2 November 2020
Penulis —  Kusumawardhani

Bunda dan Wanita-Wanitaku- true story

Keesokan siangnya, 30 lukisan yang sudah kugulung dan kubungkus dengan plastik hitam yang tebal seperti bahan tenda, dimasukkan ke sebuah mobil box yang sudah dicarter oleh Gustav. Lalu mobil itu berangkat ke Jakarta.

Bunda kelihatan pucat. Tentu saja, karena tadi malam Bunda habis-habisan meladeni nafsu Gustav yang tampak begitu menggebu-gebu.

Entah berapa kali Bunda bersetubuh tadi malam. Aku tak mau menanyakannya. Karena merasa iba juga setelah melihat Bunda dicium mesra oleh Gustav, lalu keduanya melambaikan tangan.

Pasti ada perasaan sedih di dalam hati Bunda. Biarlah. Aku takkan mengganggunya dulu.

Tapi beberapa saat kemudian Ratih menghampiriku. “Antar aku ke rumah, bisa?” tanyanya dengan sikap manjanya.

“Mau ngapain? “aku balik bertanya.

“Mau ngambil pakaianku yang tempo hari sudah dicuci tapi belum disetrika,” sahutnya.

“Oke, “aku mengangguk.

Tak lama kemudian aku sudah berada di belakang setir sedan hitamku, bersama Ratih yanhg duduk di sebelahku.

Saat itu aku akan mengantarkan Ratih ke rumah peninggalan kakek yang sekarang ditempati oleh ibu tiri Bunda yang sudah terbiasa kupanggil Oma.

Aku harus menguingkap lagi asal-usul Ratih dan adik-adik Bunda yang lainnya. Bahwa setelah nenekku meninggal pada waktu aku masih bayi, setahun kemudian kakek menikah lagi dengan seorang gadis yang usianya lebih muda daripada Bunda. Maklum kakek itu ganteng, kaya pula.

Itu semua terjadi pada waktu aku masih bayi. Karena itu tadinya aku tidak tahu bahwa wanita yang biasa kupanggil Oma itu bukan ibu kandung Bunda. Karena ibu kandung Bunda sudah wafat, meninggalkan Bunda dan 5 orang adiknya. (Tante Maryam, Tante Rukmini, Tante Dini, Oom Taufan dan Tante Inay).

Lalu dari istri barunya, Kakek punya anak lagi, yaitu Ratih. Dan itu berarti adik-adik Bunda jadi 7 orang.

Begitulah asal-usulnya secara singkat.

Pada waktu masih kecil aku sering bermain ke rumah Kakek. Karena di belakang rumah Kakek banyak pohon buah-buahan yang boleh dipetik semauku. Tapi setelah remaja, aku mulai jarang main ke sana. Apalagi setelah dewasa, aku tak pernah lagi main ke rumah kuno tapi sangat kokoh dan berwibawa itu.

Setelah Kakek wafat, rumah antik itu hanya dihuni oleh Oma, Ratih dan seorang pembantu yang sudah tua. Dan setelah Ratih tinggal di rumahku, tentu saja tinggal Oma dan pembantunya saja yang menempati rumah sebesar itu.

Setibanya di rumah bergaya zaman kolonial Belanda itu, Ratih langsung berseru, “Mamaaa…”

Lalu seorang wanita cantik yang usianya memang lebih muda daripada Bunda itu muncul di ambang pintu depan. “Ratih?! Sama siapa?”

“Tuh… sama Boss…”

Oma memandangku lalu berseru tertahan, “Ini Odi?!”

“Iya Oma,” sahutku yang kulanjutkan dengan mencium tangan ibu tiri Bunda itu.

Oma memelukku sambil mengusap-usap rambutku, “Odi… Odi… setelah dewasa kamu jadi ganteng begini ya?”

“Dari kecil juga aku ganteng, Oma,” sahutku dengan nada bercanda.

“Ganteng apa? Waktu kecil kamu dekil, kayak anak gak terurus,” kata Oma sambil mencubit pipiku, “Tapi sekarang… ya Tuhan… kamu kok jadi ganteng gini sih?! Ayo masuk Odi… “Oma menuntunku masuk ke dalam rumah peninggalan Kakek itu.

“Sekarang Odi sudah kaya, Mam,” kata Ratih setelah kami duduk di sofa ruang tamu.

“Iya… syukurlah. Biar ada yang membangkitkan kembali ibumu setelah dibuat terpuruk oleh ayahmu, Odi.”

“Iya Oma,” sahutku.

Ratih berdiri dan berkata kepada ibunya, “Pakaianku yang tempo hari baru dicuci, sudah disetrikain sama si bibi Mam?”

“Udah,” sahut Oma, “lihat aja di dalam kamarmu sana.”

Ratih menangguk, lalu masuk ke dalam. Pada saat yang sama Oma bangkit dari sofannya, lalu menghampiri dan membisiki telingaku, “Nanti malam kalau bisa ke sini lagi ya. Ada rahasia yang ingin oma katakan. Tapi jangan ngomong sama Ratih.”

“Iya Oma, “aku mengangguk. Oma pun duduk di tempatnya semula.

Otakku berputar juga dibuatnya. Ada rahasia apa yang ingin Oma katakan nanti malam? Apakah sesuatu mengenai Ratih, sehingga aku tak boleh ngomong sama dia? Ah, entahlah. Yang jelas aku pasti akan datang lagi ke rumah ini nanti malam, untuk memenuhi permintaan ibu tiri Bunda itu.

Sepulangnya dari rumah Oma, aku gelisah sendiri. Tapi keresahanku tak kuperlihatkan kepada Ratih mau pun kepada Bunda.

Soalnya aku bertanya-tanya terus di dalam hati. Rahasia apa yang akan Oma katakan nanti malam? Kenapa Ratih tidak boleh tahu bahwa aku akan ke rumah Oma lagi nanti malam?

Apakah ada sesuatu yang negatif mengenai Ratih yang akan dikatakan oleh Oma nanti malam? Entahlah.

Daripada pusing dan resah, mendingan aku tidur sore saja.

Selepas magrib setelah mandi dan sedikit berdandan, aku pamitan kepada Bunda.

“Mau ke mana Sayang?” tanya Bunda.

“Mau ke rumah temen. Ada perlu,” sahutku berbohong. Sesuai dengan permintaan Oma, agar aku harus merahasiakan kunjunganku malam ini ke rumahnya.

Setelah mencium pipi Bunda, aku pun berangkat dengan sedan hitamku.

Sesuatu yang menakjubkan tampak jelas di mataku. Bahwa tidak seperti biasanya Oma mengenakan pakaian seksi… Beliau mengenakan gaun hitam dengan belahan miring di bagian depannya, sehingga sebagian besar paha putih mulusnya terpamerkan ke pandangan muda beliaku. Beliau juga sudah mengenakan make up yang membuatnya lebih cantik dari biasanya.

Semua itu membuatku terlongong kagum, “Duh… Oma kelihatan cantik sekali… mau pergi ke mana?” tanyaku setelah mencium tangannya.

Oma bahkan memelukku erat-erat, sehingga harum parfum mahal tersiar ke penciumanku. “Kan mau menyambut pangeran Odi yang ganteng ini,” sahutnya disusul dengan kecupan hangat di… bibirku!

Aku pernah mendengar penuturan Bunda tentang ibu tirinya yang berasal dari keluarga modern. Bahwa Oma ini masih duduk di kelas 2 SMA waktu menikah dengan Kakek. Masih remaja sekali. Entah apa latar belakangnya yang membuat gadis bernama Rosa itu mau menikah dengan lelaki setua Kakek. Apakah karena mengincar kekayaan Kakek yang terkenal sebagai tuan tanah di daerahnya?

Yang jelas Oma sendiri yang meminta agar cucu-cucu suaminya dilarang memanggil nenek padanya, lalu beliau sendiri yang menentukan bahwa aku dan saudara-saudara sepupuku harus memanggil Oma padanya.

Dan kini, aku mendengar penuturan Oma, setelah aku diajak duduk di sampingnya di atas sofa antik yang berlapiskan kain beludru merah hati ini.

“Sebenarnya oma kaget waktu melihatmu setelah dewasa tadi. Terus terang, kamu mengingatkan oma pada masa remaja dahulu. Karena setelah dewasa kamu jadi sangat mirip dengan pacar oma yang telah menghilang begitu saja…” kata Oma sambil memegang tanganku dengan hangatnya.

Lalu Oma bercerita lebih jauh. Bahwa waktu baru kelas 1 SMA Oma Rosa berpacaran dengan seorang mahasiswa bernama Ricardo. Hubungan mereka terlalu dekat, Oma pun terlena di dalam belaian cinta yang membuatnya lupa segalanya. Sampai akhirnya Oma membiarkan pacarnya yang mirip denganku itu merenggut keperawanannya…

Tadinya Oma sudah yakin bahwa Ricardo itu akan menikahinya setelah Oma lulus SMA. Tapi apa yang terjadi? Setelah berkali-kali menggauli Oma, cowok bernama Ricardo itu menghilang begitu saja.

Oma sudah mengecek ke tempat kos Ricardo. Tapi ibu kos hanya geleng-geleng kepala. Tidak tahu Ricardo itu pindah ke mana. Sedangkan Oma tidak tahu siapa saja teman kuliah Ricardo. Bahkan kuliah Ricardo di fakultas dan universitas mana, Oma tidak tahu.

Oma Rosa lalu curhat kepada ibunya.

Dua bulan kemudian, ibunya menerima lamaran Kakek. Untuk menyelamatkan Oma, agar tidak terjerumus ke pergaulan yang lebih menyesatkan lagi. Dan ketika Oma berusia 16 tahun, lahirlah Ratih. Berarti sekarang usia Oma baru 36 tahun… Memang belum pantas disebut Oma. Karena aku tahu di zaman sekarang masoih banyak gadis yang usianya 36 tahun dan belum menikah.

Aku tidak berani bertanya, apakah Ratih itu anak Kakek atau anak Ricardo. Karena aku takut mendengar jawaban Oma yang tidak kuharapkan.

“Begitulah kisahnya,” kata Oma di ujung penuturannya, “Dan tadi… begitu melihat kamu yang sudah sangat berubah ini… gairah hidup oma seolah bangkit kembali. Karena kamu sangat mirip dengan mantan pacar oma yang sudah menghilang tanpa pesan apa pun itu.”

“Lalu… apa yang harus kulakukan untuk Oma?” tanyaku sambil memberanikan diri meremas tangan halus dan hangat ibu tiri Bunda ini.

“Kamu sudah dewasa kan? Kalau tak salah kamu setahun lebih tua dari Ratih. Jadi tentu kamu tahu apa yang harus kamu lakukan. Mmmm… kita lanjutkan ngobrolnya di kamar oma aja yok,” kata Oma sambil berdiri dan memegang tanganku.

Sebenarnya aku masih shock dengan kenyataan yang tidak terduga sebelumnya ini. Tapi kuikuti saja langkah Oma, masuk ke dalam kamarnya yang harum aroma therapy.

Setelah kami berada di dalam kamar, Oma menutup dan mengunci pintu kamarnya.

Di dalam kamar Oma Rosa ini ada satu set sofa yang sama seperti di ruang tamu, berlapiskan beludru merah hati juga. Aku pun duduk di salah satu sofa.

Tapi Oma tidak duduk. Oma bahkan menanggalkan gaun hitamnya di depan mataku. Dilemparkannya gaun hitam itu ke atas tempat tidur. Dalam keadaan tinggal berbeha dan bercelana dalam, Oma bertolak pinggang di depanku sambil bertanya, “Odi… oma ini masih mnenarik nggak sih?“

Aku yang sedang terpukau menyaksikan Oma dalam keadaan nyaris telanjang itu, spontan menyahut, “Sangat menarik… sangat menggiurkan Oma.”

Oma tersenyum manis. Lalu duduk di atas kedua pahaku, sambil melingkarkan lengannya ke leherku. Dan merapatkan pipinya ke pipiku sambil berkata perlahan, “Kalau oma ini terasa menggiurkan bagimu… lakukanlah apa yang Odi inginkan.”

Ucapan itu dilanjutkan dengan menarik tanganku, lalu menyelinapkannya ke balik celana dalamnya…!

Wow! Aku seolah tengah bermimpi, karena aku tak pernah membayangkan semua ini akan terjadi. Bahwa telapak tangankiu sengaja ditempelkan ke permukaan kemaluan Oma yang gundul seperti memek Ratih…!

“Oma… kalau aku… aku nafsu nanti… gimana?”

“Justru oma ingin kamu bergairah untuk menghangati tubuh oma malam ini,” sahut Oma Rosa yang dilanjutkan dengan mencium bibirku…!

Aku kelabakan sesaat, karena tidak menyangka akan mendapat “serangan” ini. Tapi dalam tempo singkat aku bisa menguasai diriku. Karena aku sudah tahu apa yang Oma inginkan.

Maka aku pun tidak lagi menganggap Oma Rosa sebagai ibu tiri Bunda, melainkan menganggapnya sebagai wanita tercantik dan terseksi di antara wanita-wanita yang pernah kumiliki…!

Ya… aku tak mau munafik. Oma sangat cantik dan menggiurkan di mataku. Oma berwajah cantik. Tubuhnya yang putih mulus itu benar-benar sangat menggiurkan, terutama karena Oma memiliki bokong yang sangat semok.

Maka diam-diam tanganku yang berada di balik celana dalam Oma ini mulai kugerakkan. Mengelusnya sambil mencari-cari celahnya. Dan ketika aku sudah menemukan celahnya itu, ujung jari tengahku mengelusnya, menyelinap sedikit, menggerak-gerakkannya di dalam celah hangatnya yang sedikit demi sedikit mulai membasah.

Sementara itu ciuman Oma sudah berubah menjadi lumatan. Aku pun berusaha membalasnya dengan lumatan lagi pada saat aku semakin berani menggerayangi kemaluan Oma ini.

Oma pun tak sekadar melumat bibirku. Tangannya berusaha menarik ritsleting celana corduroy biru tuaku. Lalu kubiarkan tangannya menyelinap ke dalam, ke balik celana dalamku.

“Hmm… kontolmu sudah keras begini Odi…” ucap Oma di dekat telingaku.

“Iya Oma… bolehkah aku melanjutkannya?” tanyaku.

“Tentu saja boleh. Ayo kita lanutkan di sana,” kata Oma sambil menunjuk ke tempat tidurnya yang berseprai putih bersih.

Aku menurut saja, mengikuti langkah Oma ke dekat tempat tidur. Kubiarkan juga Oma menurunkan celana corduroy dan celana dalamku, sehingga kontolku yang sudah ngaceng berat ini tak tertutup apa-apa lagi.

Sementara Oma pun sudah melepaskan beha dan celana dalamnya. Lalu, dalam keadaan telanjang yang begitu menggiurkan, Oma menelentang di atas kasur bertilamkan seprai putih bersih itu.

Aku pun ingin mengimbanginya dengan menanggalkan t-shirt biru mudaku.

Lalu merayap ke atas perut Oma, menciumi bibir Oma yang sensual itu, sambil memegang payudara kirinya yang terasa belum kendor… mungkin karena ada perawatan khusus sehingga payudara Oma ini nyaris tidak berbeda dengan payudara anaknya. bahkan kalau dibandingkan dengan payudara Bunda, sepertinya payudara Oma yang menang.

Tapi sasaran yang kugilai adalah memek Oma itu. Memeknya benar-benar bersih dari jembut, membuatku tak kuat menahan keinginan untuk menjilatinya.

Maka begitu ada kesempatan, aku melorot turun. Untuk menjilati pusar perutnya sejenak, lalu turun lagi dan langsung berhadapan dengan memek Oma Rosa yang tembem dan putih bersih itu.

Mulutku pun langsung menyergap memek nenek tiriku yang lebih muda daripada Bunda itu.

Oma Rosa tersentak seperti kaget. mungkin karena tak menyangka kalau mulutku akan menerkam memeknya. Tapi lama-lama beliau terdiam. Bahkan ketika aku mulai lahap menjilati memeknya yang sudah kungangakan, terdengar suaranya perlahan, “Odiii… oooooh… ini untuk pertama kalinya memek oma merasakan dijilati seperti ini…

Dan ketika jilatanku terfokus ke clitorisnya, Oma Rosa semakin menggeliat-geliat dan berdesis-desis, “Dududuuuh… ini lebih enak lagi Odiiii… dudududuhhhh… iyaaaa… jilatin terus itilnya Ooood… dudududuuuuh… ternyata kamu sudah pandai membuat oma keenakan gini yaaaaa… iyaaaaaaa… jilatin terus itilnya…

Oma menggeliat-geliat dan merintih-rintih histeris terus… namun rintihannya perlahan sekali, sehingga aku yakin takkan terdengar ke luar. Padahal terdengar ke luar pun tidak apa-apa, karena rumah besar itu hanya dihuni oleh Oma dan pembantunya.

Tapi tak lama kemudian Oma Rosa memegang telingaku sambil berkata, “Udah… masukin aja kontolmu… jangan nunggu memek oma becek…”

Aku senang mendengar “undangan” itu. Karena aku pun sudah tak sabar, ingin segera tahu seperti apa rasanya memek Oma Rosa ini.

Dengan gairah yang sudah berkobar, aku merayap ke atas perut dan sepasang toket Oma Rosa. Ibu tiri Bunda pun memegang kontolku, yang lalu diarahkan ke ambang mulut memeknya.

Setelah terasa sudah tepat arahnya, aku pun mendorong kontolku sekuat tenaga. Dan… memesak masuk sedikit demi sedikit ke dalam liang kemaluan Oma.

“Sudah masuk… duuh… kontolmju gede amat, Odi… sampai seret sekali masuknya nih…”

Aku cuma tersenyum. Lalu mulai menggerak-gerakkan kontolku perlahan… mundur… maju… mundur lagi… maju lagi… dan akhirnya aku benar-benar mengentot liang memek Oma yang ternyata terasa sangat enak ini.

Dan aku masih sempat membisiki telinga Oma, “Memek Oma duuh… luar biasa enaknya, Oma…”

“Masa?! “Oma tampak bangga. Lalu memeluk leherku dan mencium bibirku dengan mesra sekali. “Kontolmu juga enak sekali Sayang…”

Mungkin inilah pertama kalinya Oma memanggil sayang padaku.

Padahal waktu aku masih kecil, Oma itu terasa jutek sekali. Mungkin benar yang beliau katakan tadi. Bahwa waktu masih kecil aku ini dekil. Karena aku kurang terurus oleh Ayah yang kerjanya main perempuan mulu. Karena itu aku sudah berjanji di dalam hati, bahwa seandainya aku punya anak kelak, aku harus menyisihkan uang untuk masa depannya.

Tapi mungkin perjalanan hidupku harus seperti ini. Bahwa setelah merasa tak mungkin bisa melanjutkan pendidikanku ke perguruan tinggi, aku pun mulai menekuni seni lukis dengan serius. Karena aku dianugerahi bakat dalam hal itu. Dan ternyata pilihan ini membuatku sukses. Kalau aku melanjutkan pendidikanku ke perguruan tinggi, dengan merengek dan minta belas kasihan Ayah, mungkin aku takkan sesukses ini.

Dan kini, wanita yang dahulu kuanggap jutek, malah bisa kunikmati memeknya yang teramat sangat enak ini.

Rengekan dan rintihan histeris Oma pun makin lama makin tak terkendali.

“Ooooh… oma sudah terlalu lama tidak merasakan dientot lelaki… tapi sekarang… sekalinya merasakan kembali, dapet kontol yang sangat enak… ooooh… Odiiii… ooooh… kamu… seolah dikirim dari langit… untuk membuat oma puas… iyaaaaa… entot terus Sayaaaang… iyaaaaa… iyaaaaa…

Terlebih lagi setelah mulutku “ikut campur” dalam persetubuhan ini.

Tak puas dengan cuma menciumi bibibr Oma yang sangat sensual itu. Aku pun mulai menjilati lehernya yang sudah mulai keringatan, disertai dengan gigitan-gigitan kecil.

Lalu jilatan dan gigitanku pindah ke ketiaknya yang bersih dan harum, semakin menjadi-jadilah rengekan dan rintihan Oma Rosa itu.

“Odiii… ini luar biasa enaknya, Sayaaang… gak nyangka oma bakal merasakan dientot yang begini enaknya… iyaaa… iyaaaaaaaa… entot terus Sayaaaang… dududuuuuuh… entotanmu ini benar-benar paling enak di seumur hidup oma… iyaaaaaaaahhhh… entott terus… entot terusss… entot… entoooottttt…

Tapi aku menangkap gejala-gejala bahwa Oma sudah mau orgasme. Karena tiba-tiba tubuhnya berkelojotan, lalu menggeliat… lalu mengejang tegang, dengan perut sedikit terangkat ke atas. Pada saat itulah aku berusaha agar ngecrot secepatnya. Supaya bisa mencapai puncak kenikmatan berbarengan.

Akhirnya aku membenamkan kontolku sedalam-dalamnya, sambil mencengkram sepasang toket Oma yang masih kenyal padat ini.

Dan terasa sekali liang memek Oma berkedut-kedut… tepat pada saat moncong kontolku sedang menembak-nembakkan air mani dalam liang memek Oma.

Zroooottttttt… zroooottt… zrooooottttttt… zroooottttttt… zrotttt… zrooooooootttttt!

Aku mengelojot di atas perut Oma, lalu terkapar dalam puasnya melampiaskan nafsu birahi.

Kata orang, kalau mau menilai kecantikan seorang wanita, nilailah setelah wanita itu disetubuhi. Jangan sebelum disetubuhi. Karena sebelum bersetubuh, pandangan lelaki bisa keliru, akibat sedang dikuasai nafsu. Yang jelek pun bisa kelihatan cantik.

Tapi waktu wanita itu sudah disetubuhi, penilaian si lelaki akan senormal-normalnya penilaian. Karena menilainya dalam keadaan sudah normal, tidak dikuasai nafsu lagi. Dan kini, setelah aku ngecrot di dalam liang memek Oma, diam-diam kuperhatikan dan kunilai sosok wanita yang ibu tiri Bunda itu. Memang luar biasa cantiknya Oma Rosa itu.

Tapi ternyata Oma Rosa pun sama. Beliau menilai diriku sangat istimewa, seperti yang diucapkannya pada waktu mengusap-usap dadaku yang masih telanjang ini: “Terima kasih Odi Sayang… gairah oma yang terkubur selama duapuluh tahun lebih, sekarang bangkit lagi… karena omna seolah menemukan kembali sesuatu yang hilang selama ini…

Tak cuma itu. Oma Rosa lalu merunduk dan memegang kontolku yang masih lemas ini. Lalu dikulumnya zakarku dengan wajah ceria. Tangannya pun ikut mengurut-urut badan kontolku, sementara lidahnya berputar-putar di moncong kontolku.

Lagi-lagi aku menemukan sesuatu yang baru. Bahwa selomotan dan urutan Oma Rosa begitu cepatnya membuat kontolku ngaceng lagi…!

Lalu Oma Rosa berlutut dengan kedua lutut berada di kanan-kiri pinggulku. Sementara tyangannya memegang kontol ngacengku. Dan ketika pinggulnya diturunkan… blesssss… kontolku membenam lagi ke dalam liang memeknya yang aduhai itu.

Lalu wanita cantik yang usianya 15 tahun lebih tua dariku itu mulai beraksi. Memeknya naik turun, sehingga kontolku keluar masuk di dalam liang memek Oma Rosa.

Aku hanya menanggapinya dengan memegangi kedua lutut dan pahanya yang putih mulus ini.

Senandung birahi pun mulai berdendang lagi di dalam batinku. Tentang besotan-besotan surgawi yang membuatku terpejam-pejam dalam keindahan dan kenikmatan. Yang membuatku lupa segalanya.

Aku cuma mengakui sejujurnya, bahwa inilah kemaluan perempuan yang paling aduhai di sepamnjang pemngalamanku dengan perempuan-perempuan yang pernah kugauli.

Oma Roosa begitu bersemangat mengayun memeknya, membuat kontolku terkadang tertelan oleh liang senggamanya, terkadang juga “dimuntahkan” kembali dari cengkraman liang memeknya yang sangat hangat dan licin ini.

Setelah dengan Bunda, mungkin imnilah pengalamanku yang paling fantastis.

Cukup lama Oma Rosa beraksi di atas tubuhku. Sampai akhirnya ia memekik lirih… lalu ambruk di atas perutku. Dan terdengar suaranya bergetar, “Oma sudah lepas lagi Sayang…”

Kemudian kami sama-sama menggulingkan badan, sehingga aku jadi di atas, sementara Oma Rosa menelentang kembali di bawahku.

Dan laksana seorang panglima perang, batinku sudah mendengar genderang birahi ditabuh kembali. Dengan garang aku mengentotnya lagi. Kali ini aku ingin mengentot Oma Rosa habis-habisan. Sehingga kontolku dengan cepat memompa liang memek wanita cantik itu. Dan meski sudah orgasme yang kedua kalinya, Oma Rosa berkata terengah-engah, “Ayo…

Dan kontolku maju mundur terus di dalam jepitan liang memek Oma Rosa yang hangat dan legit ini…!

Mulutku pun tiada hentinya beraksi. Menjilati dan mkengigit-gigit leher Oma, menjilati dan menyedot-nyedot ketiak Oma… terkadang juga menyelomoti pentil toketnya yang terasa mengeras ini… membuat sepasang mata nindah itu merem melek dan merem melek terus.

Keringatku pun mulai bercucuran dan berjatuhan di dada dan wajah Oma, berjatuhan di kain seprai putih bersih itu dan sebagaian bercampur aduk dengan keringat Oma. Tapi kami tidak mempedulikannya. Bahkan ketika keringat mulai membanjiri ketiak Oma yang bersih dan harum parfum itu, aku pun menjilati ketiak itu tanpa keengganan sediit pun.

Persetubuhan yang kedua ini memang lama sekali. Pasti lebih dari sejam aku main enjot-enjotan di atas perut Oma Rosa.

Sampai akhirnya kami tiba di puncak kenikmatan secara berbarengan lagi. Pada saat inilah aku dan Oma seolah sama-sama kesurupan. Saling cengkram, saling remas dengan sekuat tenaga… seolah ingin saling meremukkan di ujung nikmat yang sulit dilukiskan dengan kata-kata ini.

Air maniku pun berlompatan lagi di dalam jepitan liang memek Oma Rosa yang aduhai… crotttttt… crooootttttt… crooooottt… crooootttt… croooot… lalu kami sama-sama terkapar di pantai kepuasan…

O, betapa indahnya segala yang telah terjadi ini…!

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu