2 November 2020
Penulis —  Neena

Ibuku Tuna Netra

Bab 08

Tubuh Bu Mimin ini sangat menggoda dan menggiurkan. Sepasang toket gede dan bokong yang extra large. Pinggang yang ramping dan kulit yang putih mulus. Membuatku gemas dan spontan memeluknya dari belakang sambil berkata setengah berbisik, “Tubuh montok seperti Bu Mimin ini sejak lama kuinginkan. Dan kini, pucuk dicinta ulam tiba.

Bu Mimin menyahut, “Saya justru sampai lupa daratan melihat ketampanan Aden. Sampai lupa bahwa Den Wawan ini punya Euis… punya anak kandung saya sendiri.”

“Tapi aku gak pernah berjanji untuk menikahi Euis. Jadi kita bebas - bebas aja saling bagi rasa,” ucapku sambil mempererat dekapanku di pinggang Bu Mimin.

“Iya, Euis juga pernah bilang begitu. Gak apa - apalah. Yang penting Aden bisa memenuhi kebutuhan Euis sehari - hari. Den Wawan sudah sering menggauli Euis kan?”

“Euis cerita begitu?”

“Dia sih gak pernah cerita apa - apa. Tapi saya sudah punya dugaan kuat aja.”

“Iya… Euis sudah sering kugauli… dan aku menjamin masa depannya takkan terlantar.”

“Nanti bandingin ya… enak mana memek Euis dengan memek saya.”

“Hahahaaa… mau bersaing dengan anak sendiri?”

“Bukan bersaing. Saya hanya ingin tau keadaan saya sendiri, masih enak apa nggak. Maklum sudah duapuluhlima tahun memek saya nggak pernah dipakai,” sahut Bu Mimin sambil memutar badannya. Untuk melepaskan baju kausku, kemudian menarik ritsleting celana denimku.

Dan ketika ia berjongkok di depanku sambil memelorotkan celana dalamku, ia berseru tertahan, “Waaaaw…! Panjang gede gini punya Adeeen… !”

“Kenapa? Gak suka kontol panjang gede?” tanyaku sambil memegangi kepala Bi Mimin yang masih berjongkok di depan kakiku.

“Iiiih… justru terangsang, kebayang enaknya dirodok sama zakar sepanjang dan segede ini. Mwuaaaah… mwuaaaaaah…” ucap Bu Mimin yang diakhiri dengan ciuman - ciuman hangatnya di moncong zakarku. Lalu ia bangkit sambil meraih pergelangan tanganku, “Ayo Den ah… jangan buang - buang waktu…

Aku pun naik ke atas bed sambil tersenyum - senyum. Lalu menerkam tubuh tinggi montok itu dengan gairah menggebu - gebu. Dia pun menyambut terkamanku dengan gumulan agresif.

Memang mengasyikkan bergumul dengan wanita STW bertubuh tinggi gempal ini. Hatiku pun berkata, “Ngentot perempuan semontok ini sih pasti kenyang… !”

Tanpa harus kebanyakan foreplay, beberapa menit kemudian aku sudah meletakkan moncong kontolku di ambang mulut memek Bu Mimin yang sudah ternganga basah. Dan dengan sekali dorong… blessssssss… batang zakarku melesak separohnya ke dalam liang memek Bu Mimin, meski aku harus mengerahkan segenap kekuatanku untuk membenamkannya.

Wanita itu pun menyambut dengan pelukan hangat di leherku disertai ringisan histerisnya, “Masuuuk… aaaaa… aaaaaaahhhh… akhirnya saya bisa merasakan lagi enaknya titit Deeen…”

“Titit sih buat anak kecil. Kalau orang dewasa sih bilang aja kontoool…” sahutku sambil mulai mengayun batang kemaluanku di dalam liang memek Bu Mimin yang ternyata enak sekali rasanya.

Bu Mimin terpejam - pejam sambil mendekap pinggangku erat - erat, diiringi rengekan manjanya yang terdengar erotis di telingaku, “Dudududuuuuuuhhhh… Deeen… kontol Den Wawan ini… enak sekali Deeeeen… aaaaaaaah Deeen… aaaaaaaah… luar biasa enaknya Deeeen… aaaaaaaah… uuuuuuuh…

“Memek Bu Mimin juga enak sekali… licin tapi legit… sekali - sekali Euis harus diajak bareng sama kita… biar sambil belajar sama kita…”

“Masa mau ngajak Euis segala. Malu dong… dilihat sama anak sendiri selagi beginian…”

“Tapi memek Bu Mimin bakal bikin aku ketagihan nih. Bisa tiap pagi nanti aku ke sini. Khusus buat ngentot Bu Mimin.”

“Iiii… iiiyaaaa… kapan pun Aden mau, saya siap buat ngeladeni Den Wawan… oooooh Deeeen… kontol Den Wawan ini terlalu enak buat saya… ini… ini… saya udah mau lepas Deeen…”

“Ayo lepasin aja, biar becek memeknya. Aku suka kok sama memek yang becek setelah orgasme.”

“Adududuuuh… Deeeeen… ini… sa… saya… mau… mau lepas Deeeen… “Bu Mimin gedebak gedebuk. Lalu mengejang tegang sambil menahan nafasnya. Lalu terjadilah sesuatu yang sangat indah itu. Liang memek Bu Mimin berkedut - kedut kencang, disusul dengan membasahnya liang sanggama legit itu.

Bu Mimin langsung terkulai sambil menghela nafas. Lalu ia menatapku dengan sorot wanita yang baru mencapai puncak kenikmatannya.

Kubiarkan ia memulihkan gairahnya kembali.

Dan setelah wajahnya tak pucat lagi, aku pun melanjutkan aksiku, mengayun kontolku bermaju mundur di dalam liang memek Bu Mimin yang legit ini. Memang terasa basah liang memek ibunya Euis ini. Tapi tidak becek. Padahal dia sudah orgasme. Dan biasanya kalau sudah orgasme, liang memeknya jadi becek.

Mungkin hal itulah yang membuatnya ingin membandingkan “rasa” memeknya dengan memek anaknya.

Dan aku harus mengakui, bahwa liang memek Bu Mimin… lebih enak…!

Karena itu, dengan sepenuh gairah aku mengentotnya lagi. Dalam kecepatan standard. Bahkan sempat juga aku membisiki telinganya sambil berkata, “Memek Bu Mimin memang lebih enak daripada memek Euis. Kenapa bisa begini ya?”

“Betul begitu Den? Syukurlah kalau Den Wawan merasa lebih enak. Jadi biar nanti ketagihan. Saya siap kok untuk meladeni Den Wawan tiap hari sekali pun,” sahutnya sambil mendekap pinggangku lagi.

Makin l;ama makin asyik juga rasanya mengentot wanita setengah baya ini. Maka sambil mempergencar entotanku, tanpa merasakan jijik sedikit pun lidahku mulai menjilati leher Bu Mimin yang sudah keringatan. Dengan lahap sekali.

Sehingga Bu Mimin mulai merintih - rintih histeris lagi, “Deeen… aaaaahhhh… Deeeen… aaaaaaah… aaaaaaah… Deeeeen… ini luar biasa enaknya Deeeeen… aaaaaaah… entot terus Deeen… enak sekaliiii… aaaaaaah… Deeeen… enak Deeeeeen… entot terus Deeeen… entooooooottttt…

entooooottttt… entooooooootttt… aaaaaaahhh… Deeen… enak Deeen… enaaaaak… entooootttttt… iyaaaaa… iyaaaaaa… entotttt teruuussss Deeeen… enak sekali Deeeen… oooooohhhhh… luar biasa enaknyaaaa… Deeeen… aaaaaah… kontol Den Wawan enak sekaliiiii… enaaaaak…

“Ka… kalau aku ma.. mau buceng.. le… lepasin di mana Bu?” tanyaku terengah.

“Di dalem aja Den. Biar nikmat. Me… memangnya Den Wawan udah mau ngecrot?”

“Iii… iyaa…”

“Ayo Den… saya juga mau lepas lagi… ooooohhhhh… barengin aja Den… biar nikmaaaat…”

Lalu aku dan wanita setengah baya itu seperti sepasang manusia yang sedang kesurupan. Aku mengentotnya habis - habisan. Sementara dia pun menggoyang - goyangkan pinggulnya gila - gilaan. Sambil saling cengkram dan saling remas.

Dan akhirnya kami sama - sama berkelojotan di puncak kenikmatan ini.

Liang memek Bu Mimin terasa kedut - kedutan lagi, tepat pada saat kontolku mengejut - ngejut juga sambil memuntahkan lendir kenikmatanku.

Jrooooooottttt… jrotttt… jrottt… jrooooottttttttt… jrottt… jrooooottttttttt… jroooooooottt!

Lalu kami sama sama terkapar di pantai kepuasan birahi kami.

Sebenarnya Bu Mimin bukan satu - satunya perempuan setengah baya yang kujadikan sasaran pelampiasan nafsu birahiku. Meski tidak memperlihatkan diri, aku ini memang penggila wanita setengah baya.

Aku masih ingat benar bahwa karyawan di kantorku boleh dibilang 80% cewek muda. Tapi aku malah mengincar Mbak Erma, manager keuangan di perusahaan punya Ibu Laila itu.

Mbak Erma memang chubby. Tapi entah kenapa aku jadi penasaran terus, ingin tau seperti apa rasanya wanita setengah baya yang tinggi montok itu.

Aku sering menggodanya di ruang kerjanya. Tentu saja hal itu hanya kulakukan jika tidak ada orang lain di ruang kerjanya kecuali aku dengan Mbak Erma.

Aku tahu dia senang kalau kugodain seperti itu. Tapi ketika aku semakin intensif menggodanya, ia menyahut, “Sayangnya saya sudah punya suami Boss.”

Sampai pada suatu hari, Mbak Erma kuajak ke Bogor, untuk mengaudit cabang perusahaan yang ada di kota hujan itu.

Sengaja aku tidak memakai sopir kantor, karena aku ingin sebebasnya menggoda Mbak Erma.

Dalam perjalanan menuju Bogor, aku mulai membuka percakapan, “Auditnya banyak sekali. Mungkin Mbak takkan bisa menyelesaikan hari ini.”

“Iya Boss. Saya sudah minta ijin sama suami, kalau - kalau harus nginep di Bogor nanti,” sahut mbak Erma.

“Baguslah. Kita check in di hotel yang bagus, lalu… nanti malam aku bisa mewujudkan apa yang kukhayalkan selama ini,” ucapku.

“Hihihiii… apa yang Boss khayalkan selama ini?”

“Pengen ikut memiliki Mbak. Hmmm… pasti indah sekali nanti malam… bisa melukin Mbak sebelum tidur.”

“Saya kan punya suami Boss. Biar pun suami saya sudah tua, saya gak pernah nyeleweng.”

“Jadi Mbak menolak ajakan bagusku nih? Ya gak apa - apa kalau gak mau sih, aku juga gak bakalan maksa.”

“Saya kan sudah tua Boss. Tahun depan usia saya pas empatpuluh tahun. SUdah tuda kan?”

“Itu usia yang paling menggiurkan bagiku Mbak. Karena pada dasarnya aku ini penggila wanita setengah baya.”

“Masa sih?!”

“Iya. Mbak kan bisa buktikan sendiri. Di kantor banyak cewek muda. Tapi aku tetap mengincar Mbak. Ingin berbagi rasa dengan Mbak.”

Mbak Ermi terdiam. Mungkin membenarkan ucapanku. Bahwa aku tak pernah menggoda cewek - cewek muda di kantorku. Hanya Mbak Erma ini yang sering kugoda.

“Nanti kita check ini di hotel yang terdekat aja sama kantor cabang itu. Silakan Mbak audit, sementara aku mau istirahat aja di hotel. Sambil nungguin Mbak datang.”

“Seharusnya kita berangkatnya besok pagi - pagi sekali. Sekarang sudah mulai sore Boss. Mungkin kita tiba di Bogor, kantor cabangnya pun sudah tutup.”

“Gak apa - apa. Kita langsung check in aja di hotel yang terdekat dengan kantor cabang. Auditnya dilaksanakan besok pagi juga gak apa - apa.”

“Terus kita mau ngapain aja Boss?”

“Kita… ena - ena aja.”

“Hihihi… saya… saya takut Boss.”

“Takut apa?”

“Takut ketagihan. Memangnya Boss mau ena - ena lagi kalau saya lagi kepengen?”

“Ya mau lah. Masa gak mau. Jadi kita sepakat nih… kita check in aja di hotel yang terdekat dengan kantor cabang kita. Lalu auditnya besok pagi aja. Oke?”

“Terus… kita mau ngapain aja di hotel itu Boss?”

“Pengen ngerasain apa yang belum pernah kurasakan dari Mbak.”

“Ngerasain apa?”

“Pengen jilatin bibir yang di bawah perut Mbak…” sahutku perlahan tapi tajam.

“Duh Boss… saya jadi merinding nih…”

“Kenapa merinding? Takut apa horny?”

“Boss tentu tau apa yang sedang terjadi pada saya saat ini.”

“Mbak bisa kuat lama begituan dengan suami?”

“Wah, suami saya udah letoy Boss. Usianya kan limabelas tahun lebih tua dari saya. Tapi dia sangat sayang pada saya. Itulah yang membuat hati saya berat. Kalau dia nggak sayang sih sama saya, udah lama saya pisah sama dia.”

“Kalau begitu, silakan pertahankan rumah tangga Mbak sama dia. Tapi kalau untuk kepuasan birahi… minta padaku aja yaaa…”

“Hihihihiii… Boss bisa aja. Saya sampai merinding - rinding nih dengarnya. Karena sudah membayangkan apa yang bakal terjadi di hotel nanti.”

Sambil tetap nyetir mobilku, diam - diam kuturunkan ritsleting celana panjangku, lalu kusembulkan kontolku yang sudah tegang ini dari balik celana dalamku. Lalu kupegang tangan kanan Mbak Erma dengan tangan kiriku, “Aku udah ngaceng berat nih Mbak… coba pegang…” ucapku sambil menarik tangan kanan Mbak Erma sampai menempel di kontolku…

“Waaaw…! Ini penis apa belalai gajah Boss?!” seru Mbak Erma tertahan. Namun ia memegang kontolku dengan tangan gemetaran.

“Nanti kan Mbak bisa rasain sendiri apa yang sedang Mbak genggam ini.”

“Hihihiiii… berarti Boss serius nih mau nyobain punya saya?”

“Tentu aja serius Mbak. Masa main - main?!”

“Meski pun saya ndut begini, punya saya kecil Boss. Saya kan belum pernah melahirkan.”

“Ohya?! Mbak belum punya anak?! Asyik dong. Pasti memek Mbak enak banget.”

“Gak tau. Nanti kan Boss sendiri yang ngerasainnya. Wah… udah masuk Bogor Boss,” ucapnya sambil melepaskan kembali kontol ngacengku dari genggamannya.

Aku mengangguk sambil memasukkan kembali kontolku ke balik celana dalam, kemudian membetulkan lagi ritsleting celana denimku.

Lalu aku fokus nyetir lagi.

Belasan menit kemudian, kubelokkan mobilku ke pekarangan sebuah hotel bintang empat, yang letaknya tak begitu jauh dari kantor cabang perusahaan.

Kebetulan hari itu bukan hari - hari weekend. Sehingga dengan mudah kudapatkan kamar di lantai 5.

Di dalam mlift menuju lantai 5, tidak ada orang lain kecuali aku dengan Mbak Ermi. Sehingga aku sempat memeluk dan mencium bibirnya yang tebal tapi sensual itu.

“Sudah siap untuk ena - ena?” tanyaku.

Mbak Ermi mengangguk sambil tersenyum. Lalu kami keluar dari pintu lift, menuju pintu kamar bernomor five O five alias 505.

Setelah berada di dalam kamar, Mbak Ermi bergegas masuk ke dalam kamar mandi sambil membekal sehelai kimono putih yang dikeluarkan dari tasnya. Mau pipis dulu, katanya.

Mungkin dia mau bersih - bersih dulu, bukan kebelet pengen kencing.

Aku pun melepaskan busanaku dan menggantinya dengan celana pendek putih dan baju kaus hitam. Tanpa mengenakan celana dalam. Biar gampang nanti… hahahaa…!

Tak lama kemudian Mbak Ermi muncul dari ambang pintu kamar mandi. Dalam keadaan sudah mengenakan kimono putih. Tapi aku yakin di balik kimono putih itu tidak ada beha mau pun celana dalam. Karena tonjolan pentil toketnya

Dengan nafsu bergejolak dahsyat, kusambut Mbak Erma dengan pelukan di lehernya. Lalu kucium bibir sensualnya sepuasku.

Setelah ciumanku terlepas, Mbak Erma berjongkok di depan kakiku, sambil memelorotkan celana pendekku yang memang elastis di bagian pinggangku ini.

Ternyata Mbak Erma pun sudah sangat bernafsu. Setelah menanggalkan celana pendekku, ia memegang batang kemaluanku yang sudah ngaceng berat ini. Dan happpp… ia mengulum dan menyelomoti kontolku dengan lahapnya.

Kubiarkan ia beraksi beberapa menit. Sampai akhirnya ia melepaskan kontolku dari mulutnya, kemudian menariknyha ke atas bed…

Tanpa harus disuruh lagi, ia melepaskan ikatan tali kimononya, kemudian menanggalkan kimono putih itu.

Dan sekujur tubuhnya sudah telanjang bulat di depan mataku kini…!

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu