1 November 2020
Penulis —  qsanta

Sate Ayam untuk Jiwa yang Lapar

Sate Ayam untuk Jiwa yang Lapar

Sedari lahir, kami sangat menyayangi anak kami. Tentu saja, orang tua mana yang tidak sayang kepada anaknya? Suamiku menamainya Jaka, seperti nama seorang tokoh silat kesukaannya. Kami tak pernah membiarkan Jaka menangis lama. Setiap menangis, langsung kami berusaha agar Jaka tidak menangis lagi.

***

Kami tak pernah liburan, menikmati hari berduaan sedari Jaka lahir. Setiap pulang kerja, aku selalu memfokuskan waktu kepada putraku. Dua tahun kemudian, lahirlah anak kedua kami yang berjenis kelamin perempuan. Sepertinya Jaka tidak begitu senang, mungkin merasa tersaingi.

Di awal pernikahan, aku dan istriku berencana memliliki lima atau enam anak, karena, banyak anak banyak rezeki. Namun, setelah putri kami lahir, kuputuskan untuk tidak memiliki anak lagi.

***

Setelah putri kami lahir, kuputuskan untuk tidak memiliki anak lagi. Aku pun memakai KB tanpa sepengetahuan suamiku. Aku tahu, suamiku sangat ingin memiliki keluarga besar.

***

Semakin sering aku menghabiskan waktu bersama putraku, aku jadi merasa tahu apa keinginannya. Saat mulai bersekolah dasar, putraku selalu menjadi idola teman – teman dan atau para guru. Terkadang gurunya berulangkali menerangkan pelajaran kepada putraku hingga dia paham dan saat ujian tidak menjadi gagal paham.

***

Suatu ketika, putraku membawa es buatanku ke sekolah untuk dijual. Ternyata laku, selalu laku. Begitulah putraku, selalu bisa menjual makanan yang dibawa dari rumah. Aku tak pernah menolak keinginan putraku. Putraku tak pernah menunjukan kasih sayang kepada adiknya, namun putriku seperti sangat mengidolakan kakaknya itu.

***

Saat putraku masuk smp, putraku mulai bertanya tentang kelamin. Lantas kujelaskan, mulai dari jenis kelamin, beradunya kelamin, hingga hasil dari adu kelamin. Putraku lantas meminta agar mamanya ikut juga dalam obrolan kami. Putraku ingin tahu soal kelamin dari sudut pandang perempuan, katanya.

***

Aku terkejut saat suamiku dan putraku mengajakku ngobrol soal kelamin. Namun, meski terkejut, aku tak menolak keinginan putraku. Tentu saja, aku tak pernah menolak keinginan putraku. Belum hilang rasa keterkejutkanku, aku kembali dikejutkan oleh permintaan putraku agar aku melepas busana sehingga putraku bisa melihat tubuh seorang wanita dan mengetahui cara memuaskan seorang wanita.

Tapi, kulakukan apa yang putraku inginkan.

***

Aku hanya ingin mengajari putraku tentang anatomi. Tapi putraku bilang kalau dia tahu dasar – dasarnya dan ingin tahu soal memuaskan wanita. Putraku mengajak mamanya berbincang lantas meminta mamanya melepas busana. Setelah istriku telanjang, putraku menyuruhku menunjukan titik – titik sensitif istriku.

Aku mulai keinginan putraku dengan ciuman pada istriku. Putraku menghentikanku lantas bilang kalau aku pun seharusnya lepas busana. Kulepas busana. Kusadari kalau kelaminku menegang. Kulanjutkan ciumanku. Dadaku menekan payudara istriku.

Putraku kembali menghentikan aksiku lantas bertanya kepadaku dan istriku apakah kami menikmati ciuman. Kami mengangguk tanda kami menikmati ciuman kami.

Putraku lantas bilang kalau dia ingin mencoba dan merasakannya sendiri.

***

Aku terkejut. Putraku yang begitu kucintai menciumku. Bukan ciuman kasih sayang seorang anak. Namun ciuman nafsu seorang laki. Lidahnya mulai menerobos bibirku. Aku pun membalasnya. Kucium putraku dengan nafsu.

Setelah beberapa menit, putraku menghentikan ciumannya lantas bertanya caraku menikmati tubuhku sendiri. Caraku bermasturbasi.

Aku selalu menuruti apa keinginan anakku meski kali ini terasa ganjil. Aku berdiri tanpa busana dihadapan suami dan putraku sambil masturbasi. Aku tak pernah masutrbasi dihadapan orang lain, pun dihadapan suamiku. Namun kali ini, bukan hanya suamiku, putraku juga ikut melihatku.

Kuelus dan kuremas payudaraku. Putingku terasa sensitif. Kelaminku terasa berkedut – kedut serta basah. Kuusap itil dengan tanganku dan tangan yang lain mulai memasuki memekku. Aku terangsang. Kulihat celana anakku mulai mengembang. Kini tiga jemari keluar masuk di memekku. Nafasku semakin cepat seiring dengan cepatnya jemari keluar masuk di memek.

Saat aku orgasme, aku mengejang, memekku mengeluarkan cairan, mulutku berkata mama keluar sayang. Aku gemetar, lantas terduduk.

***

Sungguh aneh tapi nyata, takkan terlupa. Aku berdiri telanjang menyaksikan istriku masturbasi dihadapan putra kami. Kontolku ngaceng. Aku lantas mulai memainkan kontolku. Putraku menatapku lantas berkata jangan main – main dengan kelaminku karena putraku tak ingin melihatnya.

Sebelum ini, aku tak pernah melihat istriku bermain – main dengan kelaminnya, bahkan aku tak punya keberanian meminta istriku bermain – main dengan kelaminnya. Aku tak pernah melihat istriku begitu menikmati orgasme senikmat kali ini. Aku sungguh terangsang.

Putraku juga mengatakan kalau dia ingin melihat ayahnya ngewe. Putraku juga mengatakan kalau dia ingin tahu seberapa lama aku bisa memuaskan istriku.

Aku begitu terangsang sedang istriku baru saja orgasme.

***

Aku baru saja orgasme. Baru kali ini kurasakan orgasme yang senikmat ini. Suamiku mulai memainkan payudara. Aku diamkan saja. Ingin kudorong suamiku, namun saat kulihat senyum putraku, aku paham apa keinginannya. Kusuruh suamiku berbaring di lantai. Kuarahkan kelaminku ke mulutnya.

Aku tak pernah mau menyepong kelamin suamiku. Namun kali ini, di bawah tatapan putraku, kupaksakan untuk membimbing mulut ke kelamin suamiku. Kurasakan jilatan di kelaminku. Aku tak pernah dua kali berturut – turut, apalagi multi orgasme. Aku pun merasa akan butuh waktu lama bagiku untuk orgasme lagi.

Akhirnya kudengar suara putraku yang berkata kalau dia ingin melihat kami ngewe. Aku mulai mengarahkan kelaminku ke kelamin suamiku. Seumur – umur, jika ngewe, posisi kami hanya dua. Aku di bawah dan atau suamiku yang dibawah.

Putraku kembali bicara, bilang kalau aku seharusnya nungging, dan suamiku ngewe dari belakang, seperti anjing. Aku tak pernah mencoba posisi ini karena kupikir sangat memalukan dan atau tak sopan. Tapi saat kelamin suamiku memasuki kelaminku, rasanya kelamin suamiku seperti lebih besar. Lebih terasa.

Aku mulai merasa orgasmeku akan datang. Aku lantas mengatakan nak, mama mau keluar. Putraku lantas tersenyum.

***

Aku sungguh terangsang. Apalagi saat istriku mulai memainkan kelaminku dengan mulutnya. Sebelumnya istriku tak pernah mau bermain mulut dengan kelaminku, tapi kali ini, meski ini yang pertama, rasanya begitu nikmat tak tertahankan. Ingin rasanya menyempurkan sperma di mulut istriku. Aku lantas mencoba menahan kenikmatan ini sambil berusaha memuaskan istriku.

Kucoba berkonsentrasi dalam hal memuaskan kelamin istriku dengan mulut dan lidahku. Aku mulai merasakan kelamin istriku mengeluarkan cairan.

Akhirnya kudengar suara putraku yang berkata kalau dia ingin melihat kami ngewe. Aku mulai mengarahkan kelaminku ke kelamin istriku. Seumur – umur, jika ngewe, posisi kami hanya dua. Aku di bawah dan atau istriku yang dibawah.

Putraku kembali bicara, bilang kalau istriku seharusnya nungging, dan aku ngewe dari belakang, seperti anjing. Aku tak pernah mencoba posisi ini. Istriku selalu tak mau mencoba pelbagai variasi saat ngewe. Rasanya kelamin istriku jadi semakin nikmat. Tanganku mencoba bermain – main dengan susunya. Aku mulai ngewe dengan tempo yang cepat.

Aku tak pernah orgasme senikmat ini sebelumnya.

***

Aku merasakan orgasme yang paling nikmat seumur hidupku. Aku sungguh mencintai putraku. Bukan hanya karena dia putraku, tapi juga karena dia membuatku merasakan sesuatu senikmat ini.

Aku terlena dalam kenikmatan selama sepeminuman teh hingga akhirnya menyadari apa yang terjadi. Kulihat tatapan putraku lantas kutahu apa inginnya.

***

Putraku menoleh padaku. Lantas memintaku membimbing istriku ke kamar kami, menunggingkan istriku dan menjilati anusnya. Anus istriku terlihat aneh, membuat adegan demi adegan yang telah kulalui semakin aneh. Aku tahu, apa yang terjadi terjadilah sungguh tak lazim tapi aku tak bisa menolak apapun, apapun keinginan putraku.

Kubimbing istriku ke ranjang kami lantas menunggingkannya. Kujilati anusnya. Aku tak menyukai aroma dan atau rasanya. Apalagi saat lidahku berusaha memasuki anusnya. Namun tetap kulakukan karena aku tak bisa menolak apapun keinginan putraku.

Aku tak pernah membayangkan dan atau berniat ngewe anus istriku. Tapi sekarang, aku sedang mempersiapkan anus istriku untuk diewe oleh putraku.

Akhirnya putraku bilang kalau aksiku sudah cukup. Aku lantas disuruh menunggu di ruang tv namun sambil berlutut.

Kutinggalkan kamarku dimana istriku sedang nungging di kasur kami, menunggungu diewe anusnya oleh putra kami.

***

Suamiku sedang sibuk menjilati anusku. Aneh rasanya. Namun bukan rasanya yang menjadi masalah. Masalahnya adalah aku merasa sangat malu, seperti dihinakan. Lantas suamiku pergi. Putraku menyuruhku membuka mulut dan memuja kelaminnya.

Kelaminnya sungguh indah. Belum besar karena putraku masih kecil. Namun bagiku sungguh sempurna. Kubuka mulut dan kuhisap dengan antusias. Putraku mendorong kelaminnya di mulutku hingga mentok. Lantas mendiamkannya selama beberapa detik.

Putraku lantas mencabut kelamin dari mulutku. Putraku lantas menyuruhku melebarkan pantatku dengan tanganku. Kulebarkan pantatku dengan kedua tanganku. Kurasakan ujung kelamin putraku menyentuh anusku.

“Oh, ewe pantat mama. Masukan kontol putraku sayang ke anus mama. Mama ingin sayang memerawani pantat mama.”

Ganjil memang, bahkan aneh. Tapi aku tahu itulah yang ingin putraku dengar dari mulutku. Lantas kurasakan kelamin putraku mulai memasuki anusku. Kecilnya kontol putraku membuatku bisa menahan rasa sakit. Kurasakan tangan putraku bermain di payudaraku. Meremasnya, memainkan putingku.

Putraku mendorong kelaminnya pelan – pelan hingga akhrinya masuk semua. Setelah itu putraku mulai memompa kelaminnya. Aku diam mencoba menikmati rasa sakit yang begitu dalam, begitu sunyi hingga menyayat hati. Lantas kurasakan tangannya beralih dari payudara ke pinggulku. Kelaminnya dicabut dari anus dan pantatku merasakan semburan peju panasnya.

Aku bangga telah memberikan kenikmatan dan atau kepuasan kepada putraku.

Putraku lantas menyuruhku membersihkan kelaminnya dengan mulutku. Aku melihat titik – titik kuning di kelamin putraku. Aku tahu aku harus membersihkan kelamin putraku, yang artinya aku harus menjilati bukan hanya peju putraku, tapi juga kemungkinan besar tai yang berasal dari anusku sendiri. Rasanya sungguh aneh, tak bisa dilukiskan.

Saat kelamin putraku kembali bersih bersinar, putraku kembali memakai busana dan memanggil suamiku kembali ke kamar. Putraku menyuruh suamiku menghisap peju dari anusku. Suamiku lantas menghisap peju yang ada di anusku hingga tetes terakhir. Setelah selesai, putraku menyuruh kami berlutut di hadapannya untuk perintah selanjutnya.

***

Aku tahu aku tak seperti anak – anak lain. Ada yang beda pada diriku. Saat aku kelas tiga, aku mulai berpikir. Banyak anak yang terlahir normal, baik itu normal fisik maupun normal pikiran.

Di sisi lain, ada yang terlahir dengan fisik yang tidak normal, namun pikirannya normal.

Di sisi lain, ada yang terlahir dengan pikiran yang tidak normal, namun fisiknya normal.

Di sisi lain, ada yang terlahir dengan pikiran dan fisik yang tidak normal.

Secara fisik, aku normal. Namun sepertinya, ada yang tidak normal dengan otakku. Entah kenapa, orang – orang selalu menuruti apa pun keinginanku. Setelah beberapa kali uji coba kecil – kecil kulakukan, aku jadi yakin kalau otakku tidak normal.

Kuperhatikan beberapa temanku ada yang jago lari, sepak bola dan atau renang. Apalagi saat pelajaran olahraga, beberapa dari temanku terlihat serius berlatih, sedang kebanyakan hanya berolahraga sambil bercanda.

Melihat itu, aku jadi yakin, apabila fisik bisa diolah sedemikian rupa, otak pun rasanya bisa diolah. Aku mulai mengolah otak. Hasilnya sungguh menakjubkan. Meski membutuhkan waktu tiga tahun, namun aku bisa mempengaruhi pikiran lawan bicaraku. Kulakukan olah otak sambil berdagang jajajan dari rumah.

Seiring berjalannya waktu, kusadari kalau aku membuat marah seseorang, dia akan sanggup melukaiku. Maka dari itu, aku berusaha tak membuat seseorang marah, apalagi memusuhiku.

Saat memasuki smp, aku telah memiliki pacar hingga aku telah merasakan kontolku disepong. Aku tak mau berbuat lebih jauh. Karena apabila aku salah melangkah, orang tua pacarku bisa marah dan bahkan membuatku berurusan dengan pihak yang berwajib. Aku mesti hati – hati. Namun, di sisi lain, aku ingin bertindak lebih jauh.

Aku tak ingin resiko berlebih. Apabila hari libur, aku selalu bangun kesiangan. Aku tak ingin jadi pahlawan. Apalagi jadi pahlawan kesiangan. Dalam setiap film kartun yang kutonton, setiap pahlawan selalu memiliki musuh. Maka dari itu, aku tak bercita – cita jadi pahlawan yang menyelamatkan dunia dari ancaman monster, teroris dan atau neo kolonialisme.

Lantas aku mulai memikirkan keluargaku. Tak ada yang mencintaiku sebesar kecintaan keluargaku. Dari mulai papa, mama dan adikku selalu menuruti keinginanku. Aku ingin memiliki anak buah, layaknya para pahlawan di film kartun. Anak buah yang bisa selalu kusuruh, kupermalukan dan lain sebagainya.

Maka dari itu, kutanyakan kepada orangtuaku apakah mereka ingin terus melanjutkan pelayanannya kepadaku atau kembali menjadi orang tua normal seperti sebelum ini terjadi. Kubiarkan mereka memilih.

***

Tak ada yang lebih kuinginkan dari mematuhi setiap permintaan putraku. Aku dan istriku langsung setuju dengan apa yang diinginkan putraku.

***

Tak ada yang lebih kuinginkan dari mematuhi setiap permintaan putraku. Aku dan suamiku langsung setuju dengan apa yang diinginkan putraku.

Ada satu hal yang melayang di pikiranku bagaikan terbang ke awan. Aku lantas berlutut, telunjukku menunjuk mulutku. Setelah melihat putraku mengangguk, aku pun membuka mulutku.

“Bagaimana dengan adikmu? Dia tentu kaget melihat semua ini?”

Putraku menyuruh suamiku memindahkan barang – barangnya dari kamarku ke kamar putraku.

Putraku menyuruhku mengikutinya ke kamar putriku. Putraku lantas membangunkan adiknya.

***

Aku menyadari efek dari kekuatanku kepada adikku. Sedari kecil, adikku sangat memujaku, bahkan sangat ingin melakukan apa yang akan menyenangkanku. Kunyalakan lampu kamar adikku dan kubangunkan dia.

“Dek, ayah dan mama akan jadi anak buah kakak melakukan semua yang kakak katakan. Ayah akan menempati kamar kakak, sedang kakak pindah ke kamar mama dan bersetubuh dengan mama. Adek bisa jaga rahasia ini?”

“Tentu saja kak. Kakak kan tahu, adek akan melakukan apa saja demi kakak. Adek juga ingin jadi anak buah kakak. Adek juga ingin bersetubuh dengan kakak.”

“Hehe, itu sih nanti, kalau adek sudah menstruasi. Sementara ini, bantu kakak aja ya.”

Setelah keluar dari kamar adikku, ayahku mengatakan kalau dia sudah memindahkan barang – barangnya. Aku lantas ke kamar mama diikuti mama.

Sejak semalam, keadaan di rumah berbanding terbalik. Ayah tak lagi bersenggama dengan mama. Hanya aku yang menikmati tubuh mama.

Sekian.

Sekian awal mula kisah Jaka. Nantikan sepak terjang Jaka di cerita dan judul yang lain.

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu