1 November 2020
Penulis —  qsanta

Mamanya Eri

Aku masih terngiang - ngiang akan kejadian barusan. Apa pun yang emaknya Bilal mau, bakalan aku lakukan. Mungkin dia juga benci anaknya seperti Bilal benci emaknya. Bahkan andai dia suruh membunuh anaknya pun, akan aku lakukan. Demi hadiah yang akan kuterima.

Suara mama membuyarkan lamunanku. Aku melihat dari jendela, mama sedang duduk di halaman belakang sambil menelepon. Mama sedang memakai kaos dan rok pendek. Kuambil boneka dan kubaca mantra. Setelah itu, kulepas kaos yang menempel di boneka. Mama lantas melepas kaosnya.

“Gak, gw sendirian. Gw gak tau dia di mana.

“Lu bercanda? Di belakang rumahlu?

“Gak mungkin. Gw gak berani.

“Gw tahu gak ada yang mungkin lihat.

“Gak mungkin Ni. Apalagi kalau ada Bilal di rumah lu.

“Ntar minggu.”

Sial. Mama lagi ngobrol sama emaknya Bilal. Kucoba berkonsentrasi ingin mendengarkan percakapan lebih lanjut. Namun sia - sia.

“Gila. Tapi gw yakin lu dapet perhatiannya.

“Iya, gw tahu dia mulai macem - macem.

“Gw tahu lu udah coba segala cara. Iya, gw juga tahu apa yang Janah lakuin. Tapi kasus dia beda.”

Mama gak boleh tahu apa yang kulakukan untuk membantu bu Ani, emaknya Bilal. Kalau dia tahu, tentu dia takkan pernah mengijinkan. Tapi kalau soal bantuanku di sekolah, tentu mama sudah tahu. Aku jadi penasaran tentang apa yang mama dan emaknya Bilal katakan. Jangan - jangan emaknya Bilal melakukan sesuatu di belakang rumahnya sementar ada anaknya di rumah.

Kenapa emaknya Eri disinggung - singgung?

Bukankah Eri yang ngasih tahu Bilal soal boneka?

Apa Eri benar - benar berpikir kalau boneka itu bisa membuat emaknya melakukan sesuatu?

Apa emaknya Bilal udah ngomong ke emaknya Eri, agar Eri ngasih tahu Bilal soal boneka untuk memperbaiki kelakuan Bilal?

Apa emaknya Bilal tahu kalau Bilal membencinya, hingga lebih suka menusuk boneka bergambar dirinya daripada mengelus - elusnya?

Apa emaknya Bilal berpikir kalau anaknya terlalu kekanak - kanakan hingga butuh bantuanku?

“Tindakan Janah penuh resiko Ni.”

Meski tetap bicara, namun tangan mama masuk ke cdnya dan kulihat dari gundukan cdnya, jemarinya seolah bergerak kian - kemari.

“Iya, gw tahu si Janah ngapain aja sama si Eri.

“Tapi lu kan tahu sendiri. Si Eri bener - bener jadi parno, takut keluar rumahnya sendiri.

“Si Eri butuh motivasi. Dan si Janah ngasih dia motivasi.

“Si Bilal kan gak takut apa - apa.

“Gimana kalau lu malah gak bisa ngontrol dia?”

Tangan mama makin aktif. Aku takjub akan kemampuan mama berbicara sementara tangannya sedang menikmati memeknya sendiri. Kini kulihat pinggulnya sedikit terangkat. Aku yakin sudah ada jari yang bersarang ke memeknya. Pasti ada sesuatu dengan boneka ini, padahal aku belum memainkannya lagi. Aku tak pernah menyadari mama aktif secara seksual, hingga beberapa hari kebelakang, saat aku mendapatkan boneka ini.

“Apa? Iya gw denger.

“Lu udah mulai.

“Terus gimana kelanjutannya?

“Lebih sulit?

“Gw? Gak mungkin.

“Si Jupri gak pernah mandang gw kayak gitu.

“Lagian, gw gak sanggup kayak gitu.

“Kenapa? Ya karena anak gw gak sebengal anaklu.

“Kalau dia bengal?

“Gak lah. Ada cara lain buat bikin dia bisa gw kontrol.

“Dia apa?”

Keterkejutan di suara mama membuatku panik.

“Kapan?”

Sial. Emaknya Bilal mulai ngomong soal hal - hal yang kulakukan sama Bilal.

“Gim warnet? Lu bercanda?

Mama menggerakkan kepala ke arah jendela kamarku. Aku langsung sembunyi.

“Ngerokok?”

Dasar lonte tua. Omongannya gak bisa dijaga.

“Kok lu tau?”

Gimana caranya agar aku bisa bertingkah seolah tak mendengar percakapan ini?

“Gitu.

“Mmmm…

“Iya…

“Cewek? Gimana caranya dia bisa dapet cewek secepat ini?

“Lu yang atur?

“Gimana caranya?

“Apa, rahasia lu?

Emaknya Bilal pasti ngomongin soal indi

“Enggak Ni. Gw gak bisa.

“Gak lah. Gw mesti pake cara lain buat si Jupri.

“Gak mungkin. Gw yakin anak gw gak bakalan tertarik.

“Gw rasa lu bukan ibu yang buruk. Apalagi yang lu lakuin, luar dari pada biasa demi anaklu. Bukannya demi moore lo.

“Gw tahu sebagian besar gw kagak tahu. Tapi gw juga gak mau tahu.

“Gampang. Tinggal telepon gw aja.

“Oke.”

Tangan kanan mama langsung melepas hpnhya membuat hpnya jatuh ke lantai. Sedang tangan kiri mama kini bergerak berbanding terbalik dengan pergerakan pinggulnya. Ritmenya tetap dua arah. Naik dan atau turun.

Tak ingin membiarkan mama sendirian, kulepas celanaku dan mulai mengocok kontolku.

Mata mama terpejam.

“Jangan. Kita gak boleh begini.”

Mama bersuara. Pelan saja, namun tetap aku dengar. Hingga akhirnya tubuh mama menegang, lantas mengejang. Melihat mama demikian membuatku tak tahan hingga menyemburkan pejuku.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu