1 November 2020
Penulis —  qsanta

Mamanya Eri

Aku bangun lantas melihat jam. Hari sabtu. Aku ingat, kalau sabtu Pak Bambang selalu keluar bersama teman - temannhya. Berarti hanya aku berdua sama Bu Bambang. Langsung aku bangkit dan keluar kamar.

Kulihat Bu Bambang memakai pakaian yang belum pernah kulihat. Kaos ketat dengan rok mini.

“Gimana, kamu suka gak?” katanya saat melihatku menatapnya.

“Iya mah, suka.”

“Jangan mulai Li.”

“Iya deh. Tapi, pake apa pun pasti terlihat cantik kok.”

“Kok malah ngegombal.”

“Mau dibikini nasi goreng?”

“Gak ah, roti aja.”

“Yakin nih? Gak lama kok?”

Bu Bambang ingin menyenangkanku, kok aku malah nolak sih?

“Iya deh, nasi goreng.”

“Ibu juga lapar nih.”

Lantas Bu Bambang mulai memasak. Kulihat kakinya yang sungguh seksi, padat berisi.

“Siap ntar nonton?”

“Iya.”

“Bakal banyak penonton lain lho. Tapi tenang aja, kan ada Ibu dan Bapak.”

Rupanya Bu Bambang menyadari tatapanku di pantatnya.

“Ntar, tunggu abis nonton.”

“Meski Ali sebut mama?”

“Iya,” jawabnya sambil menghela nafas.

“Oke deh mah. Udah mateng belum?”

“Bentar lagi. Ibu gak keberatan dipanggil mama, asal saat gak ada bapak.”

“Siap.”

Aku mendekat hingga berada di belakangnya.

“Mateng?”

“Iya, masih panas nih.”

Kupegang pantatnya.

“Gak apa - apa, lagian belum laper bener kok.”

Bu Bambang menghindar berbalik mengambil piring, tapi aku ikuti. Kami makan sambil ngobrol. Sengaja beberapa kali aku memanggilnya mama. Saat Bu Bambang menuju wastafel untuk menaruh piringnya, kuikuti dari belakang. Lantas kutekan tubuhku.

“Sabar dong, Bapak bentar lagi pulang.”

“Tahu,” bisikku ke telinganya. Tanganku kini mengelus perutnya. “Tapi kayaknya gak mungkin nonton kalau kayak gini.”

“Kayak gimana?”

Kugesekan gundukan di celanaku ke pantatnya, “kayak gini. Kayaknya Bapak bakalan marah kalau melihat benjolan di celanaku. Mama mesti bantu ngatasi.”

“Gimana? Waktunya mepet.”

“Ya, seperti. Yang Ali lakuin ke mama sebelum beli tiket.”

Bu Bambang diam, lantas berbalik. Kubiarkan saja.

“Kamu mau, mama pake mulut mama?”

“Iya,” kataku sambil melorotkan celanaku.

“Tapi, mama gak bisa…”

“Tolong dong mah.”

Kutaruh tangan di bahunya lantas kutekan agar Bu Bambang menunduk. Aku mundur selangkah hingga Bu Bambang kini berlutut di hadapanku. Tanganku kini membimbing kepalanya agar lebih mendekat lagi.

Bibirnya menyentuh kontolku. Lidahnya menyentuh kontolku.

“Oh… mah…”

Bu Bambang mulai memasukan kontol ke mulutnya. Lantas menarik kepalanya, lantas menekan kepalanya. Lambat awalnya namun temponya makin naik. Saat kepalanya bergenti bergerak, kurasakan sapuan lidahnya di kontolku. Elusan tangannya di testisku.

Kucoba menekan rambut Bu Bambang karena ingin melihat wajahnya. Bu Bambang lantas menatapku dan tersenyum.

Kepalanya kembali bergerak mencoba menunaikan tugas.

Suara mobil Bapak terdengar.

Gerakan kepala Bu Bambang makin cepat.

“Ayo mah.”

Suara kocokan kontol di mulut Bu Bambang terdengar erotis. Apalagi ditambah keberadaan Pak Bambang di luar rumah. Tanganku pun ikut beraksi di rambut Bu Bambang untuk mengatur ritme.

Hingga akhirnya aku tak tahan. Kusemburkan pejuku di dalam mulutnya.

Kudengar suara pagar dibuka. Kutahan kepala Bu Bambang saat kontolku menyemburkan peju beberapa kali. Setelah selesai, kucabut dan kupakai kembali celanaku. Lantas ku melangkah ke kamarku.

***

Stadion penuh sesak. Tim kami menang. Kami pun pulang dengan hati senang. Mungkin karena capek, Pak Bambang langsung ke kamarnya. Tidur.

“Makasih Li udah buat Bapak begitu senang.”

“Sama - sama mah.”

“Kamu lapar gak?”

“Enggak mah.”

Tatapan Bu Bambang seolah berkata ‘mau tubuhku?’, meski tanpa bicara langsung aku peluk dari belakang.

Kulepas pelukanku dan kulepas juga celanaku.

Kumasukan tangan ke dalam rok Bu Bambang lantas melepas cdnya.

Kuarahkan kontolku mencari memeknya hingga masuk.

Kumasukan tangan ke dalam kaosnya dan meremas susunya.

Tak kuat berdiri, akhirnya Bu Bambang nungging sambil tangannya berada di kursi.

“Dasar anak nakal. Ngentot mama saat papamu tidur.”

Kata - katanya malah makin membuatku terangsang. Kini kupegang bahunya. Goyanganku makin cepat hingga akhirnya keluar.

Setelah kontolnku berhenti menyemburkan peju, kami berdua duduk di sofa. Kupegang dagunya dan kucoba menciumnya. Dia menghindar.

“Udah, sana. Sebentar amat sih.”

“Maaf mah. Nanti pasti lama kok.”

“Iya, nanti. Bukan malam ini.”

“Tapi Bapak kan udah tidur?”

“Iya, bentar lagi ibu juga nyusul.”

“Ayo dong mah.”

“Gak usah merajuk. Gak mempan tahu.”

Bu Bambang tertawa lantas melangkah ke kamarnya.

***

Saat berbaring di ranjang, aku masih memikirkan kata - kata bu Bambang, ‘Ibu tahu kenapa kamu panggil ibu mama.’ Aku benar - benar mesti cari tahu apa maksud Bu Bambang.

Aku pun tidur.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu