3 November 2020
Penulis —  Neena

Birahi Liar - Di Dalam Keluarga Kami

Beberapa saat kemudian, aku sudah melarikan mobil ke arah Jogja. Dengan Mamie yang duduk di samping kiriku.

“Bagaimana perasaan Mamie setelah tahu bahwa Mamie sedang mengandung?” tanyaku di tengah kegelapan malam.

“Bahagia. Karena sebenarnya sejak mamie tinggal di Hongkong, mamie ingin sekali punya anak lagi. Tapi mantan suami almarhum memang mandul. Dia sudah nikah kedua kalinya waktu dengan mamie itu. Dari perkawinan pertamanya pun tidak punya anak. Baru sekarang mamie bisa punya anak.”

“Nanti aku bakal punya anak dua orang secara bverturut - turut. Dari Mamike dan dari Tante Tari.”

“Kalau Artini hamil juga, berarti anakmu bakal jadi tiga orang.”

“Kalau Tante Artini hamil juga, siapa yang bakal ngurus Mamie dan Tante Tari?”

“Sebenarnya gampang soal itu sih. Nanti kita kan bisa menggaji zuster. Buat ngurus mamie seorang, buat ngurus Tari seorang.”

“Iya sih. Yapi harus memilih zuster yang bisa menyimpan rahasia kita Mam.”

“Iya. Dengan gaji yang lebih besar daripada gaji perawat pada umumnya, mereka akan bisa menyimpan rahasia kita Bon. Lagian kehamilan seperti yang mamie alami ini, bukan masalah aneh lagi di zaman sekarang.”

“Mam… sebenarnya tadi aku belum ngecrot. Aku terpaksa berpura - pura, m karena takut membuat Mamie tersiksa.”

“Ohya?! Kamu nakal ya… berarti sekaranmg masih ngaceng?” tanya Mamie sambil menarik ritsleting celana jeansku, lalu menyelinapkan tangannya ke balik celana dalamku dan menjamah kontolku yang memang masih ngaceng ini.

“Hihihiii… beneran masih ngaceng nih. Kasian anak mamie… jadi tadi saking sayangnya sama mamie, kamu dibela - belain gak sampai ngecrot?”

“Heheheee… iya Mam. Aku kan gak tega kalau Mamie merasa tersiksa tadi.”

“Ya udah… nanti kita lanjutkan di rumah Tari aja ya. Biar kamu puas, sekalian Tari juga kita ajak main threesome.”

“Iya Mam.”

“Ohya… bukan hanya threesome, kan ada Artini juga. Jadi bisa foursome. Mampu kamu bikin orgasme tiga orang?”

“Tadi sebelum pulang aku sempat ke rumah Tante Tari dulu. Tante Artini lagi pulang dulu ke rumahnya yang akan dijadikan supermarket Mam.”

“Owh… iya ya. Mamie juga belum sempat nengok kegiatan Artini setelah rumahnya dirombak atas dukungan Tari ya. Tapi kalau rumah dan rumah kos itu sih mamie yang modalin.”

“Iya Mam. Tante Artini pernah cerita soal itu. Makanya dia sangat patuh sama Mamie.”

“Ya harus patuh lah. Kalau orang tua sudah tiada, adik harus patuh kepada kakak. Makanya tarti juga patuh sama Mamie, walaupun dia sudah tajir melintir gitu.”

“Tante Tari juga pernah cerita, katanya Mamie paling sayang sama dia. Makanya dia juga sangat sayang kepada Mamie.”

Beberapa saat kemudian mobilku sudah memasuki pekarangan rumah Tante tari. Mamie menelepon sebelum turun dari mobil, “Tari… ini aku di depan rumahmu.”

Kemudian pintui depan dibuka oleh Tante tari sendiri. Dan tampak sumringah ketika melihat kami datang. Dia memeluk Mamie sambil cipika - cipiki. Dan tanpa canggung dia pun cipika - cipiki yang dilanjutkan dengan ciuman mesra di bibirku.

“Kamu cuma sendirian sekarang?” tanya Mamie kepada adiknya.

“Ada pembantu dua orang,” sahut Tante Tari, “Tapi jam segini udah pada ngorok Mbak. Di depan juga ada satpam yang jagain. Mungkin karena melihat mobil Bona, mereka gak mau nyamperin, takut merasa terganggu Bonanya.”

Kemudian Tante Tari mengajak kami ke ruang keluarga yang sudah ditata sedemikikan mewahnya.

“Kamu gak kaget didatangi malam - malam gini?” tanya Mamie yang duduk berdampingan dengan Tante Tari.

Sambil mengusap - usap tangamn Mamie, Tante tari menjawab, “Nggak. Masa didatangi keluarga pakai kaget segala. Mbak dan Bona mau pada nemenin aku kan?”

Mamie membelai rambut Tante Tari, lalu berkata, “Begini… Bona bilang kamu mulai hamil ya?”

“Iya Mbak. Sudah bertahun - tahun aku ingin hamil. Tapi ternyata baru sekarang bisanya.”

“Aku juga sama,” kata Mamie sambil mengusap - usap perutnya sendiri, “Kandunganku malah lebih tua daripada kandunganmu. Jadi kalau sama - sama lancar, aku bakal duluan melahirkan anak Bona nanti.”

“Ohya?! Kalau begitu, Mbak tinggal di sini aja sampai bayinya lahir. Supaya aku ada temen.”

“Memang tujuanku juga begitu Sayang. Begitu denger kamu hamil, aku langsung ingin tinggal di sini, tapi nanti kalau perutku sudah gede. Makanya malem - malem juga maksain dateng ke sini. Lagian Bona udah kangen juga sama kamu katanya.”

“Tadi siang Bona kan baru ke sini,” kata Tante Tari sambil tersenyum padaku.

“Memang ke sini, tapi gak ngapa - ngapain… karena keburu dengar aku mau dijodohkan itu. Jadi penasaran, ingin dengar dari mulut Mamie langsung.”

“Ya udah… nanti Bona kita keroyok, biar dia puas ya,” kata Mamie sambil menepuk lutut Tante Tari.

Tante Tari pun mengangguk sambil tersenyum.

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu