2 November 2020
Penulis —  Kusumawardhani

Bunda dan Wanita-Wanitaku- true story

Aku memang menyimpan foto-foto lukisan Bunda dalam keadaan telanjang di handphoneku. Tapi hanya 3 lukisan yang kusimpan di handphoneku. Sementara lukisan Magdalena pun kujepret dan kusimpan di handphoneku, tentu dengan seijin Magda dulu.

Pada suatu waktu, Magda melihat foto lukisan Bunda itu dan bertanya, “Siapa yang dijadikan model lukisan telanjang ini?”

Aku menyahut, “Ibuku.”

“Ohya? Ada foto aslinya? Maksudku bukan foto lukisannya.”

“Ada…” sahutku sambil membuka foto-foto Bunda yang berpakaian seperti biasa, lalu memperlihatkannya kepada Magda.

“Ibumu cantik ya? Kelihatannya masih muda pula.”

“Umurnya sudah empatpuluh tahun.”

“Kapan aku mau dipertemukan dengan ibumu?”

Lagi-lagi aku mendengar pertanyaan yang sulit menjawabnya. Karena kalau dipertemukan dengan Bunda segala, seolah-olah hubunganku dengan Magda sudah serius. Padahal aku masih menganggapnya bossku. Karena aku akan menerima uang yang bertumpuk darinya nanti.

Namun akhirnya kujawab juga, “Mmm… nantilah… kalau pekerjaanku sudah selesai semua.”

“Odi… aku juga ingin dilukis dalam keadaan telanjang seperti lukisan ibumu itu.”

“Haaa? Gak salah tuh?”

“Kenapa salah? Aku kan mau memandang dari sudut seninya. Bukan dari sudut erotic-nya.”

“Lalu lukisan telanjangnya mau dipajang di dinding museum pula?”

“Nggak. Kalau lukisan telanjang, hanya akan kusimpan di kamar pribadiku. Dan akan kupasangi tirai, yang hanya akan kubuka sewaktu-waktu saja.”

Aku belum bisa membayangkan seperti apa perasaanku kalau Magda sudah telanjang bulat sebagai model lukisanku kelak. Tapi aku tetap ingin bersikap profesionalis. Lalu kusetujui saja keinginannya itu, karena bukankah “the buyer is king”?

“Magda yakin para petugas security takkan ada yang nyelonong masuk pada saat Magda sedang telanjang?” tanyaku bernada kekuatiran.

“Tidak. Mereka hanya bisa masuk setelah menghubungiku lewat handy transreceiver dulu. Setelah kuijinkan, baru mereka akan masuk.”

Aku tahu bahwa para petugas security itu dari perusahaan security di Jakarta. Bukan dibawa dari Jerman. Dan aku tahu mereka melaksanakan tugasnya secara disiplin sekali.

Villa yang sangat megah ini memang dikawal secara ketat. Wanita yang bertugas di dapur pun takkan berani sembarangan masuk ke “wilayah” yang tiada hubungannya dengan tugas mereka.

“Kapan lukisannya bisa dimulai?” tanya Magda bernada mendesak.

“Lukisan begitu membutuhkan ketenangan yang luar biasa.”

“Ruangan ini cukup tenang kan? Tiada seorang pun bisa masuk ke sini sebelum kuijinkan.”

“Begini aja… untuk yang pertama, jangan langsung telanjang. Pakai gaun transparan misalnya… bagaimana?”

“Baik, “Magda mengangguk sambil tersenyum, “aku punya gaun tidur yang transparan. Tunggu sebentar ya.”

Magda masuk ke dalam kamarnya.

Kunyalakan exhaust, karena aku jadi ingin merokok, untuk menenangkan diri.

Tak lama kemudian Magda muncul lagi, mengenakan gaun transparan berwarna orange polos. Dan… gila… tampak jelas di mataku bahwa dia tak mengenakan apa-apa lagi di balik gaun transparan itu…!

Sekujur tubuhnya yang begitu indah dan menggiurkan itu tampak sangat jelas di mataku. Membuatku agak sulit mengatur nafasku sendiri.

“Bagaimana? Gaun seperti ini cocok nggak? “tanyanya.

“Boleh aku jujur Non?” ucapku dengan suara agak parau.

“Soal apa? Ya jujur aja lah.”

“Sepertinya aku takkan sanggup melukismu dalam keadaan telanjang. Karena bisa membuatku tidak profesional lagi.”

Magda menatapku dengan sorot menyelidik. Aku pun memalingkan mukaku. Lalu terdengar suaranya, “Maksudmu tidak profesional gimana?”

“Aku memang seorang pelukis. Tapi aku juga manusia biasa… manusia normal. Dan kalau Magda bertelanjang di depan mataku, bagaimana caranya agar nafsuku bisa diredakan?”

Tiba-tiba Magda memegang pergelangan tanganku. Dan menuntunku masuk ke dalam kamarnya. Membuatku semakin degdegan. Terlebih setelah ia menutup dan mengunci pintu kamar ini…

“Aku mengerti maksudmu. Biasanya orang takut pada sesuatu yang belum jelas baginya. Nafsumu juga bisa kuredakan dengan caraku sendiri,” kata Magda sambil melepaskan kancing-kancing kemeja tangan pendekku yang terbuat dari bahan denim. Setelah menanggalkan kemeja denimku, Magda menurunkan ritsleting celana jeansku.

Dan Magda menyadari hal itu ketika tinggal celana dalam saja yang masih melekat di tubuhku. Lalu sambil tersenyum Magda melepaskan celana dalamku. Disusul dengan pelepasan gaun tidur transparan itu.

“Magda… kita mau ngapain ini?” tanyaku sambil menutupi kontolku dengan kedua tanganku.

Lakukanlah apa yang ingin kamu lakukan padaku, Odi. Tapi satu hal yang perlu kamu tahu, aku ini masih virgin.”

“Ohya?! “aku tersentak mendengar ucapan Magda itu.

“Aku memang orang Jerman. Tinggal di kota yang sangat modern pula. Tapi aku selalu dikawal ketat di negaraku. Karena itu aku tak berani macam-macam. Justru di Indonesia ini aku merasa bebas… merasa leluasa untuk berbuat apa pun,” ucap Magda sambil meraih pergelangan tanganku. Lalu memeluk dan mencium bibirku dengan hangatnya.

Bukan yang pertama kalinya Magda mencium bibirku. Belakangan ini dia sering menciumku. Tapi mencium bibirku dalam keadaan sama-sama telanjang begini, baru pertama kalinya ini terjadi.

Hal ini membuatku tersiksa. Tersiksa oleh nafsuku sendiri.

Betapa tidak. Ketika kami berciuman sambil berdiri dan berpelukan begini, dengan sendirinya kontolku bersentuhan dengan kemaluan Magda. Ini membuatku sulit bernafas.

Terlebih lagi setelah Magda naik ke atas tempat tidur mewahnya sambil menarik tanganku, “Aku memang sering bermasturbasi. Tapi melakukan hubungan sex, sama sekali belum pernah.”

Aku ini manusia biasa, masih muda pula. Dalam keadaan sudah seperti ini, mana mungkin aku bisa menghindar lagi?

Maka ketika Magda meraihku ke dalam dekapannya, batinku mulai goyah. Terlebih setelah mendengar Magda berkata, “Mungkin aku ini dilahirkan untuk menjadi milikmu.”

“Magda laksana bidadari yang diturunkan dari langit… yang membuatku sangat menghormatimu,” sahutku.

“Jangan pakai basa-basi lagi. Jujurlah pada dirimu sendiri. Lakukanlah apa yang ingin kamu lakukan,” ucapnya sambil merayapkan tangannya ke bawah, untuk menggenggam kontolku yang sudah ngaceng berat ini.

“Dipegang gitu, pasti bikin aku tambah nafsu,” bisikku.

“Lakukan aja apa yang bisa kamu lakukan, Honey.”

“Nanti kamu gak virgin lagi.”

“Nggak apa-apa. Aku juga ingin nyobain sih. Sekarang umurku kan sudah delapanbelas tahun. Sudah boleh merasakannya.”

Sebenarnya aku tak pernah merencanakan semua ini. Selama ini aku selalu menindas perasaanku sendiri. Dan tetap menganggap Magda sebagai salah satu sumber duitku. Sementara aku hanya seorang pelukis otodidak, yang ingin selalu bersikap dan berperilaku profesional.

Namun dalam keadaan sudah serapat begini, aku lupa segalanya. Yang kuingat cuma satu. Bahwa Magda seorang cewek yang usianya 4 tahun lebih muda dariku. Sementara aku seorang lelaki muda, lengkap dengan darah mudaku.

Maka perlahan tapi pasti, aku telah diraih oleh Sang Nafsu Birahi, yang konon diciptakan untuk membuat alam dewasa ini semakin indah.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu