kakeknya.

Tapi jauh didalam hatiku, aku merasa seperti gadis perawan lagi yang akan menikah untuk pertama kalinya, bahkan ada kebahagian lebih dalam diri ini dibanding seorang perawan yang akan menikah, karena aku sadar bahwa yang akan menjadi suamiku adalah seorang pria muda yang sangat tampan, yang keluar dari rahimku dua puluh tiga tahun lalu, tepatnya anak kandungku sendiri.

Sejak saat ayah menetapkan tanggal pernikahan, aku memutuskan untuk mulai menggoda Roni, karena itu saat kami bersantap malam bersama, sengaja kugunakan baju daster yang rendah potongan dadanya, saat makan kurasakan seringnya Roni mencuri lihat pada dadaku, diam-diam aku tersenyum dalam hati, rupanya Roni memang benar-benar tertarik padaku, bukan hanya sekedar sikap pura-pura.

Selesai makan malam, Roni mengajakku keluar esok harinya, barangkali ini adalah kencan pertama kami. Dengan sikap sedikit enggan aku menyetujuinya, padahal dalam hati aku sudah punya rencana untuk mulai menggodanya dengan bersikap sebagai teman wanita dan bukan ibunya, sekaligus untuk mengajuk isi hati Roni yang sebenarnya.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu