2 November 2020
Penulis —  Neena

Ibuku Tuna Netra

Bab 04

**

Badan kita penuh keringat gini, mendingan mandi dulu yuk, “ajak wanita cantik yang sudah minta dipanggil Cinta itu.

Tapi aku menarik pergelangan tangannya. “Nanti saja. Setelah selesai main ronde kedua,” kataku sambil menunjuk ke arah batang kemaluanku yang sudah ngaceng lagi ini.

“Hihihiii… penismu sudah ngaceng lagi Honey?” cetusnya sambil memegang batang kemaluanku.

“Iya Amore…”

“Amore?” Bu Laila tercengang.

“Cinta di dalam bahasa Italia kan Amore.”

“Oooohhh… iya… kekasihku kan amore mio…”

“Iya… amore della mia vita…” sahutku sambil merengkuh leher Bu Delia ke dalam pelukanku.

“Anggap aja kita sedang berbulan madu ya. Kan pasangan yang sedang berbulan madu bisa tiga sampai empat kali bersetubuh. Bahkan ada yang sampai delapan kali bersetubuh di malam pertama mereka,” ucapnya disusul dengan ciuman mesranya di bibirku.

“Cinta ingin seperti itu?” tanyaku setelah ciumannya terlepas dari bibirku.

“Nggak usah seperti itu benar ah. Kita kan masih banyak waktgu untuk mengulanginya nanti. Bahkan setelah kita pulang pun bisa melakukannya di kantor atau di rumahku.”

“Di rumah? Nanti ketahuan sama suami Cinta kan gak enak.”

“Rumahku banyak Honey. Kita bisa melakukannya di salah satu rumahku nanti.”

Aku terhenyak. Putri tunggal owner perusahaan besar itu pasti punya rumah lebih dari satu.

Namun pikiran itu langsung hilang ketika Bu Laila sudah mendorong dadaku sampai celentang, lalu menangkap batang kemaluanku yang sudah ngaceng lagi ini. Dan memasukkan alat kejantananku ke dalam mulutnya.

Padahal penisku sudah ngaceng berat. Tapi Bu Laila mulai menyelomotinya sambil mengurut - urut bagian penisku yang tidak terkulum olehnya?

Namun hanya beberapa detik ia menyelomoti penisku yang lalu jadi berlepotan air liurnya. Lalu dengan sigap ia berlutut, dengan kedua lutut berada di kanan kiri pinggulku. Ia memegang penisku yang lalu mengarahkan moncongnya ke arah mulut vaginanya.

Kemudian bokong indahnya itu diturunkan, sehingga penisku melesak masuk ke dalam liang tempiknya. Aaaah… rasanya indah sekali diperlakukan seperti ini oleh Bu Laila yang cantik itu. Terlebih setelah ia mengayun pinggulnya naik turun dan naik turun. Sehingga penisku keluar masuk di dalam liang kewanitaan Bu Laila yanbg membuatku terpejam - pejam saking nikmatnya ini.

Namun di tengah aksinya itu Bu Laila masih sempat berkata, “Kalau udah mau lepas kasihtau ya… aku ingin menelan spermamu…”

“Iya Cinta…” sahutku sambil terus - terusan memperhatikan kiemaluannya yang seolah menelan penisku lalu memuntahkannya lagi… menelannya lagi… memuntahkannya lagi…!

Pada suatu Saat Bu Laila bahkan menghempaskan dadanya ke atas dadaku sambil melenguh. Ternyata dia sudah orgasme. Dan meminta agar aku yang di atas lagi. Memang menurut orang - orang yang sudah berpengalaman, bersetubuh dalam posisi WOT itu membuat pihak wanita akan lebih cepat orgasme.

Maka kembalilah aku berftindak selaku “nakhoda” dalam persetubuhan ini. Setelah berhasil menggulingkan badan tanpa mencabut batang kemaluanku dari liang memeknya, aku berada di atas perut Bu Laila lagi.

Lalu kuayun penisku sambil mencium dan melumat bibir Bu Laila. Dan mulailah penisku bergerak seperti pompa manual. Maju mundur dan maju mundur terus, sementara Bu Laila mendekap pinggangku erat - erat. Dengan sepasang mata indahnya yang terkadang menatap langit - langit kamar villa, kadang - kadang terpejam erat - erat.

Desahan dan erangan erotisnya pun mulai berkumandang lagi di dalam kamar villa ini.

“Oooo… oooooh… dirimu sudah menjadi sosok yang lengkap bagiku Honey… ya ganteng ya masih sangat muda… memuaskan pula dalam hasrat birahiku Sayang… aku tak mau berjauhan lagi denganmu Honey… oooo… ooooohhhhhh… oooooohhhhh… oooo… ooooohhhhhh… oooooo… ooooohhhhh…

Sebenarnya aku masih bisa mengulur durasi entotanku. Tapi karena mendengar keinginan bossku yang cantik itu, aku pun memusatkan pikiranku pada nikmat dan nikmat terus… nikmatnya liang kewanitaan Bu Laila yang tengah kuentot habis - habisan ini.

Akibatnya… tak lama kemudian aku merasakan detik - detik krusialku datang. Detik - detik menjelang ejakulasi.

Maka dengan sigap kucabut batang kemaluanku dari liang memek Bu Laila. Dan cepaty kuangsurkan penisku ke dekat mulut bossku yang jelita itu.

Bu Laila menangkap penisku dan langsung mengulumnya disertai dengan sedotan kuat… kuat sekali.

Pada saat itulah nafasku tertahan, karena penisku akan memuntahkan lendir kenikmatanku.

Lalu… croootttt… crooooooootttttt… crotttcroooootttt… crooooooottttttttt… croooottttt… crooootttt…!

Air maniku berlompatan di dalam mulut Bu Laila. Dan wanita cantik itu menelannya tanpa ragu… glllleeeeekkkkk…!

Tak disisakan setetes pun…!

Aku terharu diperlakukan sejauh ini oleh Bu Laila.

Tapi aku tak mau mengekspose terlalu jauh mengenai beliau. Karena takut salah kata dan bisa menimbulkan masalah di kemudian hari.

Yang jelas, setelah mandi bareng, kami mengenakan pakaian lengkap lagi. Karena beliau mengajakku mencari makan di salah satu restoran yang paling terkenal di Puncak.

Di restoran itulah Bu Laila sempat bertanya padaku, “Kamu tentu punya kebutuhan yang mendesak yang mungkin tidak terjangkau oleh kemampuanmu. Apa yang paling mendesak sekarang ini?”

“Tidak mengucapkannya. Karena dana yang dibutuhkan besar sekali,” sahutku sambil menunduk.

“Sebutkan aja. Kalau masuk di akal, aku akan membantumu. Yang penting prestasimu di perusahaan harus ditingkatkan nanti,” kata Bu Laila sambil memegang tanganku.

“Aku ingin merenovasi rumah. Tidak muluk - muluk sih, hanya ingin agar dua kamar yang ada di rumahku dibuat kamar mandi masing - masing. Itu saja,” sahutku.

“Sekarang kamar mandinya di luar kamar tidur?”

“Iya, “aku mengangguk sambil menunduk.

“Kalau kukasih rumah baru yang tinggal huni aja gimana?”

“Bukannya mau menolak. Tapi rumahku itu peninggalan almarhum ayahku. Jadi aku akan berusaha mati - matian untuk tidak meninggalkan rumah itu.”

Bu Laila hanya mengangguk - angguk sambil tersenyum.

Setelah makan siang selesai, Bu Laila bertanya lagi, “Memangnya kamu gak mau punya mobil, supaya kamu lebih bergengsi di kantor nanti? Kan kamu sudah kuangkat sebagai aspri, Honey.”

Aku cuma menjawabnya dengan senyum datar di belakang setir mobil bossku yang cantik itu.

Tapi setelah berada di dalam villa kembali, Bu Laila menyerahkan tiga helai cek padaku sambil berkata, “Ini untuk membeli pakaianmu, supaya kamu kelihatan lebih ganteng nanti. Ini untuk merenovasi rumahmu. Dan ini untuk membeli kendaraan roda empat, agar kamu lebih disegani di kantor nanti Honey.”

Aku terbelalak setelah melihat nominal yang tertera di ketiga helai cek itu. Kalau dijumlahkan semua… woooow… besar sekali… bahkan mungkin terlalu besar bagiku…!

“Cinta… ini besar sekali jumlahnya. Apa Cinta tidak salah tulis?”

“Tentu saja tidak salah tulis. Sebelum berangkat dari rumahku pun cek itu sudah kutulis dan sudah kupertimbangkan sebelumnya. Karena kamu sangat berharga bagiku, jauh lebih berharga daripada nominal yang tertulis di ketiga helai cek itu.”

Dengan tangan gemetaran kubolak - balik ketiga helai cek itu. Dan tganpa terasa, air mataku pun merembes dari kelopak mataku dan mengalir ke pipiku.

“Lho kok malah menangis?” tegur Bu Laila sambiul menyeka air mata yang mengalir ke pipiku.

“Aku terharu Cinta. Dirimu seolah bidadari yang diturunkan dari langit, hanya untuk membahagiakan hatiku. Terima kasih Cinta. Hadiah ini adalah kado yang terindah buat harfi ulang tahunku yang jatuh pada hari ini.”

“Ohya?! Jadi kamu pas duapuluhsatu tahun pada hari ini?” Bu Laila memelukku sambilmerapatkan pipinya ke pipiku.

“Iya Cinta. Silakan aja lihat di biodataku kalau sudah di kantor nanti.”

Begitulah. Ketika hari mulai malam, kami makan malam di restoran yang berbeda. Karena Bu Laila ingin makan chinese food yang halal, katanya. Kebetulan restoran yang diinginkannya ada, meski agak jauh untuk mencapainya.

Sepulangnya dari restoran itu, aku menyetubuhinya lagi untguk ketiga kalinya.

Tapi keesokan harinya kami habiskan waktu untuk jalan - jalan di kebun teh yang tak jauh dari villa itu.

Hari itu pun kami tidak melakukan hubungan sex. Keesokan harinya lagi, hari Senin, aku mengantarkan Bu Laila ke Jakarta. Untuk mengurus bisnisnya.

Dan kami pulang dari Jakarta ketika hari mulai sore. Langsung menuju kotaku.

“Cek itu bertanggal besok semua. Jadi besok gak usah masuk kerja dulu. Cairkan saja cek - cek itu dulu. Mau diambil cash atau mau ditmasukkan ke buku tabunganmu?” tanya Bu Laila ketika sedannya sudah meninggalkan daerah Puncak.

“Supaya aman, mungkin akan kumasukkan ke rekening tabunganku aja,” sahutku.

“Itu lebih baik,” kata Bu Laila.

Dan sedan mewah yang kukemudikan meluncur terus di jalan aspal. Dengan keceriaan menyelimuti batinku…

Aku pulang dengan batin penuh semangat. Karena aku telah memetik kemenangan pertama dalam perjuanganku untuk membahagiakan Ibu.

Seperti biasa, ketika aku pulang di hari yang sudah malam begini, aku selalu membuka pintu depan dengan kunci cadangan yang selalu kusimpan di dalam dompetku. Lalu aku masuk ke dalam rumah dan langsung menuju pintu kamar ibuku. Tapi malam itu pintu kamar Ibu dikunci. Mungkin karena aku tidak ada, sengaja ia mengunci kamarnya supaya aman.

Tapi apa yang kulihat? Ibu sedang celentang dengan daster yang disingkapkan sampai perutnya. Sementara tangannya tampak sedang bermasturbasi…!

Ah… Ibu… Ibu…! Baru ditinggal dua malam saja sudah tak kuasa menahan nafsu, lalu bermasturbasi lagi seperti tempo hari sebelum aku menyetubuhinya.

Tapi aku tersenyum sendiri, karena teringat benda yang berada di kantong oleh - olehku ini. Bahwa salah satu oleh - olehku buat ibu adalah sebuah dildo…!

Ya, aku sengaja membelikan dildo buat Ibu. Karena aku sudah membayangkan bakal sibuk dalam mengemban tugas sebagai aspri Bu Laila kelak. Terlebih lagi kalau aku ditugaskan untuk melanjutkan kuliahku sampai S1 kelak. Dan juga aku harus menggauli Bu Laila secara rutin seperti yang diharapkan oleh bossku yang cantik dan murah hati itu.

Bukan cuma itu. Aku pun membeli parfum mahal yang biasa dipakai oleh Bu Laila, supaya kalau parfum Bu Laila “terbawa pulang” olehku, Ibu takkan merasa aneh lagi kelak.

Seperti malam itu juga. Pasti pakaianku beraroma harum parfumnya Bu Laila. Dengan adanya parfum yang sama dengan parfum Bu Laila, ibuku takkan menanyakan harum parfum siapa nanti.

Lalu kuketuk pintu kamar Ibu.

Terdengar suara Ibu dari dalam kamarnya, “Siapa??”

“Wawan Bu!” sahutku.

“Owh… tunggu sebentar… !”

Tak lama kemudian pintu dibuka oleh Ibu, yang kelihatan seperti salah tingkah. Mungkin karena merasa sedang melakukan “kesalahan” pada waktu pintu kamarnya masih terkunci tadi.

Aku pun langsung memeluk ibuku dan menciumi bibirnya berkali - kali. Sampai terdengar pertanyaannya, “Kamu kok harum sekali. Pakai minyak wangi siapa sih?”

Spontan akumenyahut, “Ini aku beliin parfum impor buat Ibu. Tadi dicobain dulu di jalan.”

“Owh.. mana parfumnya?” tanya Ibu sambil meraba - raba tanganku.

Kukeluarkan botol parfum itu dari kantong plastik, sekalian kukeluarkan juga dildo yang akan kuhadiahkan kepada Ibu itu.

“Ini parfumnya dan ini juga buat Ibu.”

“Yang ini apaan?” tanyanya sambil menunjuk ke kotak dildo yang belum dibukanya.

“Ayo sini deh,” kataku sambil menuntun Ibu agar duduk di atas bednya. Lalu kukeluarkan dildo itu dari kotaknya.

“Nih… pegang deh sama Ibu… apaan coba?” kataku sambil menyerahkan dildo itu ke tangan ibuku.

Ibu meraba - raba dildo itu seperti sedang menyelidik benda apa yang sedang dipegangnya itu. “Iiih… kok kayak kontol Wan?!”

“Iya… kalau mau dimasukin ke dalam memek Ibu, harus dikasih lotion dulu, supaya licin dan tidak ada kumannya. Sebentar pinjam dulu,” kataku.

Ibu menyerahkan dildo itu padaku. Kemudian kulumuri dildo itu dengan lotion yang kubeli toko penjualnya.

Ibu menurut saja ketika kuminta celentang sambil menyingkapkan dasternya.

Lalu kucolokkan dildo itu ke dalam liang memek Ibu. “Aaaaaaaah… dimasukkan ke memek ibu Wan?”

“Iya Bu. Sekarang nyalakan vibratornya,” sahutku sambil memijat on untuk vibratornya. Drrrr… dildo itu bergetar. Dan Ibu malah memekik tertahan, “Waaaaan… ooooohhhh… kok rasanya seperti dibor gini Waaaan…?!”

“Tapi enak kan Bu?! Tahan gelinya ya… vibrator ini justru akan membuat Ibu keenakan…” sahutku sambil menggerak - gerakkan dildo yang sedang bergetar itu, dengan gerakan penis sedang mengentot. Maju mundur di dalam liang memek Ibu.

“Adududuuuuuh… Waaaan… memang enak… tapi… adududuuuuuh… bergetar - getar gini… oooo… ooo… ooooh… Waaaan… Wawaaaan… memang enak Waaan… enak sekali… Waaaaan… aaaa… aaaaaaaah… tapi… ooooooh… ibu jadi cepat lepas Waaaaaan…”

Ibu mengejang tegang, lalu terkulai lunglai.

“Malah bagus kan? Biar cepat selesai., Hihihihi…”

Tiba - tiba terdengar bunyi pintu diketuk berkali - kali.

“Haaa?! Siapa itu?” gumamku sambil meninggalkan Ibu dan bergegas menuju pintu depan.

Setelah pintu kubuka, aku terkejut karena yang mengetuk pintu itu ternyata dua orang polisi…!

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu