2 November 2020
Penulis —  Neena

Ibuku Tuna Netra

Batang kemaluanku mulai membenam ke dalam liang memek Tante Haya… blesssssssskkkkk… maaasuuuuuukkkk …

Tadinya kupikir liang memek Tante Haya bakal longgar buat ukuran kontolku, karena aku sudah membasahinya pula dengan air liurku. Namun ternyata liang memek wanita setengah baya ini sempit sekali. Untung sudah dilicinkan oleh air liurku.

Memang wajar kalau liang memeknya masih sempit, karena dia memang belum pernah hamil dan melahirkan.

Tante Haya menyambutku dengan pelukan hangat dan ciuman di sepasang pipiku. “Kalau dari dulu tau Wawan punya penis sepanjang dan segede ini sih, pasti tante ajak main. Soalnya sejak suami tante meninggal, baru sekali ini tante merasakannya kembali.”

“Kalau Tante sudah tinggal di rumah ini, aku pasti sering nengok ke sini,” ucapku sambil mengayun kontolku pelan - pelan dulu.

“Cuma mau nengok?”

“Nengok liang memek Tante ini… hihihiiii…”

Lalu kulanjutkan ayunan kontolku secara berirama. Maju mundur dan maju mundur terus di dalam jepitan liang memek Tante Haya. Ditanggapi oleh mama angkatnya Nova itu dengan geolan - geolan bokongnya, membuat kontolku terombang ambing dan terbesot - besot dengan ketatnya.

O, my God. Ini luar biasa nikmatnya. Mengingatkanku pada Mbak Vita yang senantiasa memuaskan nafsu birahiku, dengan goyangan pinggul yang menggila.

Dan ketika aku memperhatikan wajah Tante Haya dari jarak yang sangat dekat, aku tak berlebihan kalauj menilainya sebagai wanita setengah baya tercantik di antara perempuan - perempuan setengah baya yang pernah kukenal dan kunikmati memeknya.

Apakah kelak aku akan mendapatkan yang lebih cantik lagi, seperti pepatah Tiongkok yang mengatakan setinggi - tingginya gunung pasti ada lagi gunung yang lebih tinggi.

Entahlah. Yang jelas, pada saar ini Tante Haya yang tercantik di antara perempuan - perempuan setengah baya yang sudah kumiliki.

Awalnya Tante Haya meladeniku dengan geolan pinggulnya yang laksana pengocok telor manual. Disertai desahan - desahan perlahan. Cuma terdengar ah uh oh saja.

Tapi lama kelamaan rintihan - rintihan histerisnya mulai terdengar.

“Ooooh… Waaan… gak nyangka tante bakal mendapatkan semua ini… se… setelah sekian lamanya tante tak merasakannya Waaaan… ooooohhhhh… Waaan… penis Wawan ini… oooohhhh… luar biasa enaknya Waaaaan… !”

Seperti biasa, setiap kali menyetubuhi pasangan seksual baru, aku selalu ingin menciptakan kesan yang akan membuat mereka ketagihan. Karena itu aku tak sekadar mengentot liang memek mama angkat Nova ini. Tangan dan mulut pun ikut beraksi.

tanganku digunakan untuk menyentuh dan meremas bagian - bagian yang terjangkau. Terkadang kugunakan untuk meremas bokongnya, di saat lain untuk meremas toketnya. Sementara mulutku digunakan untuk menjilati lehernya, mengemut pentil toketnya dan menjilati ketiaknya.

Tampaknya wanita - wanitaku punya titik peka yang sama. Ketika aku mengemut pentil toketnya, Tante Haya seolah terlena. Matanya terpejam, goyangan pinggulnya makin binal, keringat pun mulai membasahi tubuhnya. Begitu juga ketika aku menjilati lehernya disertai dengan gigitan - gigitan kecil yang tidak menyakitkan, bahkan meninggalkan bekas pun tidak.

Aku pun berhasil memamerkan keperkasaanku. Lebih dari sejam aku menyetubuhi Tante Haya yang atraktif tapi cepat orgasme itu. Baru seperempat jam aku mengentotnya, ia sudah klepek - klepek dan mengejang. Lalu ia mencapai orgasme pertamanya. Setengah jam berikutnya, ia orgasme lagi.

Aku sangat happy kalau bisa merasakan indahnya detik - detik orgasme pasangan seksualku seperti itu. Karena aku tahu bahwa orgasme itu merupakan puncak kenikmatan bagi seorang wanita.

Aku berusaha untuk mempertahankan durasi ejakulasiku. Namun ketika gejala - gejala Tante Haya mau orgasme lagi, aku tak bisa bertahan lagi.

Lalu aku menggenjot liang memek Tante Haya segencar mungkin. Sampai akhirnya kutancapkan kontolku sedalam mungkin, sampai terasa mentok di dasar liang sanggama wanita setengah baya yang jelita ini.

Lalu kami seperti sepasang manusia yang sedang kerasukan. Kami saling cengkram dan saling remas dengan kuatnya. Lalu ketika liang memek Tante Haya terasa bergerak - gerak erotis, moncong penisku pun memuntahkan lendir kenikmatanku.

Crooottt… croooooootttttt… crotttttt… croooooooootttt… crooootttt… crot… croooottttt…!

Lalu kami sama - sama terkulai lunglai, seolah terdampar di pantai kepuasan kami.

Aku merasa cukup letih dan ngantuk. Sehingga akhirnya aku tertidur dalam pelukan Tante Haya, dalam keadaan sama - sama telanjang bulat.

Esok paginya, aku mengajak Tante Haya ke toko langgananku, untuk memilih sendiri furniture yang dibutuhkan untuk melengkapi kekurangan di rumah baru itu. Yang jelas, aku ingin rumah itu menjadi lengkap selengkap - lengkapnya. Maka kami pilih tiga buah bed untuk mengisi ketiga kamar di rumah yang sudah kuserahkan kepada Tante Haya itu.

Sebelum jam satu siang isi rumah baru itu pun lengkap sudah. Alat - alat elektronik seperti televisi, kulkas, mesin cuci dan sebagainya sudah tersedia sebelumnya. Tinggal menatanya saja lagi.

Kemudian aku menelepon Nova, yang pasti masih berada di kantor. Kuminta Nova datang ke rumah itu, sambil mengirimkan alamat lengkapnya. Tanpa diberitahu bahwa Nova akan dipertemukan dengan mama adopsinya.

Tak sampai sejam kemudian, kulihat mobil Nova berhenti di depan rumah baru ini. Aku suruh Tante Haya bersembunyi dulu di kamar paling depan yang sudah dipilih sebagai kamarnya. Tante Haya pun cepat bersembunyi di kamar itu. Sementara aku melangkah ke depan untuk menjemput Nova.

“Ini rumah siapa Bang? Abang kok ngajak ketemuan di sini?” tanya Nova setelah berada di teras depan.

Kusahut dengan bisikan, “Jangan memperlihatkan sikap mesra padaku ya. Nanti juga kamu tau kenapa aku memintamu datang ke sini.”

Nova hanya mengangguk sambil tersenyum datar. Mungkin dia masih bingung, kenapa aku memintanya datang ke rumah ini.

Setelah Nova duduk di sofa ruang tamu, aku menutup mata Nova dengan kedua telapak tanganku. Lalu aku bersiul sebagai kode agar Tante Haya keluar dari kamarnya.

Setelah Tante Haya berdiri di depan Nova, barulah kubuka mata adik kandungku yang sangat kucintai itu. Sambil berkata, “Sekarang bukalah matamu.”

Nova membuka mata sayunya. Lalu memekik girang, “Mamaaaaaaaaa… !”

Mereka berpelukan dengan eratnya. Pelukan seorang anak yang tetap menyayangi dan merindukan ibu angkatnya.

Aku pun terharu melihat mereka berpelukan sambil bercucuran air mata begitu.

Namun tiba - tiba handphoneku berdering. Ketika kulihat layar hapeku, ternyata call dari Tante Martini. Maka bergegas aku keluar dari rumah itu, untuk menerima panggilan dari Tante Martini.

Ternyata Tante Martini memintaku datang ke Jakarta besok. Untuk membahas sesuatu yang sangat penting katanya. Ketika kudesak masalah apa yang akan dibahas itu, akhirnya Tante Martini berterus terang, bahwa ia ingin secepatnya menikahkan aku dengan Anneke. Jadi tujuan Tante Martini memintaku ke Jakarta, adalah untuk merundingkan persiapan pernikahanku dengan putrinya.

“Baik Tante. Besok aku akan ke Jakarta,” kataku di dekat hapeku. Kemudian hubungan seluler pun ditutup.

Aku masuk lagi ke dalam rumah, sambil menyaksikan Nova dan Tante Haya yang tampak sedang melepaskan kerinduan mereka.

“Bagaimana? Senang berjumpa mamamu sekarang?” tanyaku kepada Nova.

“Senang sekali Bang. Di setiap mimpiku, selalu aja Mama hadir. Dan sekarang bisa berjumpa begini. Terima kasih Bang. Tapi kenapa Abang mempertemukanku dengan Mama di rumah ini?”

Tante Haya yang menjawab, “Karena rumah dan semua isinya ini adalah hadiah dari Wawan untuk mama. Supaya kamu bisa sering berkunjung ke sini. Karena rumah ini letaknya tidak jauh dari rumah ibumu Sayang.”

Nova tercengang. Menatapku dengan sorot berterima kasih.

Sementara aku tenggelam dalam terawanganku sendiri. Tentang isi pembicaraan lewat hapeku tadi. Bahwa Tante Martini ingin agar aku cepat - cepat menikah dengan putrinya, tanpa memberitahu apa alasannya.

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu