2 November 2020
Penulis —  Neena

Ibuku Tuna Netra

Walau pun aku tak pernah pacaran dengan cewek sebayaku, sebenarnya Ibu bukanlah wanita pertama yang kugauli. Ya… aku akan tetap ingat peristiwa demi peristiwa, khususnya tentang masalah seksual.

Baru seminggu aku bekerja di kantor perusahaan swasta itu, seorang karyawati menghampiriku ketika aku sedang nongkrong di kantin pada jam makan siang. Karyawati itu seorang wanita setengah baya yang menjabat tanganku sambil menyebutkan namanya, “Ninies.”

Aku pun menyebutkan namaku. Kemudian karyawati yang bernama Ninies itu duduk di depanku, dibatasi oleh meja kantin.

“Gimana? Seneng kerja di sini?” tanyanya setelah memesan jus guava ke ibu kantin.

“Lumayan… seneng Mbak.”

“Kamu karyawan termuda di sini.”

“Kok Mbak tau?”

“Aku kan staf personalia.”

“O gitu…”

“Kamu punya WA?”

“Punya. Mau tukaran nomor Mbak?”

“Iya.”

Lalu aku tukaran nomor hape yang ada WAnya dengan Mbak Ninies, yang usianya kira - kira tigapuluh tahun lebih.

“Nanti malam kita chat ya,” ucapnya.

“Boleh Mbak.”

“Pacarnya gak marah kalau kamu chat denganku?”

“Aku gak punya pacar Mbak.”

“Ohya? Cowok seganteng kamu gak punya pacar? Masa sih?!”

“Belum punya Mbak. Cariin dong sama Mbak. Heheheee…”

Tiba - tiba dia memegang tanganku yang berada di atas meja sambil berkata perlahan, “Aku aja jadiin pacar ya. Hihihiiii…”

“Memangnya Mbak gak punya suami?”

“Punya, tapi boleh aja aku suka kamu kan?”

Aku terhenyak. Masa perempuan yang jauh lebih tua dariku mau jadi pacarku? Tapi aku lantas teringat sesuatu… tentang wanita bersuami yang seneng melahap brondong. Apa salahnya kalau aku dijadiin brondongnya? Bukankah aku ingin tau bagaimana rasanya bersetubuh itu?

(saat itu aku belum pernah menggauli siapa pun).

Aku menengok ke kanan kiriku. Saat itu kantin memang sedang sepi. Hanya aku dan Mbak Nies yang sedang nongkrong di kantin. Maka lalu aku menjawab, “Boleh Mbak. Boleh banget.”

Mbak Nies yang berperawakan tinggi montok berkulit putih mulus itu menghabiskan jus guavanya. Lalu berdiri sambil berkata, “Nanti malam kita chatting ya.”

“Oke,” sahutku sambil tersenyum.

Dugaanku tidak meleset. Malamnya Mbak Ninies mengirim WA, berawal dengan basa - basi, udah tidur belum… sekarang lagi ngapain dan sebagainya. Sampai akhirnya melangkah ke chat yang lebih serius :

Aku: Suami Mbak kerja di mana?

Ninies: Jauh. Di Hongkong

Aku: Jadi TKI? Ninies: Iya. Aku: Mbak sering kesepian dong. Ninies: Iya. Makanya pengen jadi pacar gelap kamu. Aku: Kebetulan dong. Aku lagi butuh guru. Ninies: Guru apa? Aku: Guru begituan Mbak. Ninies: Sex maksudnya? Aku: Iya Ninies: Memangnya kamu belum pernah? Aku: Belum Mbak. Ninies: Bohong ah.

Tanpa pikir panjang lebar lagi kufoto penuisku yang kebetulan sedang ngaceng ini, lalu kukirimkan. Dan :

Ninies: Wow! Punyamu panjang gede gini yah? Aku jadi horny neh.

Aku: Mana punya Mbak?

**

Ninies: Sebentar ya. Kamarku gelap, mau nyalain lampu dulu.

**

Tak lama kemudian aku menerima kiriman foto kemaluan Mbak Ninies. Maka giliranku untuk berkomentar :

Aku: Waduh Mbak… memeknya bersih gini. Jadi pengen jilatin deh.

Ninies: Kok udah tau jilat memek segala? Berarti udah pengalaman dong.

Aku: Pengalaman masih nol besar. Tapi nonton bokep sih sering. Ninies: Iya ya. Cowok zaman sekarang kan sering nonton bokep. Aku: Terus kapan aku mau sekolahnya Mbak? Ninies: Terserah kamu. Sekarang juga bisa. Asal mau aja kamu yang ke sini. Aku: Ke rumah Mbak? Ninies: Iya. Kalau mau, aku akan kirim alamatnya.

Beberapa saat kemudian aku sudah berada di atas motorku yang kularikan menuju alamat rumah Mbak Ninies.

Kepada Ibu aku bilang mau kerja lembur. Terpaksa aku berbohong supaya tidak ada pertanyaan yang susah jawabnya.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu