2 November 2020
Penulis —  Kusumawardhani

Bunda dan Wanita-Wanitaku- true story

Tante Rosmala mengelus dadaku sambil berkata, “Jujur… yang barusan itu adalah hubungan seks paling indah di sepanjang kehidupan tante. Ada getaran aneh pula yang tante rasakan. Mudah-mudahan itu suatu pertanda bahwa tante akan hamil.”

“Terus… Tante mau disetubuhi lagi sekarang?” tanyaku sambil mempermainkan pentil toket tante Mala.

“Jangan,“ Tante Mala menepiskan tanganku, “kalau mengikuti nafsu, tentu aja tante masih ingin disetubuhi lagi olehmu. Tapi tante ingin agar spermamu mengendap dan membuahi dengan sempurna di dalam rahim tante. Semoga benar-benar terjadi pembuahan. Nanti kalau tante sudah benar-benar hamil, kamu jangan males menuakan janin di dalam kandungan tante ya.

“Menuakan gimana?”

“Itu seloroh orang-orang. Kata mereka, kalau istri sedang hamil, harus sering disetubuhi, supaya janinnya kuat dan berkembang secara sempurna. Istilah mereka di-tua-kan. Gitu.”

“Ooooh… begitu… hahahaaa… aku siap Tante. Siap untuk ngentot Tante kapan pun dibutuhkan nanti. Kalau Tante sudah kangen, kirim WA aja. Nanti kita janjian ketemu di mana gitu.”

“Iya… terima kasih Odi sayang,” sahut Tante Mala sambil membelai rambutku.

Memang kenyataannya seperti itu. Meski aku sudah membooking kamar di hotel bintang lima, aku hanya menggunakannya sejam lebih. Tapi tak apalah. Yang penting, seandainya Bunda benar-benar menikah dengan Gustav kelak, tentu aku tak boleh sembarangan menggaulinya lagi. Dan aku akan mendudukkan Tante Mala sebagai pengganti Bunda.

Dan setelah meninggalkan hotel itu, aku menelepon Aruna pelukis akademis yang hidupnya masih pas-pasan itu.

“Hallo Mas… gimana? Sudah dicek tanah untuk sanggar kita itu?”

“Sudah. Luas juga tanahnya ya.”

“Lumayanlah. Tapi bangunan untuk sanggarnya bakal lumayan gede juga tuh biasayanya.”

“Boleh saya kasih saran?”

“Silakan.”

“Bagaimana kalau sanggarnya dibuat serba bambu aja?”

“Idenya boleh juga. Cuma yang saya kuatirkan, kalau dari bambu semua, bakal tahan berapa lama?”

“Nanti Mas Odi survey deh ke sanggar kami di Jogja. Sanggar itu dibuat dari bambu semua. Sejak duapuluh tahun yang lalu sampai sekarang masih berdiri kokoh kok.”

“Saya percaya. Tapi mungkin bahannya harus bambu yang sudah tua… pokoknyua bambu pilihan lah.”

“Itu masalah gampang Mas. Nanti bambunya saya beli di kampung saya aja. Dijamin tahan puluhan tahun.”

“Ya udah, bikin anggarannya aja. Kalau bisa dengan design sanggarnya sekalian.”

“Siap Mas.”

Setelah hubungan seluler ditutup, aku tercenung di belakang setir sedan hitamku, di tengah jalan yang sedang macet berat.

Aruna itu sebenarnya tamatan sekol;ah tinggi seni rupa. Tapi hidupnya membuatku iba. Sudah punya anak-istri, tapi jalan penghidupannya berputar di situ-situ juga. Sehingga akhirnya untuk membeli cat minyak pun tak mampu lagi. Karena itu kucoba mengajaknya bergabung denganku di sebuah sanggar yang sudah kami rancang.

Di tanah itulah akan dibangun sanggar, sekalian untuk menampung pelukis-pelukis yang belum mampu mengembangkan diri dan tingkat kehidupannya masih menyedihkan.

Usia Aruna 8 tahun lebih tua dariku. Itulah sebabnya aku memanggil Mas padanya, karena dia berasal dari Jateng. Tapi dia pun memanggil Mas padaku, mungkin saking segannya padaku, karena levelku sudah di atas rata-rata kalau dibandingkan dengan kehidupan para pelukis di kotaku.

Lukisan-lukisan Aruna tergolong unik. Bentuknya aneh-aneh. Hampir semuanya abstrak. Dan… belum ada yang terjual satu pun…!

Aku yang belum pernah mengenyam pendidikan seni rupa hanya bengong saja kalau memperhatikan lukisan-lukisannya. Tanpa keberanian untuk mengritiknya. Biarlahdia tetap jalan menuangkan kreasinya di kanvas-kanvas itu. Siapa tahu pada suatu saat akan terjual semuanya.

Setibanya di rumah, aku langsung merebahkan diri di dalam kamar belakang. Dan terlena… sampai tertidur pulas.

Entah berapa lama aku tertidur sore itu.

Dan baru terjaga setelah merasakan sesuatu “menggelitik” kontolku. Ketika kubuka mataku, ternyata Bunda sedang menyelomoti kontolku…!

Saking pulasnya tidur tadi, aku sampai tak sadar kalau celana jeans dan celana dalamku sudah dipelorotkan dan dilepaskan oleh Bunda.

Dan kini Bunda begitu “rajin”nya menyelomoti moncong dan leher kontolku. Sementara tangannya giat mengurut-urut badan kontolku yang sudah berlumuran air liur Bunda.

Aku memejamkan mata lagi. Tetap menelentang dan bersikap seolah-olah belum menyadari apa yang sedang Bunda lakukan. Namun diam-diam kontolku mulai menegang… makin lama makin ngaceng.

Dan… tahu-tahu Bunda telah memasukkan kontolku ke dalam liang memeknya, sambil berlutut dengan kedua lutut berada di kanan kiriku.

Lalu Bunda beraksi. Menaik-turunkan pantatnya, sehingga memeknya seolah menelan kontolku lalu memuntahkannya kembali, menelannya lagi dan memuntahkannya lagi…

Mataku pun terbuka lagi. Menatap wajah Bunda yang sedang mengayun memeknya, naik turun sambil menjepit kontolku.

Padahal beberapa jam yang lalu aku baru menyetubuhi adik Bunda yang biasa kupanggil Tante Mala itu. Sekarang giliran Bunda yang beraksi, membuat kontolku dibesot-besot oleh liang kewanitaannya.

Gilakah aku ini? Tadi tanteku yang kusetubuhi. Sekarang ibuku sendiri yang tengah mengayun pantat dan membesot-besot kontolku.

Tapi bukankah tadi Tante Mala sendiri yang minta kusetubuhi. Dan sekarang Bunda melakukan semuanya ini atas kehendaknya sendiri. Bukan aku yang duluan menginginkannya, baik dengan Tante Mala mau pun dengan Bunda.

Masalahnya, aku baru berumur hampir 22 tahun. SIapa pun akan menganggapku masih muda. Tentu saja dengan darah muda pula. Mana mungkin darah mudaku menolak kalau ada memek bagus yang minta kuentot?

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu