2 November 2020
Penulis —  Kusumawardhani

Bunda dan Wanita-Wanitaku- true story

Maya berperawakan tinggi tegap. Bentuk tubuhnya perfect. Punya pinggang yang ramping, namun bokongnya semok, sepasang payudaranya pun lumayan gede, tapi tidak terlalu gede. Kulitnya putih mulus. Wajahnya semakin cantik waktu diperhatikan dari jarak dekat. Mata sayunya yang seolah mengajak tidur dan bibir tipisnya yang agak merekah…

Semuanya itu kulihat ketika ia ingin mencoba gaun-gaun barunya satu persatu. Setelah selesai mencoba gaun-gaun barunya, aku pun memeluknya dari belakang ketika ia cuma mengenakan inner dress tipis transparant dengan beha dan celana dalam putih di baliknya. “Bentuk fisikmu sudah pas dengan seleraku,” kataku sambil menciumi tengkuknya.

“Aku mau pakai baju dulu Mas,” sahutnya.

“Nggak usah, “tolakku, “Kan nanti juga akan kutelanjangi. Biar aja pakai inner dress gini malah tampak lebih seksi.”

“Iya deh, “Maya memutar badannya jadi berhadapan denganku. Dan memelukku dengan gaya manjanya.

Kukecup pipinya, lalu aku duduk di sofa. Dan Maya menurut saja waktu kuminta duduk di atas kedua pahaku. Ia duduk di atas kedua pahaku dengan posisi berhadapan denganku.

“Kamu anak bungsu ya?” tanyaku sambil memperhatikan wajahnya dari jarak yang sangat dekat. Memang perfect wajah Maya ini.

“Iya Mas… aku anak bungsu,” jawabnya, “makanya kalau terasa manja, mohon dimaklum yaaa…”

“Aku juga anak bungsu. Jadi kita saling manjakan aja ya.”

“Hihihii… iya, iyaaa…”

Lalu kupagut bibir tipis merekahnya, sambil mendekap pinggangnya yang kecil.

Maya memejamkan matanya. Dengan tubuh menghangat, karena aku mulai melumat bibirnya dengan mesra. Sementara kedua tanganku mulai asyik meremas bokong gedenya dengan hasrat birahi semakin menggoda.

Lalu aku berusaha melepaskan gaun dalamnya. Sehingga tinggal bra dan celana dalam yang masih melekat di tubuhnya.

Meski terasa nagak berat, kubopong tubuh Maya dan kuletakkan dengan hati-hati di atas tempat tidur bertilamkan kain seprai puyih bersih itu.

Dan Maya cuma menatapku dengan sorot pasrah.

Dan aku tak mau tergesa-gesa. Kulepaskan dulu kancing kain behanya. Lalu kuletaklkan beha itu di dekat bantal.

Dan aku terpana menyaksikan betapa indahnya sepasang payudara Maya itu. Ketika kusentuh, payudaranya masih sangat kencang. Mungkin karena sama sekali belum pernah disentuh oleh tangan cowok.

Ketika puting payudaranya mulai kumainkan dengan jari jemariku, Maya cuma menatapku dengan senyum manis di bibirnya. Namun setelah puting itu kukulum, diiringi dengan elusan-elusan ujung lidahku, Maya mulai terpejam. Dan mendekapku erat-erat. Suhu badannya pun terasa menghangat… terlebih lagi setelah tanganku menyelinap ke balik celana dalamnya…

Aku mulai tak sabaran… langsung melorot turun, wajahku pun mulai berhadapan dengan celana dalam Maya, yang sedang kuturunkan perlahan tapi pasti. Akhirnya celana dalam Maya meninggalkan kaki pemiliknya sehingga wajahku mulai berhadapan dengan sebentuk kemaluan perempuan yang tampak masih mengatup segar.

Aku pun membuka kuncup segar itu sampai bagian yang berwarna pink di dalamnya terbuka. Saat itulah aku memperhatikannya dengan seksama. Kukerahkan ingatanku tentang foto-foto memek perawan yang pernah kupelajari. Foto-foto yang menerangkan bagaimana bedanya memek perawan dan memek yang tidak perawan lagi.

Setelah yakin hymen “(selaput dara)” Maya masih sempurna, berarti dia masih perawan, ujung lidahku pun mulai menyapu-nyapu bagian yang berwarna pink dan sangat lembut itu.

Maya pun mulai menggeliat-geliat sambil memegangi kepalaku, sementara kedua belah pahanya merenggang spontan.

Aku pernah membaca, Love without lust is like an ocean without waves.. “(Cinta tanpa nafsu seperti lautan tanpa ombak).” Seolah lautan mati tanpa gaya dan dinamika.

Namun aku tidak seperti itu. Ombak asmara itu mulai bergulung-gulung, berkejar-kejaran menuju pantai… sementyara rintihan-rintihan perlahan Maya laksana bunyi burung camar yang sedang melayang-layang di atas permukaan laut… menjerit-jerit lirih dalam gairah yang tak terkendalikan lagi.

Aku sudah mengerti benar, bahwa akhirnya jilatanku harus ditujukan ke kelentitnya, sebagai salah satu G-spot di kemaluan perempuan.

Semakin menjadi-jadilah rintihan-rintihan lirih Maya dibuatnya. “Masssss… ooo… oooohhhh… Maaassss… oooooooh… oooooh… oooooh…!”

Kedua tangannya pun mulai meremas-remas rambutku. Sampai akhirnya aku pun memastikan bahwa kemaluan Maya sudah cukup basah… sudah waktunya untuk dieksekusi…!

Maka tanpa basa-basi lagi aku pun merayap ke atas perut Maya, sambil memegangi batang kemaluanku, yang moncongnya sudah kudesakkan ke mulut vagina Maya.

Lalu dengan sekuat tenaga kudorong kontolku… tidak berhasil… kontolku malah meleset ke bawah. Kuletakkan lagi moncongnya di mulut memek Maya… lalu kudorong lagi sekuatnya… meleset lagi…!

Dengan sabar kuletakkan lagi moncong kontolku di mulut vagina Maya. Lalu kudesakkan lagi sekuat-kuatnya… satu… dua… tigaaaaa!

Yaaaaaaa… berhasil…! Perlahan-lahan kontolku mulai melesak masuk ke dalam liang yang masih sangat sempit namun sudah basah ini… Maya pun memejamkan matanya. sementara kedua tangannya meremas kain seprai…

Kudorong lagi kontolku, sampai terasa masuk setengahnya.

Aku pun berusaha mengayunnya perlahan-lahan… mundur maju dengan hati-hati, karena takut terlepas, lalu akan sulit lagi memasukkannya.

Namun berkat ketekunanku, ayunan kontolku mulai agak jauh jaraknya.

Bahkan beberapa saat kemudian, aku bisa mengentotnya secara normal.

Maya memeluk leherku dengan mata terpejam, sambil merapatkan bibirnya ke bibirku. Aku pun melumat bibir tipis itu, sementara kontolku sudah lancar mengentot liang memeknya yang masih sangat-sangat sempit ini.

Begini ketatnya liang memek Maya menjepit kontolku yang sedang maju-mundur di dalamnya. Membuatku semakin yakin bahwa dia memang masih perawan sebelum kueksekusi tadi.

Namun aku masih berusaha untuk bertanya sambil melambatkan gerakan kontolku, “Sakit?”

Maya membuka matanya, “Nggak. Tadi memang agak sakit… tapi sekarang tidak lagi… mmm… kita sudah mulai bersetubuh ya Mas?”

“Iya Sayang,” sahutku sambil mengelus rambutnya.

“Aku… aku sudah menjadi milikmu Mas…”

“Iya… kita sedang saling memiliki saat ini…”

“Aku mohon… jangan sia-siakan cintaku ya Mas…”

Lalu tidak terdengar suara Maya lagi, karena akiu sudah mulai mengentotnya kembali, dengan kecepatan normal.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu