1 November 2020
Penulis —  qsanta

Mamanya Eri

Esoknya aku tak berkunjung ke emaknya Bilal. Entah kenapa, aku merasa emaknya Bilal takkan antusias lagi meminta pertolonganku. Apalagi sekarang aku tahu emaknya Bilal lebih memilih cara langsung dalam mengobati kenakalan anaknya, dibanding melalui perantaraanku. Di samping itu, aku tak lagi mempedulikan emaknya Bilal.

Aku mencoba mendekati mama selama beberapa hari, namun sikap dan tingkah lakunya menahanku. Aku tak ingin mengambil resiko. Apalagi aku belum mengetahui soal manajemen resiko. Malamnya, sebelum makan malam, mama mengambil hasil foto pemotretan Bu Susan. Setelah melihat - lihat, mama melemparkannya ke meja.

Kulihat, tak semua foto merupakan hasil terbaik. Kebanyakan merupakan foto full body, dari pelbagai sudut. Beberapa foto bahkan memperlihatkan rok Bu Susan yang terangkat.

“Sepertinya Ayah melewatkan momen - momen terbaik.”

“Maksud mama apaan?”

“Bu Susan kan fotogenik. Tapi nyatanya tak terlihat sama sekali dari hasil pemotretan kemarin. Kayaknya ayah mesti undang dia lagi.”

“Benarkah? Ayah rasa hasil kemarin sudah sesuai dengan rentang usia sang foto model.”

“Bisa jadi. Tapi kalau ditambahi sedikit adegan yang lebih berani, pasti lebih bagus.”

“Begitukah?”

“Iya. Apalagi kalau pake bikini.”

“Ayah gak mungkin menyarankan itu. Apalagi ayah gak terlalu mengenal keluarganya.”

“Mama juga gak kenal. Tapi dia terlihat setuju tadi.”

“Tadi?”

“Iya, tadi dia ke sini. Menyampaikan rasa terimakasihnya. Mama kasih dia kesempatan dan saran untuk lebih berani lagi. Mama bilang ayah gakkan keberatan memotret dia lagi.”

“Tentu gak apa - apa. Dia kan tetangga. Tetangga masa gitu.”

“Iya. Dia kira - kira datang sebentar lagi. Katanya setelah menidurkan Riki. Mama suruh dia bawa bikini, bahkan kalau ada lingerie sekalian.”

Ayah lantas menghabiskan makanan dengan cepat. Setelah itu menghilang ke ruang kerjanya. Mama terlihat senang dengan dirinya sendiri. Aku jadi bingung dibuatnya. Aku penasaran kenapa mama malah mengundang lagi tetangga untuk difoto, memakai bikini lagi.

Aku akan membantu mama beres - beres, namun mama malah melarangku.

“Ntar aja temenin mama kalau ayah lagi motret tetangga kita.”

“Apa gak sekalian sambil nonton tv aja?”

“Boleh juga tuh.”

Aku beranjak ke kamar. Aku bermain boneka. Aku mendengar tetangga datang. Aku mendengar mama memanggil. Aku keluar melihat mama duduk di sofa sambil menonton tv.

“Bu Susan udah datang mah?”

“Iya. Mereka kayaknya lagi sibuk tuh.”

Aku duduk di kursi. Mama langsung berbaring, kepalanya bersandar ke lengan sofa.

“Bu Susan jadi bawa bikini?”

“Ssshhh…”

Aku diam. Mama meraih tanganku hingga menyentuh pinggulnya. Aku diam beberapa saat, lantas mulai mengelus pinggul mama. Iklan datang, namun wajah mama fokus ke tv. Tanganku masuk ke roknya.

Aku diam.

Mama diam.

Kuberanikan diri demi nafsuku. Tanganku kini berada di atas gundukan memeknya. Jemariku ada di atas memeknya.

“Nak?”

“Iya mah?”

“Kamu nakal gak hari ini?”

Aku baru akan menjawab saat mama kembali bicara.

“Maksud mama, diluar rumah.”

“Enggak mah.”

“Menurutmu, ayah nakal gak di ruang kerjanya?”

“Enggak. Mungkin ayah ingin nakal, tapi Jupri ragu tuh.”

“Meski Bu Susan pake bikini?”

“Iya. Meski begitu.”

“Mama rasa kamu benar. Kamu memang selalu mirip mama.”

“Maksud mama, karena Jupri nakal?”

“Iya.”

Kupikirkan kata - kata mama. Lantas jemariku mulai bergerak menekan - tekan diantara memek mama.

“Nak?”

“Iya mah?”

“Mama tadi beli bikini baru.”

“Benarkah?”

“Iya. Kalau kamu besok gak nakal, mama akan tunjukin sebelum ayah pulang. Mungkin juga bisa kamu photo.”

“Oke mah.”

“Mama rasa mama masih terlihat cantik kalau memakai bikini.”

“Mah.”

“Iya?”

“Ssshhh… Liat tv aja!”

Mama meraih bantal sofa dan kini membaringkan kepala ke bantal itu. Jemariku bergerak makin aktif. Tangan kanan kuselipkan di bawah tubuh mama hingga menjangkau susunya. Mama ternyata tak memakai bh. Tangan kiriku memasuki celah cdnya. Pinggulku menekan pantat mama.

Tangan kiriku lepas dari cd mama. Menarik roknya hingga ke pinggang, menarik cdnya hingga melorot. Kini kumasukan jari tengah dan telunjuk ke memek mama. Mama menggeliat, namun tanganku tetap berusaha masuk. Memek mama lembab dan makin membasah.

“Uuunngghhh…”

“Ayah di dalam berdua saja dengan wanita murahan berbikini,” bisikku sambil tetap mengocok jemari di dalam memek mama.

“Uuunngghhh…”

“Tapi ayah gak berani ngapa - ngapain.”

Kukocok jemari di memek mama.

“Kalau Jupri yang di dalam, udah Jupri ngapa - ngapain, meski istri Jupri lagi ada di luar ruangan.”

“Itu karena unnhhh… kamu nakal,” erang mama.

“Betul. Sama kayak istrinya.”

“Kamu mau ngapa - ngapain dia?”

“Apa?”

“Bu Susan. Mama bilang kalau dia akan terlihat lebih cantik jika berpose dengan lelaki muda.”

“Maksud mama Jupri?”

“Iya.”

“Dasar mama nakal. Kenapa mama mau lihat Jupri ngapa - ngapin Bu Susan? Sedikit balasan untuk mata keranjang suami mama ya?”

“Mama hanya ingin menghadiahi kamu.”

“Oh.”

Kutarik tangan dari memek mama. Mama terlihat kecewa. Kuterngkurapkan mama. Lantas tanganku menerobos diantara pahanya. Kini kumasukan tiga jari ke memek mama.

“Jupri gak ingin tetangga binal itu. Jupri ingin mama.”

“Unnnggghhhh. Tapi dia cantik lho.”

“Mama juga.”

“Unnnggghhh… kamu bisa ngapa - ngapain dia.”

“Jupri bisa ngapa - ngapain mama.”

“Gak. Kamu gak bisa.”

“Mama gak ngizinin?”

“Gak semuanya.”

“Terus segimana?”

“Ugghhh… hanya kayak gini.”

“Jupri ingin lebih.”

“Enggak. Mama udah terlalu jauh. Ooohhhh… enak…”

“Ayah gak memperlakukan mama kayak gini, iya kan?”

“engghhhaa…”

“Jupri tahu cara membahagiakan mama.”

“Iya… unnggghhh… mama tahu. Tapi kita gak boleh begini. Biar mama dapetin Bu Susan buat kamu. Mama tau dia wanita murahan.”

“Terserah mama.”

Kuteruskan kinerja jemariku hingga beberapa menit. Perlahan, aku beranjak, dengan tangan masih di memeknya, hingga pinggulku berada dekat kepalanya. Dengan tangan kiri, kupelorotkan celana pendekku hingga kontolku yang terbungkus kondom terbebaskan. Aku tak mau seperti kemarin, keluar di dalam celana.

“Dia mungkin udah pake bikini sekarang dan ayah sibuk memelototinya. Mama pasti akan merasa liar kalau masukin punya Jupri ke mulut mama sementara ayah di ruangnya merasa beruntung.”

Mama menggelengkan kepala, namun tatapannya tetap tertuju pada kontolku. Kudorong kepala mama hingga kontolku menyentuh bibirnya. Mulut mama membuka membuat ujung kontolku masuk. Kumasukan keempat jariku ke memek mama membuat mama makin melebarkan mulut dan aku makin menusukan kontol ke mulut mama. Kuputar tangan berusaha mengelastiskan memek mama.

Aku mulai memompa kontol di mulut mama.

Aku mulai memompa tangan di memek mama.

Aku merasa takjub melihat pantat mama mengangkat seolah ingin agar tanganku lebih dalam lagi masuk.

Pompaan kontolku makin cepat.

Kocokan tanganku makin cepat.

Beberapa saat kemudian mama mengejangkan pantatnya, tubuhnya ikut kejang, hingga akhirnya berhenti bergetar. Aku pun ikut kejang menyemprotkan peju di dalam kondom.

***

Sepuluh menit kemudian ayah dan Bu Susan keluar dari ruang kerja ayah. Aku dan mama sedang nonton film. Bu Susan pamit pada kami.

“Makasih Bu udah ngijinkan saya difoto lagi.”

“Iya, gak apa - apa kok. Lagian suami saya juga lagi gak sibuk.”

Setelah Bu Susan pergi, ayah dan mama masuk ke ruang kerja ayah. Mungkin untuk melihat hasil fotonya. Beberapa saat kemudian, mama keluar dari ruang kerja ayah dan menghampiriku.

“Mama tidur dulu. Sebaiknya kamu besok gak nakal.”

“Iya mah.”

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu