2 November 2020
Penulis —  Neena

Ibuku Tuna Netra

Bab 12

Terus terang saja, aku merasa seolah sedang bermimpi menghadapi kenyataan ini. Memang Anneke cantik, mulus dan sangat membangkitkan nafsu birahiku. Tapi tadinya aku tak pernah membayangkan hubunganku dengannya harus berubah. Bukan sekadar seorang dirut dengan bossnya. Karena biar bagaimana pun juga seorang direktur utama itu masih tergolong pegawai juga.

Dan kini Sang Boss yang cantik rupawan itu berkata dengan suaranya yang semakin membuatku serasa bermimpi :

“Sejak berjumpa dengan Bang Wawan, aku mengkhayalkannya. Lalu memikirkannya selama beberapa bulan. Akhirnya aku memutuskan, bahwa Bang Wawan harus jadi milikku. Dan aku harus menjadi milik Bang Wawan.”

Lalu tubuh putih mulus dan sesegar kuncup bunga yang baru mau mekar itu pun berada dalam pelukanku. Harum parfum mahal pun semakin tersiar ke penciumanku. Lalu… dalam keadaan yang sudah sama - sama telanjang, kubopong tubuh mulus dan hangat itu ke atas bed mahalnya. Di situlah aku mulai beraksi sebagai seorang lelaki sejati.

Tampaknya Non Anneke memang belum pernah disentuh oleh cowok. Itu bisa kubuktikan dengan senantiasa agak tersentak ketika aku menyentuh titik - titik pekanya. Dan ketika aku menghimpitnya sambil melumat bibir sensualnya, tubuhnya langsung menghangat. Terlebih ketika aku mencium bibir sensual itu sambil memainkan pentil toketnya, ia bereaksi dengan mendekap pinggangku erat - erat.

Pada saat berikutnya aku berbisik ke dekat telinganya, “Aku harus menjilati memek Non dulu, supaya pada waktunya penetrasi nanti seperti ada pelumasnya.”

Anneke menatapku dengan sorot pasrah. Lalu berkata perlahan, “Lakukanlah apa yang harus Abang lakukan…”

Setelah mendengar ucapannya itu aku langsung melorot turun. Sehingga wajahku berhadapan dengan kemaluan Anneke yang begini bersih dan rapatnya.

Sebagai langkah pertama, kudorong paha putih mulusnya agar merenggang selebar mungkin. Kemudian kuciumi memek yang masih rapat itu. Lalu kungangakan selebar mungkin, sehingga bagian dalamnya yang berwarna pink itu kelihatan jelas. Kelentitnya pun tampak imut - imut di bagian atasnya.

Ujung lidahku pun mulai beraksi. Menyapu - nyapu bagian yang agak basah dan berwarna pink itu.

Anneke mulai menggeliat - geliat dengan nafas yang tertahan - tahan. Bahkan lalu terdengar desahan dan rengekan manjanya, “Aaaa… aaaaa… aaaaaah… Baaaaang… ini geli - geli enak Baaang… rasanya sampai menggetarkan sekujur tubuhku… seperti mengalir dari ujung kaki sampai kepalaku… ooooohhhh…

ternyata begini ya rasanya… ooooohhhh… Baaaang… aku makin cinta sama Abaaaaang… aku cinta Bang Wawaaaan… cintaaaa… ooooooohhhhh… baru sekali ini aku merasakan semuanya ini Baaaang… dudududuuuuhhh… makin lama makin enak Baaaang… iyaa Baaang… jilatin terus Baaang… enak sekali…

Aku tidak menanggapinya. Karena mulutku sedang “sibuk” menjilati bagian yang berwarna pink itu. Lalu lidahku menjilati kelentitnya dengan lahap sekali.

Kali ini Anneke buka cuma menggeliat tapi juga terkejang - kejang, dengan jari kakinya yang menukik - nukik. Seperti menahan sesuatu yang luar biasa. Tentu saja luar biasa nikmatnya. Karena clitoris alias kelentit ini bagian paling peka pada kemaluan wanita.

Sementara itu aku terus - terusan mengalirkan air liurku ke arah bagian yang berwarna pink itu.

Cukup lama aku melakukan semua ini.

Sampai terasa bagian dalam memek Anneke ini sudah cukup basah dan siap untuk diterobos kontolku.

Lalu kujauhkan mulutku dari memek Anneke. Dan kucolek - colekkan moncong kontolku di mulut vagina Anneka yang sudah basah kuyup oleh air liurku. Setelah terasa ngepas, aku pun mendorong kontolku sekuat tenaga. Tapi… stttt… malah meleset ke bawah. Kuletakkan lagi moncong senjata kejantananku pada titik yang masih rapat itu.

Pada titik itulah moncong kontolku diletakkan. Kemudian aku mengumpulkan tenagaku untuk mendorong kontolku lebih kuat dari tadi.

Iyaaaa… sedikit demi sedikit kontolku mulai melesak masuk.

“Kalau sakit tahan dikit Non,” ucapku sambil mengumpulkan tenaga lagi untuk mendorong batang kemaluanku agar masuk lebih dalam lagi.

Hebatnya Anneke itu, masih bisa tersenyum manis. Tidak kelihatan sedikit pun kalau dia merasa sakit. Padahal kontolku sudah hampir separohnya masuk ke dalam liang memeknya.

Tapi aku tetap ingin membuat Anneke senyaman mungkin. Maka kutarik kontolku perlahan dan kudorong lagi agak kuat. Tarik lagi perlahan, dorong lagi lebih kuat. Memang sempit sekali liang memek bossku ini. Sehingga aku belum leluasa untuk benar - benar mengentotnya.

Sementara itu Anneke cuma terdiam pasrah. Terkadang mata beningnya terpejam, terkadang menatapku dengan sorot pasrah. Sesekali ia menggeliat dan memeluk leherku. Terkadang juga ia mengejang dengan mata terpejam.

Namun lama kelamaan liang vagina Anneke beradaptasi dengan ukuran batang kemaluanku. Sehingga aku mulai lancar mengentotnya dalam kecepatan normal.

Saat itulah Anneke mulai mendesah dan merengek manja dan terdengar erotis di telingaku.

“Aaaaaa… aaaaa… aaaaaah… Baaang… ini… enak sekali Baaang… oooooh… ini Abang sudah menyetubuhiku kan?”

“Iya Non… hhh… tubuh kita sedang bersatu… hhh… makanya disebut bersetubuh,” sahutku terengah.

Dalam keadaan seperti ini, aku masih menyempatkan diri mengangkat badanku, lalu memperhatikan kontolku yang sedang maju mundur di dalam memek Anneke. Ternyata memang ada garis - garis darah di badan kontolku. Darah perawan Anneke.

Memang sejak melihat bentuknya dari dekat sebelum menjilati memeknya tadi, aku sudah yakin bahwa Anneke masih perawan. Namun saksi konvensional adalah darah perawan itu.

Maka sambil mengentotnya, aku masih sempat membisiki telinga Anneke, “Non memang masih perawan… aku sangat menghormati hal itu.”

Anneke pun menyahut lirih, “Ya iyalah… tapi sekarang aku gak perawan lagi Bang.”

“Menyesal karena keperawanan Non sudah kuambil?” tanyaku sambil menghentikan entotanku sejenak.

“Nggak. Aku ikhlas. Kan aku sendiri yang menginginkannya. Yang penting Abang tetap sayang padaku di kemudian hari ya…”

“Sampai kapan pun aku akan tetap menyayangimu Non,” ucapku sambil melanjutkan lagi ayunan kontolku.

Anneke pun menciumi bibirku dengan lahapnya. Setelah ciumannya terhenti, giliran aku yang menjilati lehernya disertai dengan gigitan - gigitan kecil. Sementara tangan kiriku beraksi juga, untuk meremas - remas toket kanannya dengan lembut.

Ya segalanya kulakukan dengan lembut, karena Anneke ini bukan sekadar sudah jadian denganku, tapi juga bossku. Boss yang punya kapital jauh lebih gede daripada Tante Laila.

Desahan dan rintihan histeris Anneke pun mberlontaran lagi dari mulutnya, “Aaaaah… aaaaaaaah… Bang… aku cinta kamu Baaaang… aaaaaah… ini… luar biasa enaknyaaa… sampai kayak melayang - layang gini… aaaaaaah… aaaaaaa… aaaaaahhhh… aaaaaaah…”

Tidak seperti biasanya, kali ini aku punya niat yang berbeda. Niat untuk menghamili Anneke. Karena itu aku tak usah terlalu berlama - lama menyetubuhinya. Bahkan aku ingin ejakulasiku berbarengan dengan orgasmenya.

Kenapa aku ingin menghamilinya?

Supaya dia minta secepatnya kunikahi. Lalu aku bakal hidup sejahtera kelak… setelah menjadi suaminya.

Karena itu diam - diam aku “mengintai” gejalanya. Gejala perempuan yang sudah mendekati orgasme.

Keringatku pun sudah bercucuran. Berbaur dengan keringat Anneke.

Beberapa saat kemudian, dia mulai berkelojotan. “Baaaaang… ooooohhh Baaaang… ini… ini… memekku seperti mau pipis… susah nahannya… aaaaah… “rintihnya.

“Bukan mau pipis… itu pertanda mau orgasme. Lepasin aja, gak usah ditahan - tahan Non…” sahutku sambil mempercepat entotanku.

Kontolku maju mundur dengan cepatnya di dalam liang memek yang sudah licin tapi tetap terasa sangat sempit ini… sampai pada suatu saat, ketika Anneke mengejang tegang, kutancapkan kontol ngacengku sedalam mungkin.

Sedetik kemudian aku merasakan sesuatu yang sangat nikmat ini. Bahwa liang memek Anneke berkedut - kedut kencang… disusul oleh kejutan - kejutan kontolku sendiri… kontol yang sedang memuntahkan lendir kenikmatanku.

Crottttt… crooooooootttttt… crooottttt… croooottttt… crotttt… crooootttttttt…!

Aku terkapar di atas perut Anneke. Dengan keringat yang semakin membanjir.

“Abang Sayang… terima kasih ya. Luar biasa nikmatnya,” bisiknya. Disusul dengan pagutannya di bibirku.

“Terima kasih juga karena Non sudah mempercayakan semua ini padaku,” sahutku yang diikuti dengan tarikan kontolku sampai terlepas dari liang memek sempitnya. Spontan aku memandang ke bawah bokong Anneke. Memandang saksi keperawanan bossku yang masih sangat muda itu.

Darah perawan itu…!

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu