2 November 2020
Penulis —  Neena

Birahi Liar - Di Dalam Keluarga Kami

Aku pun mulai mempraktekkan pengalamanku dengan Mbak Weni dahulu. Kujilati itil Mama disertai dengan isapan - isapan yang agak kuat, sehingga biji itil Mama jadi tampak agak “mancung”. Mama pun senang dan berkata tersendaty - sendat, “Iya… itilnya isep - isep begitu Sayang… enak sekali… iyaaaaa…

Makin lama Mama makin klepek - klepek.

Sampai akhirnya Mama berkata tersendat - sendat, “Suuu… sudaaaah Sayaaaang… memek mama su… sudah basah sekali… ma… masukin aja kontolmu… sudah becek liang tempik mama niiiiihhhh…”

Kali ini Mama celentang sambil menarik kedua pergelangan kakinya. Sehingga kedua lututnya berada di samping sepasang toket gedenya.

Cepat aku pun meletakkan moncong kontolku di ambang mulut memek Mama. Lalu kudesakkan kontol ngacengku sekuat tenaga. Dan… bleeessss… langsung amblas sekujur kontolku… bahkan moncongnya langsung menabrak dasar liang memek Mama…!

Kedua lipatan lutut Mama bertumpu di sepasang bahuku, sehingga aku tidak bisa merapatkan dadaku ke sepasang toket Mama. Tapi biarlah, yang penting aku bisa mengentot sepuasnya. Dan kontolku bisa langsung menyundul - nyundul dasar liang memek Mama…!

Wow… ini sesuatu yang baru lagi bagiku. Bahwa dadaku tidak bisa bertempelan dengan sepasang toket Mama, tapi moncong kontolku bisa terus - terusan menggedor dasar liang memek Mama.

Spontan Mama pun mulai merintih - rintih, “Oooo… oooooohhhhh… Booonaaaa… kontolmu panjang sekali Naaaak… terus - terusan menyundul dasar liang memek mama saking panjangnya… tapi ini enak sekali Sayaaaang… ayo entooot teruuussss… entooot terusssss… entoooooottttttt… entooootttt …

Memang enak juga mengentot Mama dalam posisi kedua kaki Mama berada di sepasang bahuku ini. Tapi aku ingin merapatkan dadaku ke toket Mama. Karena itu kusingkirkan kedua kaki Mama dari bahuku, kemudian menghempaskan dadaku ke sepasang otket Mama. Dan langsung kupagut bibir Mama, lalu kami saling lumat dengan lahapnya.

Dalam posisi yang paling klasik ini aku bukan cuma bisa mengentot sambil mencium bibir Mama, tapi juga bisa meremas toketnya yang masih terasa belum kendor. Terkadang aku menjilati leher jenjangnya disertai dengan gigitan - gigitan kecil, sehingga rintihan dan rengekan Mama mulai berlontaran dari mulutnya, “Boonaaaa…

aaaaaaaah… kamu kok pandai sekali membuat mama keenakan gini Sayaaaang… ayo entoootttt… entooot teruuuussss Bonaaaa… entooot teruuuuussss… ini luar biasa enaknya… kontolmu memang enak sekali… entot teruuussss… entooooooootttt… entoooooottttt… entooootttt…

Makin lama entotanku makin menggila. Mama pun tidak berdiam seperti gebog pisang. Pinggulnya mulai bergoyang - goyang erotis, meliuk - liuk dan memutar - mutar. Sehingga kontolku seolah perahu yang sedang diombang - ambingkan oleh ombak di tengah samudera.

Iya… kontolku terasa dibesot - besot oleh liang memek Mama yang licin dan empuk serta hangat ini. Tapi aku tak mau kalah. Kuayun terus kontolku bermaju mundur di dalam liang tempik Mama. Makin lama entotanku makin gencar.

Sehingga pada suatu saat Mama mengerang histeris, “Mama sudah mau lepas Sayaaaang… mau lepas… mau lepas mau lepaaaassssssss… aaaa… aaaa …“

Erangan itunterhenti. Nafasnya pun tertahan, sementara sekujur tubuhnya mengejang tegang… membuatku ingin menikmati indahnya wanita pada waktu orgasme. Kuhentikan dulu entotanku… kubiarkan kontolku menancap di dalam liang memek Mama, tanpa kugerakkan lagi.

Dan… liang sanggama Mama terasa mengejut - ngejut kencang, disusul dengan gerakan yang memutar seperti spiral… dan membasahnya liang kewanitaan ibuku.

Wow… wow wooow… ini indah dan nikmat sekali…!

Tubuh Mama mengejut… lalu terkulai lunglai di dalam pelukan dan ciuman hangatku di bibirnya.

“Aaaaaaaahhh… luar biasa nikmatnya Sayaaaang…” ucap Mama lirih, dengan wajah memucat. Tapi tak lama kemudian wajah cantik Mama tampak berdarah lagi. Bahkan tampak lebih cantik dari biasanya.

Aku pun mulai mengayun kontolku lagi. Bermaju mundur di dalam liang memek Mama yang saudah becek sekali. Sehingga gerakan kontolku menimbulkan bunyi yang craakk crekk… crakkk crekkk… crak crekkk…!

Namun beceknya liang memek Mama malah menambah gairahku untuk mengentotnya habis - habisan.

Mama seolah ingin habis - habisan menguras kejantananku. Selama Mama di Jogja, tiada siang dan malam yang tanpa seks.

Pada hari Selasa, Mama pulang. Setelah memberiku uang yang cukup banyak.

Menurut pengakuan Mama, bisnisnya malah menghasilkan keuntungan yang jauh lebih banyak daripada gaji dan penghasilan tambahan Papa. Karena itu Mama tak peduli lagi pada uang Papa.

Bahkan Mama merasa Papa bukan suaminya lagi. Tapi Mama tidak pernah minta cerai, demi keempat anaknya yang harus sangat disayanginya.

Hari demi hari pun berputar terus. Sampai pada suatu hari …

“Aku sudah dinyatakan lulus Mbak.”

“Ohya?! Syukurlah. Aku ikut merasa seneng dengernya Bon,” sahut Mbak Artini (yang tadinya kupanggil Ibu, tapi dia inginnya dipanggil Mbak saja, karena usianya memang baru 30 tahunan). Lalu ia menjabat tanganku sambil berkata, “Selamat ya Bon.”

Tak sekadar menjabat tanganku. Ibu kos yang janda muda itu pun mencium pipi kanan dan pipi kiriku.

Lalu ia mengajakku duduk berdampingan di atas sofa. Sikapnya benar - benar berubah. Tadinya cuek, sekarang jadi begitu manis dan murah senyum.

“Kapan diwisuda?” tanyanya sambil memegang tanganku.

“Mungkin dua minggu lagi.”

“Setelah diwisuda kamu mau pulang ke rumah orang tuamu?”

“Mungkin begitu Mbak. Kecuali kalau tiba - tiba dapat kerjaan di Jogja atau di Jateng, mungkin aku akan mengurus kerjaan dulu.”

“Nah… aku punya dua macam kejutan untuk meyatakan ikut senengnya setelah mendengar kelulusanmu.”

“Kejutan apa Mbak? Mau dibikinin nasi tumpeng?”

“Hush… ini yang menyangkut masa depanmu Bon. Kejutan pertama, aku punya kakak yang luar biasa kayanya. Tanahnya sampai puluhan hektar. Itu baru di Jateng. Belum lagi di Jabar dan di Jatim. Dia membutuhkan insinyur pertanian yang baru lulus. Ingin yang fresh from college.”

“Wah… aku langsung tertarik Mbak.”

“Kakakku itu tadinya hidup pas - pasan. Tapi setelah menikah dengan duda tajir, rejekinya mengalir terus. Dan setelah suaminya meninggal, semua tanah milik suaminya itu diwariskan pada kakakku, berdasarkan surat wasiat yang dititipkan kepada penasehat hukumnya. Tapi dalam soal pertanian, kakakku itu masih sangat awam.

“Siap Mbak.”

“Dia ngomongnya tiga bulan yang lalu. Tapi kubilang tunggu dulu, karena ada yang kos di rumahku, sebentar lagi juga selesai kuliahnya. Sebentar, aku mau telepon dia ya,” kata Mbak Artini sambil mengambil handphonenya. Lalu kusaksikan dia menelepon kakaknya itu, karena suaranya dikeluarkan dari speaker hapenya :

“Hallo Ar…”

“Hallo Mbak Lies… mahasiswa fakultas pertanian itu sudah lulus Mbak. Tapi dia mau nunggu diwisuda dulu. Nanti akan kuantar ke rumah Mbak.”

“Syukurlah. Mudah - mudahan dia bisa menjadi orang yang tepat untuk mengelola tanah - tanahku Ar.”

“Iya, mudah - mudahan aja. Orangnya sih kujamin jujur dan rajin Mbak.”

“Iya. Tempo hari juga sudah ada beberapa orang yang melamar, tapi kutolak terus. Karena ingat sama janjimu itu Ar. Ohya, memang harus diantar sama kamu Ar. Kalau gak diantaer, bisa nyasar dia nanti.”

“Iya Mbak. Pasti kuantarkan dia. Segitu aja dulu beritanya ya. Paling lambat tiga minggu lagi juga aku sudah ngantarin dia ke rumah Mbak Lies.”

“Iya, iya. Aku tunggu ya Ar.”

Mbak Artini meletakkan handphonenya di atas meja kecil. “Bona dengar sendiri kan?” tanyanya.

“Iya Mbak. Terima kasih. Kejutan pertama itu sangat berarti bagiku,” sahutku, “Nanti begitu selesai diwisuda, aku akan minta Mbak ngantarin ke kakak Mbak Ar itu. Terus… kejutan yang kedua apa Mbak? Penasaran nih… ada kejutan apa lagi…?”

“Kamu masih ingat waktu baru beberapa bulan kos di sini, aku pernah marahin kamu Bon?”

“Yang mana ya? Ooooh… yang waktu aku meluk Mbak dari belakang di ruang makan itu?”

“Iya. Masih ingat kan?”

“Masih Mbak. Soalnya jujur aja, di mataku Mbak sangat seksi dan menggiurkan. Hehehe… maaf ya Mbak.”

“Gak usah minta maaf. Aku juga mengerti apa yang Bona rasakan saat itu. Tapi aku takut konsentrasi Bona sama kuliah jadi pecah. Terus mikirin aku terus. Itu yang aku tidak mau. Karena aku merasa bertanggungjawab juga kepada orang tuamu. Jangan sampai kuliahmu mogok di tengah jalan gara - gara aku.”

“Iya Mbak.”

Tiba - tiba Mbak Artini melingkarkan lengannya di pinggangku sambil berkata setengah berbisik, “Sekarang sih kamu sudah lulus. Kalau kamu masih menyimpan perasaan itu, akan kulayani dengan sepenuh hatiku Bon.”

“Mbak… betul ini?”

“Betul. Sebenarnya sejak aku marahin kamu itu, diam - diam aku jadi mikirin kamu terus Bon. Terus kamu sendiri gimana? Masih punya keinginan untuk berbagi rasa denganku?”

“Masih Mbak. Lelaki itu kan diucapkan dulu, kemudian menjalar ke hati. Saat itui aku pernah bilang aku suka sama Mbak kan? Tapi memang aku juga takut kalau Mbak anggap aku hanya ingin digratiskan saja biaya kosnya. Makanya aku tak pernah ganggu Mbak lagi.”

“Sekarang Bona mandi dulu ya. Terus perhatikan keadaannya. Kalau teman - tgemanmu gak ada atau sudah pada tidur, nyelundup aja ke kamarku. Aku tungguin di sana. Tapi awas, jangan sampai ada yang tau.”

Aku mau bangkit. Tapi Mbak Artini menahanku sambil berkata, “Sebentar… aku ingin mencium bibirmu dulu Bon… emwuaaaaah… emwuuuuuah…”

“Seger Mbak,” ucapku setelah pelukan Mbak Artini terlepas, “Terima kasih…”

Lalu kutinggalkan ruang tamu rumah Mbak Artini itu dengan semangat yang berkobar - kobar di dalam jiwaku. Rumah pribadi Mbak Artini terpisah dari rumah kos. Tiada yang suka masuk ke dalam rumah pribadi itu, kecuali kalau mau bayar uang kos atau dipanggil oleh Mbak Artini.

Kulihat Amran belum pulang. Atau mungkin juga takkan pulang malam ini, karena teman sekamarku itu sudah punya pacar. Kalau malam Sabtu begini, biasanya sampai larut malam dia tidak pulang. Terkadang dia nginap di rumah pacarnya.

Tapi biarlah. Itu bukan urusanku. Yang penting aku harus mandi sebersih mungkin, karena mau melakukan “sesuatu” dengan Mbak Artini yang sudah lama kudambakan itu.

Ya… aku memang sangat tergiur oleh Mbak Artini yang bertubuh tinggi montok itu. Setiap kali melihat dia, diam - diam kontolku selalu ngaceng. Karena membayangkan betapa menggiurkannya tubuh janda muda itu kalau bisa kutelanjangi di dalam kamar tertutup.

Tapi selama ini aku tetap menahan diri, tidak lagi memperlihatkan ketergiuranku pada tubuh seksi dan wajah manisnya.

Lalu… hari ini tampaknya bintangku sedang terang benderang. Aku bukan hanya ditawari lapangan kerja yang menjanjikan, tapi juga ditawari tubuhnya yang selama ini kugilai…!

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu