2 November 2020
Penulis —  Neena

Ibuku Tuna Netra

Bab 03

Setelah membuka pintu belakang kiri sedan mewah yang mesinnya sudah kupanaskan itu, Bu Laila pun masuk sambil berkata, “Terima kasih. “

Pintu belakang kiri kututupkan. Kemudian bergegas aku masuk ke belakang setir sedan itu. Harum parfum mahal pun tersiar ke penciumanku. Tentu saja bukan sembarang parfum yang dikenakan oleh wanita yang kutaksir sudah berumur kepala tiga itu.

Setelah sedan yang kukemudikan memasuki jalan tol, terdengar sauara Bu Laila dari belakangku, “Usiamu baru duapuluhsatu, tapi cara nyetirmu jauh lebih bagus daripada sopir lamaku. Berarti jam terbangmu sudah lumayan tinggi ya. “

“Siap Bu Boss. Lumayan lama saya nyetir, malah sejak saya baru limabelas tahun suka narik angkot. Tapi hanya berani nyetir malam. Kalau siang takut ditilang, karena belum punya SIM. “

“Ogitu ya. terus uangnya dipakai apa aja? Minum - minum?”

“Untuk biaya kuliah saya Bu Boss. Saya tidak pernah menyentuh minuman keras. “

“Merokok juga tidak pernah?”

“Kalau merokok sekali - sekali suka juga Bu Boss. “

“Kalau di perjalanan gini, gak usah nyebut - nyebut Boss padaku Wan. Panggil Bu atau Mbak aja, gak apa - apa. “

“Siap Bu Boss… eh Bu. “

“Nanti di rest area pertama kita makan pagi dulu ya. “

“Siap Bu. “

Dan memang sebelum belokan menuju rest area pertama, kukurangi kecepatan sedan Bu Laila ini, lalu dibelokkan ke kiri.

Setelah mobil diparkir, aku keluar dari mobil untuk membukakan pintu belakang kanan, kemudian Bu Laila turun. Sementara aku mau masuk ke dalam mobil lagi sambil berkata, “Saya mau nunggu di mobil aja Bu. “

“Jangan begitu,” sahut Bu Laila sambil memegang pergelangan tanganku. Ayo temani aku makan. Kalau makan sendirian suka gak enak. “

Akhirnya aku mengikuti langkah Bu Laila yang pagi itu mengenakan kemeja tangan panjang putih dengan rok berwarna merah (tapi tidak seperti seragam SD, karena bahannya beda). Bu Laila memilih foodcourt yang menjual bubur ayam. Aku pun ikut duduk di situ, meski aku sudah merasakan di situ bubur ayamnya kurang enak.

Kebetulan pada saat itu rest area masih sepi. Sehingga Bu Laila bebas berbicara denganku.

“Sebenarnya urusan bisnisku di Jakarta hari Senin pagi, “katanya.

“Iya Bu, “aku cuma menunduk sambil menyantap bubur ayamku. Padahal aku heran. Saat itu hari Sabtu pagi. Urusan Bu Laila hari Senin pagi. Lalu kenapa harus berangkat secepat ini?

“Kita nyantai aja dulu di Jakarta selama dua hari ya,” ucap Bu Laila sambil menepuk punggung tanganku yang terletak di atas meja.

“Siap Bu,” sahutku sambil mengangguk.

Selesai sarapan pagi, Bu Laila masuk ke minimart sambil bertanya, “Rokokmu apa?”

O, rupanya beliau mau membelikanku rokok. “Saya sih rokok apa juga jalan. Asal ngebul aja Bu. “

“Aku juga suka merokok Wan. Nanti matiin aja AC mobilnya, kalau kamu mau merokok. “

“Siap Bu. “

Setelah keluar dari minimart itu, Bu Laila menjinjing kantong plastik besar, yang kuambil alih untuk menjinjingnya dan meletakkan di jok belakang sebelah kiri. Tadinya kupikir Bu Laila akan duduk di belakang sebelah kanan lagi. Tapi ternyata tidak. Bu Laila memilih untuk duduk di depan, di sebelah kiriku.

Bu Laila berdiri sambil menghadap ke belakang. Ternyata beliau mau mengeluarkan sesuatu dari kantung plastik besar tadi. Satu sloft rokok yang menurutku rokok mahal. “Nih cukupkan untuk sepuluh hari ya, “katanya sambil menyerahkan sesloft rokok mahal itu.

“Wah… terima kasih Bu. Saya hanya merokok sekali - sekali. Sebungkus bisa dua - tiga hari baru habis. Jadi sesloft ini cukup untuk sebulan Bu,” kataku sambil meletakkan sloft rokok itu di saku jaket kulitku.

“Itu lebih bagus. Merokok boleh - boleh saja, tapi jangan terlalu nyandu. “

“Siap Bu. “

“Wan… “

“Ya Bu?”

“Di CVmu tertulis kamu belum kawin. Itu betul?”

“Siap, betul Bu. “

“Tapi kalau pacar aja sih sudah punya kan?”

“Saya belum pernah pacaran secara serius Bu. “

“Kenapa? Kamu ganteng kok. Masa belum pernah pacaran?”

“Masa kecil dan masa remaja saya… sangat berat Bu. “

“Berat gimana?”

“Sejak masih di SD dan SMP, saya sampai harus jadi tukang semir sepatu untuk menghidupi saya sendiri, termasuk membiayai sekolah saya. Setelah di SMA, tiap malam saya jadi sopir angkot. Setelah jadi mahasiswa jadi sopir taksi. Untuk membiayai kuliah dan kehidupan sehari - hari saya. Jadi saya tidak berani pacaran seperti teman - teman seangkatan saya.

“Terharu juga aku mendengarnya Wan,” sahut Bu Laila sambil mengusap - usap rambutku.

Nah… ini membuat batinku bergetar. Karena aku punya lamunan agar Bu Laila dekat denganku. Supaya kehidupanku berubah sedikit demi sedikit.

“Tapi merasakan tubuh perempuan sih pernah kan?”

“Belum Bu,” sahutku berdusta. Karena aku langsung teringat pada Mbak Ninies yang begitu bernafsu mendapatkan keperjakaanku. Siapa tahu Bu Laila juga seperti itu.

Tapi apakah Bu Laila yang putri tunggal owner perusahaan dan berparas jelita itu bisa punya niat yang sama dengan Mbak Ninies?

Saat itu aku belum tahu status Bu Laila. Apakah beliau itu gadis madya atau punya suami atau janda, entahlah. Aku tidak berani menanyakannya. Yang aku tahu Bu Laila itu berwajah cantik, berperawakan tinggi langsing dan berkulit putih mulus. Tentu saja sekujur tubuhnya selalu mendapatkan perawatan lengkap, maklum orang tajir melilit.

Lalu terdengar suaranya, “Wan… “

“Ya Bu… “

“Nanti belokkan saja ke arah tol Jagorawi. “

“Siap Bu. “

Tiba - tiba Bu Laila memegang tangan kiriku yang nganggur, karena sedannya matic. Dan sambil meremas tanganku, Bu Laila bertanya dengan suara yang berbeda dari biasanya, “Kamu mau dijadikan pacar rahasiaku?”

Maaaaak… dugaanku tidak meleset. Maka spontan aku menjawab, “Siap Bu… !”

“Memangnya kamu suka padaku?” tanyanya sambil merapatkan pipi kanannya ke pipi kiriku. Harum parfumnya pun semakin tersiar ke penciumanku, menimbulkan suasana baru yang membuat batinku tergetar.

“Sa… sangat suka Bu. Tapi saya tidak berani mengucapkannya… karena saya tau siapa saya dan siapa Ibu. “

“Terus terang, aku ini punya suami Wan. Tapi suamiku pernah mengalami kecelakaan lalu lintas. Suamiku masih hidup setelah dirawat berbulan - bulan dirawat di rumah sakit. Tapi ininya tidak berfungsi lagi,” ucap Bu Laila sambil memijat celana jeansku tepat di bagian yang menutupi penisku.

“Tidak berfungsi… maksudnya impoten Bu?”

“Betul. Ada jaringan syaraf menuju penisnya yang rusak dan takkan bisa diperbaiki lagi dengan cara apa pun. “

“Iya Bu… saya ikut prihatin mendengarnya. “

“Sudah lebih dari lima tahun aku seolah jadi linglung, tidak tau lagi apa yang harus kulakukan. Karena aku ini masih muda. Masih membutuhkan kepuasan birahi. Tapi suamiku sudah tidak mampu lagi melakukannya. Suamiku juga tau itu. Dia bahkan mengijinkanku untuk mencari lelaki lain untuk dijadikan kekasihku, tapi jangan sampai bercerai dengannya, karena dia sangat mencintaiku.

“Iya Bu. “

“Coba berhenti dulu di bahu jalan Wan. Sambil nyalakan lampu hazard. “

“Iya Bu,” sahutku sambil mengurangi kecepatan sedan atasanku. Lalu kuhentikan di bahu jalan sambil menyalakan lampu hazard.

“Kalau ngobrol sesuatu yang penting begini, jangan sambil nyetir di jalan tol. “

“Iya Bu. “

“Coba buka ritsleting celanamu Wan. Aku ingin melihat seperti apa punyamu. “

Tanpa ragu - ragu kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kusembulkan batang kemaluanku dari balik celana dalamku.

“Wooooowwww…! Ternyata punyamu sepanjang dan segede ini Wan?!” seru Bu Laila sambil menggenggam penisku yang masih lemas… dan mulai menegang setelah dipegang oleh bossku yang jelita itu…!

Aku diam saja. Membiarkan Bu Laila menggenggam penisku yang sudah mulai ngaceng ini.

“Supaya jangan seperti menjual kucing di dalam karung, sekarang peganglah punyaku, supaya kamu tau bahwa aku ingin punyamu dimainkan di dalam punyaku ini,” ucap Bu Laila sambil menarik roknya ke atas, sambil menarik tanganku ke balik celana dalamnya yang sudah dipelorotkan.

Tangan kiriku menyentuh kemaluan yang bersih dari jembut, yang hangat dan aaaaah… nafsuku spontan bergejolak…!

“Bu… ooooh… “hanya itu yang terlontar dari mulutku.

“Kamu mau punyamu dimasukkan dan dimainkan di dalam punyaku kan?”

“Sa… sangat mau Bu. “

“Ayolah… sekarang jalankan lagi mobilnya. Aku punya villa di Puncak. Nanti kita lakukan semuanya di villaku ya. “

“Siap Bu,” sahutku sambil mengeluarkan tangan kiriku dari balik celana dalam Bu Laila, “Tapi saya belum punya pengalaman. Jadi nanti tolong ajarin sama Ibu,” ucapku sesuai dengan skenarioku.

Bu Laila merapatkan pipinya lagi ke pipi kiriku. “Iya, nanti spermamu akan kutelan habis. Biar awet muda. Hmmm… kebayang… “

Kebetulan jalan tol saat itu agak lancar. Sehingga tak sampai dua jam aku sudah berhasil keluar dari pintu tol Jagorawi.

“Tapi ingat Wan… kamu harus merahasiakan apa pun yang terjadi di antara kita berdua nanti,” kata Bu Laila ketika mobilnya sudah mulai menginjak jalan menuju Puncak.

“Siap Bu. “

“Kalau sedang berduaan begini sih jangan pakai istilah siap - siap terus ah. Biar jangan kaku kedengarannya. “

“Iii… iya Bu. “

“Nanti kamu akan kuangkat menjadi asisten pribadiku. Dengan gaji dan fasilitas jauh lebih banyak kalau dibandingkan dengan jabatan sekarang. “

“Wah… terima kasih Bu. Baru mendengarnya aja saya sudah bahagia sekali. “

“Gajimu bahkan akan lebih tinggi daripada manager - manager. “

“Iya Bu… iyaaa… “

Tiba - tiba Bu Laila mengecup pipiku disusul dengan ucapan, “Sebenarnya sejak pertama kali melihatmu, aku langsung suka padamu. Tapi aku ingin tau dulu cara kerjamu seperti apa. Setahun aku mempertimbangkannya. Dan sekarang… aku ingin kamu menjadi milikmu… emwuaaaaah …” Bu Laila mengecup pipiku lagi.

“Iya Bu… “hanya itu yang terlontar dari mulutku, dalam perasaan yang bercampur aduk.

“Tapi aku ingin kamu benar - benar berprestasi di perusahaanku nanti. “

“Iya Bu… “

“Kalau perlu, kamu kuliah lagi sampai menggondol es - satu. “

“Itu cita - cita lama saya Bu. Tapi bagaimana mungkin saya kuliah sambil bekerja?”

“Setelah kamu kuangkat sebagai aspri, jam kerjamu bebas. Yang penting asal nongol aja di kantor tiap hari. Tugasmu bisa dikerjakan di kantor, bisa juga di rumah. Nanti deh tugasmu akan kujelaskan secara terperinci. Yang penting kamu punya tekad kuat untuk mengembangkan perusahaan. Lalu bekerjalah secara jujur dan ulet.

“Iya Bu. Terima kasih. “

“Kurangi kecepatannya Wan. Sebentar lagi harus belok ke kiri. “

“Iya Bu,” sahutku sambil mengurangi kecepatan mobil yang sedang kukemudikan ini.

“Nah sekarang belok ke kiri di depan itu,” kata Bu Laila sambil menunjuk ke mulut jalan yang agak kecil.

Sedan yang kukemudikan sudah memasuki jalan yang agak kecil, menuju villa Bu Laila yang letaknya agak tersembunyi, tapi dijaga oleh seorang lelaki berseragam security.

Villa Bu Laila itu kelihatan biasa - biasa saja kalau dilihat dari luar. Tapi setelah masuk ke dalamnya, wah, betapa megahnya villa bossku ini.

Namun aku tak sempat berlama - lama menyaksikan kemegahan villa itu, karena Bu Laila langsung menarik pergelangan tanganku. Lalu merengkuh leherku ke dalam pelukannya, disusul dengan ciumannya yang bertubi - tubi, yang akhirnya kusambut dengan lumatan bergairah sambil mendekap pinggangnya.

Ciuman sambil berdiri berhadapan ini jelas menaikkan tensi birahiku. Karena aku masih berdarah muda.

Dan tampaknya Bu Laila pun menikmatinya. Ia menanggalkan melepaskan behanya dari balik kemeja tangan panjangnya, lalu duduk di sofa dalam keadaan kemeja yang sudah terbuka kancingnya, sehingga sepasang toketnya tampak jelas di mataku.

“Buka juga dong pakaianmu,” kata Bu Laila ketika aku masih berdiri canggung di depan sofa yang diduduki oleh bossku itu.

Aku mengangguk sambil tersenyum. Sambil melepaskan segala yang melekat ditubuhku, kecuali celana dalam yang kubiarkan tetap berada di tempatnya. Lalu aku menghampiri Bu Laila dan duduk di sampingnya.

“Coba kamu tebak berapa usiaku sekarang?” tanyanya.

Aku tahu bahwa wanita paling senang kalau dianggap lebih muda dari usia sebenarnya. Karena itu aku menjawab, “Masih di bawah duapuluhlima tahun, Bu. “

“Memangnya aku kelihatan semuda itu? Usiaku sudah tigapuluhdua tahun Wan. “

“Masa sih Bu? Kelihatannya seperti belum duapuluhlima. “

Sepasang mata Bu Laila menatapku dengan senum manis di bibirnya, sambil menyangga sepasang payudaranya yang masih tampak kencang dan… hmmm… ingin aku menjamahnya, tapi belum berani.

“Kalau melihat toketku ini memang gak kalah sama cewek duapuluhlima tahunan. Karena aku belum pernah melahirkan,” ucapnya sambil menyodorkan sepasang toketnya ke depanku, “Mau pegang? Peganglah… jangan canggung dan takut - takut gitu. Mulai sekarang kita kan saling memiliki. Kamu menjadi punyaku dan aku menjadi punyamu…

Tentu saja aku senang sekali diminta untuk menjamah toket bossku yang berukuran medium tapi tampak masih kencang. Bahkan dengan penuh semangat kuciumi pentil toket kirinya sambil memegang toket kanannya dan meremasnya perlahan - lahan.

Pada saat yang sama Bu Laila pun menyelinapkan tangannya ke balik celana dalamku. Lalu memegang batang kemaluanku yang sudah mulai tegang ini.

Lalu aku lupa segalanya. Tahu - tahu Bu Laila sudah telanjang bulat, sementara celana dalamku pun sudah dilepaskan oleh bossku yang cantik dan bertubuh sangat mulus ini.

Dan seperti tidak kuat lagi menahan kepenasaranannya pada penisku, Bu Laila langsung membenamkan wajahnya diantara sepasang pahaku, lalu mengulum penisku yang sudah tegang ini, sementara tanganku ditariknya agar memainkan kemaluannya. Tentu saja aku dengan senang hati melakukan keinginannya. Bahwa ketika ia sedang mengulum dan menyeloimoti penisku, tanganku pun mulai merambah kemaluannya.

Namun karena Bu Laila itu bossku, aku menunggu instruksinya dulu. Biarlah dia menyelomoti penisku sambil mengurut - urutnya dengan begitu binalnya. Meski aku harus menahan - nahan nafasku karena permainan oralnya memang enak sekali.

Cukup lama Bu Laila menyelomoti sambil mengurut - urut penisku, sampai akhirnya dia mengajakku pindah ke atas bed bertilamkan kain seprai putih bersih itu.

Aku menurut saja. Mengikuti langkah Bu Laila menuju bednya. Di situlah ia menelentang sambil mengusap - usap permukaan kemaluannya yang licin, tiada jembutnya sehelai pun.

Aku pun merangkak ke antara sepasang paha putih mulus yang sudah mengangkang itu.

“Mau jilatin memekku?” tanyanya.

“Iya Bu. “

“Kamu sering nonton bokep kali ya?”

“Nonton bokep sih sering. Tapi menyentuh kemaluan wanita baru sekali ini Bu, “dustaku untuk kesekian kalinya terlontar dari mulutku.

Namun sepertinya Bu Laila tidak memperhatikan hal kecil itu. Ketika aku mulai menjilati bagian pink yang ternganga itu, dia mengelus - elus rambutku sambil berkata, “Jilatinlah sepuasmu. “

Lalu aku mulai menjilati memek Bu Laila dengan lahapnya.

Bu Laila pun menggeliat - geliat sambil meremas - remas rambutku. BVahkan pada suatu saat jarinya menyentuh kelentitnya sambil berkata, “Ini itilnya… jilatin juga Wan. “

Aku memang sedang pura - pura bodoh. Maka setelah mendengar instruksi, barulah kujilati kelentit Bu Laila dengan lahap sekali. Bahkan terkadang kusertai dengan isapan - isapan, sehingga Bu Laila terkejang - kejang dibuatnya.

Bahkan pada sjuatu saat terdengar suara Bu Laila agak serak, “Sudah Wan… masukkan aja kontolmu. Aku udah pengen ngerasain enaknya dientot sama kontol sepanjang dan segede itu. “

Aku pun menjauhkan mulutku dari kemaluan Bu Laila. Lalu merayap ke atas perutnya sambil memegang penisku yang sudah ngaceng berat ini.

Bu Laila pun memegangi leher penisku sambil mencolek - colekkan moncongnya ke mulut vaginanya. Mungkin ia sedang mengarahkan agar arahnya ngepas.

Sampai akhirnya ia berkata, “Ayo… doronglah… “

Lalu kudorong penisku dengan sekuat tenaga. Blessssss… batang kemaluanku membenam separohnya ke dalam liang memek Bu Laila. Disambut dengan rengkuhan Bu Laila di leherku, sehingga dadaku terhempas ke atas sepasang toket yhang masih terfasa kencang itu.

“Kamju nyangka bakal bisa beginian denganku?” tanyanya setengah berbisik.

“Bermimpi pun tidak kalau Ibu yang begini cantik dan mulusnya bakal bisa dibeginiin Bu. Mungkin malaikat sengaja mengirim Ibu sebagai bidadari saya di kemudian hari. “

Bu Laila mencium sepasang pipiku sambil berbisik, “Aku juga gak nyangka bakal mendapatkan dewa asmara bernama Wawan Darmawan ini… hmmm… aku memang sudah lama jatuh hati padamu… ayo entotin, jangan direndem terus… nanti keburu jadi ager. Hihihihiii… “

Sesuai dengan instruksi Bu Boss, aku mulai mengayun penisku di dalam liang memek Bu Laila. Dan wanita 32 tahunan itu menanggapinya dengan bermacam - macam cara. terkadang kedua kakinya melingkari pinggangku, terkada mengangkang lebar, terkadang kedua kakiinya berada di atas sepasang bahuku, sehingga aku harus mengentotnya sambil menahan kedua tubuhku yang terangkat.

Namun yang jelas aku merasakan sesuatu yang berbeda pada waktu menyetubuhi Bu Laila ini. Bahwa menyetubuhi wanita cantik dan tajir melilit ini membuatku sangat bergairah. Membuatku terlupa segalanya. Aku pun berusaha memuasinya, agar dia sangat terkesan olehku.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu