3 November 2020
Penulis —  Neena

Birahi Liar - Di Dalam Keluarga Kami

**Bab 15

Mama Fience memang eksotis. Hitam manis dengan bibir yang sensual, membangkitkan gairahku untuk sering - sering mencium bibirnya.

Dan ketika aku yang sudah telanjang lagi ini baru naik ke atas bed, Mama Fien menyambutku dengan rangkulan hangatnya, dengan senyum manis di bibir sensualnya.

Aku pun menerkamnya dengan sepenuh gairahku. Menciumi bibir sensualnya sambil meremas toketnya yang tidak sekencang toket Yuniar, tapi masih sangat enak untuk diremas.

Mama Fien pun mendekap pinggangku erat - erat, seolah takut kalau aku menjauh. Namun target utamaku kali ini adalah ingin menjilati memeknya yang masih tampak “terkatup” itu. Masalahnya, aku sudah sering menjilati memek yang putih dan “isian”nya berwarna pink. Dan aku ingin merasakan sejauh apa bedanya dengan memek wanita yang warna kulitnya lebih gelap daripada kulit Yuniar ini.

Maka tak lama kemudian aku melorot turun. Mengemut pentil toketnya sejenak, lalu melorot lagi untuk menjilati pusar perutnya.

Dan akhirnya mulutku sudah berada tepat di atasa memeknya yang berwarna lebih gelap namun masih terkatup rapat. Ketika kedua tanganku mengangakan bibir luar memek Mama Fien, tampak bagian dalamnya seperti merah darah… merah membara yang sangat merangsang birahiku.

Lalu ujung lidahku mulai menjilati bagian yang merah membara itu dengan sepenuh gairah birahiku.

Mama Fien pun mulai menggeliat - geliat sambil meremas - remas kain seprai.

Ini membuatku semakin bergairah, ingin agar mama Fien klepek - klepek, lalu ketagihan dan jadi kompak denganku untuk meluluhkan hati suaminya. Agar menyetujui pernikahan siriku dengan Yuniar.

Jadi, sebenarnya aku melakukan semua ini demi ketenangan Yuniar juga. Agar dia bisa bekerja kembali sebagai manager pelaksana replanting perkebunan di lahan punya Mamie itu.

Dan kini aku sudah fokus untuk menjilati dan menyedot - nyedot itil Mama Fien, membuat wanita hitam manis itu semakin mengeliat - geliat disertai dengan desahan dan rengekan erotisnya, “Aaaa… aaaaah… Booonaaaaa… ini luar biasa enaknya Booon… ternyata kamu jauh lebih pandai daripada papanya Yuniaaar …

Mama Fience sudah bukan perawan lagi. Karena itu aku tak perlu berlama - lama menjilati memeknya. Yang penting mulut memeknya sudah basah.

Maka aku pun meletakkan moncong kontolku di mulut memek ibu tiri Yuniar itu.

Spontan Mama Fience merenggangkan sepasang pahanya. Sehingga aku pun langsung mendorong kontol ngacengkusekuat mungkin. Dan… kontolku mulai amblas ke dalam liang memek ibu tiri Yuniar… blessss… disambut dengan rengkuhan di leher dan ciuman yang nyelepot di bibirku.

Aku pun mulai mengentotnya perlahan - lahan dulu… menimbulkan erangan perlahan dari mulut Mama Fience, “Ooooohhhh… akhirnya bisa juga mama merasakan enaknya kontol sekeras dan segede ini… kontol anak muda yang masih sempurna ngacengnya… entotlah selama mungkin ya Booon…”

Sambil meremas toketnya yang berukuran sedang dan masih sangat kenyal untuk kuremas, aku pun mulai mempercepat entotanku. untuk mulai membuktikan bahwa memek wanita berkulit sawomatang ini legit sekali rasanya.

Mama Fience pun menyambut entotanku dengan goyangan pinggulnya, yang begitu lincah memutar - mutar dan meliuk - liuk. Sehingga kontolku serasa dibesot - besot dan diremas - remas oleh liang memek legitnya.

“Mama… ughhhh… memek Mama legit banget…” ucapku terengah.

“Kontolmu juga luar biasa enaknya… ereksinya sempurna… maklum kontol anak muda… entot teruys Bon… entooooooottttttt… entoooooottttttt… iyaaaaa… iyaaaaaa… baru sekali ini mama merasakan dientot yang begini enaknya Booon… entoooottttt… entooootttttt…”

Goyangan pinggul Mama Fien pun semakin lincah, memutar - mutrar dan meliuk - liuk. terkadang bokongnya menghempas - hempas ke atas kasur, sehingga itilnya seolah disengaja untuk bergesekan dengan badan kontolku. Dan mungkin memang disengaja. Agar bagian yang terpeka di kemaluannya itu senantiasa bergesekan dengan kontolku.

Namuin hal itu membuatnya cepat orgasme.

Ya, baru belasan menit aku mengentot liang memek legit Mama Fien ini, tiba - tiba dia berkelojotan sambil berdesah - desah. Dan… dia mengejang sambil menahan nafasnya, sambil mencengkram sepasang bahuklu dan meremasnya kuat - kuat. Disusul dengan geliat liang memeknya yang sedang berkedut - kedut kencang, pertanda sedang melepaskan lendir libidonya.

Namun aku seolah tak mau memberi ampun padanya. Kontolku tetap kuayun. Maju mundurt dengan gencarnya di dalam liang memek yang sudah becek itu. Sementara Mama Fience terkapar lunglai, sambil memejamkan matanya. Goyangan pinggulnya pun terhenti beberapa saat.

Namun pada suatu saat Mama Fience membuka kelopak matanya. Sepasang mata bundar bening itu pun menatapku sambil menyunggingkan senyum di bibir sensualnya.

“Mama udah orgasme barusan. Tapi kamu belum apa - apa ya. Ayolah mama ladeni. Sekarang udah hilang ngilu - ngilunya,” kata Mama Fience sambil menggeolkan kembali pantatnya, laksana penari perut dari Timur Tengah yang jauh lebih hot daripada penari di negaraku.

Tapi Mama Fience tidak tahu kemampuanku yang sebenarnya. Dia juga tidak tahu bahwa aku akan memamerkan keperkasaanku yang semoga jauh melebihi lelaki mana pun yang pernah menggaulinya.

Aku mengentotnya habis - habisan. Sampai badanku mulai bercucuran keringat. Mamie Fien orgasme dan orgasme lagi, dalam bermnacam - macam posisi, dengan tubuh yang sudah basah oleh keringatnya bercampur aduk dengan keringatku. Namun aku masih teguh mengentot ibu tiri Yuniar itu tanpa ampun.

Sampai pada suatu saat, aku mendengar bunyi denting handphoneku… triiiing…!

Aku tahu bahwa itu bunyi WA dari Yuniar. Karena tone notifications-nya kubedakan dengan WA dari yang lain.

Maka aku pun konsentrasi pada legit dan nikmatnya liang memek Mama Fience meski sudah becek karena sudah berkali - kali orgasme dalam entotanku.

Maka pada suatu saat aku pun mulai tiba di detik - detik krusialku. Dan bertanya, “Lepasin di mana Mam?”

“Udah mau n gecrot? Owhhh… lepasin di dalam aja. Barengion sama mama… ini mama juga udah mau orgasme lagi… ayo barengin Bon… biar nikmat…”

Lalu pinggul Mama Fience pun bergoyang gila - gilaan, untuk menyambut datangnya puncak nikmat yang ingin kami capai secara bersamaan itu.

Ketika puncak nikmat itu kami capai secara bersamaan, kami jadi seperti sepasang manusia yang sedang kerasukan. Mata sama - sama melotot, sambil saling cengkram dan saling remas, seolah ingin saling meremukkan tulang di dalam tuibuh kami.

Lianbg memek Mama Fien berkedut - kedut lagi, disambut dengan tembakan lendir kenikmatan dari moncong kontolku yhang mengejut - ngejut juga… croooottt… crooottttt… croootttt… crooootttt… crotttt… croooottttt…!

Lalu kami sama - sama terkulai lunglai. Perahu birahi pun terdampar di pantai, bernama pantai kepuasan…

Mama Fien tampak tepar. Seolah tgak peduli lagi apa yang sedang terjadi selanjutnya. Sementara aku sudah sangat penasaran ingin membaca WA dari Yuniar itu.

Setelah mencabut kontolku dari liang memek Mama Fience, bergegas aku menuju kamar mandi setelah mengambil handphoneku dari atas meja kecil di depan sofa.

Di kamar mandi, sambil kencing kubuka WA dari Yuniar itu. Ternyata isinya agak panjang :- Bona Sayang, bagaimana suasananya? Baik - baik aja? Aku punya saran, agar Mama berpihak kepada kita, gauli aja dia Bon. Kalau sudah kamu gauli, pasti dia akan bergabung dengan kita untuk melunakkan hati Papa. Lagian dia sangat dominan menguasai Papa. Apa pun yang dikatakannya kepada Papa nanti, pasti disetujui oleh Papa. Rayu aja dia Bon. Rayu sampai kamu bisa menggaulinya ya Sayang -

Aku tersenyum sendiri. Ternyata Yuniar punya pikiran yang sama denganku. Tapi aku masih berpura - pura bego. Lalu kubalas WA itu dengan :

- Memangnya kamu tidak cemburu kalau aku sampai bisa menggauli Mama? -

Yuniar :-Nggak Bon. Kita kan punya tujuan untuk melicinkan jalan kita ke depannya -

Aku: -Kalau kelak dia ketagihan gimana?-

Yuniar :- Ya kasih aja. Gakpapa. Demi lancarnya rencana kita, aku harus berkorban kan? -

Aku :- Oke deh. Aku akan berusaha merayunya ya. Mudah - mudahan aja dia mau. Kamu mau pulang kapan? -

Yuiniar: - Terserah instruksi darimu. Kapan pun aku siap pulang, asalkan situasinya sudah aman dan terkendali. Hihihihi… kayak polwan aja -

Aku :- Oke, kalau gitu kamu pulang besok pagi aja ya -

Yuniar :- Siap Boss. Selamat ena - ena sama mama tiriku yang item manis itu yaaa. Aku bakal bangga kalau kamuj berhasil mendapatkan Mrs. V Mama. -

Aku tersenyum sendiri. Karena aku berhasil mengelabuinya. Aku seolah - olah belum menyetubuhi Mama Fien. Padahal sejak dua jam yang lalu aku telah membuat Mama Fien klepek - klepek dan membuatnya berkali - kali memekik di puncak orgasmenya.

Dan aku menyuruh Yuniar pulang besok pagi, karena aku punya rencana untuk mengentot Mama Fien menjelang fajar menyingsing nanti…

Tapi ketika aku mendapatkan panggilan dari Tante Tari, aku harus mengesampingkan segalanya. Karena meski pun tidak ada tulisan hitam di atas putih, Tante Tari itu adalah bossku dalam bisnis yang sedang kutekuni sekarang ini.

Karena itu, setelah yakin bahwa di antara Yuniar dan ibu tirinya baik - baik saja, aku pun melarikan mobilku menuju rumah Tante Tari, sambil membawa laporan bulanan dari bank - bank di mana dana Tante Tari kusimpan dan kukembangkan.

Tante Tari senang sekali ketika kuperlihatkan jumlah dana yang mengendap di beberapa bank. Yang nominalnya sudah dua kali nominal saldo awal, yakni ketika Tante Tari menyerahkan semua saldo di 5 bank pilihannya. Berarti dalam setahun aku sudah berhasil meraih 100% keuntungan. Dana Tante Tari sudah jadi dua kali lipat jumlahnya.

“Aku sudah menduga bahwa prestasimu luar biasa. Makanya aku menyerahkan sepenuhnya padamu Bon. Uruslah semuanya, aku sudah seratus persen percaya padamu. Kalau ada keperluan apa - apa, pakailah dana itu. Karena sekarang dana itu sudah milik kita bersama,” kata Tante Tari.

“Iya Tante,” sahutku, “Tapi selama ini Tante kok belum pernah minta duit padaku. Kan Tante juga banyak kebutuhan.”

“Kan aku sudah bilang, bahwa sebelum bercerai, mantan suamiku berjanji untuk tetap mentransfer duit untuk kebutuhanku. Itu akan dilakukannya terus sampai aku menikah lagi. Sampai saat ini aku kan belum menikah secara resmi. Padahal… heheheee… kasitau jangan yaaaa…?”

“Soal apa Tante?” tanyaku heran.

Tante Tari membisiki telingaku, “Kemaren aku memeriksakan diri ke dokter. Hasilnya… aku mulai hamil. Sekarang sudah lima minggu kandungannya.”

“Wooow! Aku bahagia mendengarnya…! “seruku sambil menciumi pipi dan bibir Tante Tari.

“Kamu harus makin sayang padaku ya.”

“Tentu aja.”

“Meski pun sudah kawin dengan Vivi, kamu harus tetap sayang padaku ya. Meski pun Vivi itu cantik sekali. Pasti aku kalah cantik kalau dibandingkan dengan dia sih.”

“Sebentar dulu… Vivi itu siapa? Kok Tante tiba - tiba bicara soal dia mau menikah denganku segala?” tanyaku bingung.

“Lho… memangnya mamiemu belum pernah bicara soal Vivi sama kamu?”

“Belum. Siapa sih Vivi itu Tan?”

“Tante Surtini yang tinggal di Semarang itu sudah kenal kan?”

“Sudah. Tante Surtini sih sudah kenal waktu dia bertamu ke rumah Mamie.”

“Sama Tante Haryati yang tinggal di Surabaya sudah kenal?”

“Belum. Belum pernah ketemu sama Tante Haryati sih. Nanti kapan - kapan aku dan Mamie mau maen ke rumahnya di Surabaya, supaya aku kenal dengan semua adik Mamie. Nanti dulu… kenapa Tante langsung bicara soal Tante Surtini dan Tante Haryati?”

“Vivi itu anak Tante Surtini. Cantik sekali anaknya Bon. Takkan kecewa deh kamu dijodohkan dengan anak Tante Surtini itu. Tapi Vivi masih sekolah, baru naik ke kelas tiga SMA. Umurnya juga baru tujuhbelas tahun. Kalau pun kamu bersedia dijodohkan dengannya, kamu harus mau menunggu dulu sekitar setahun.

Aku sering ngomong kepada Yuniar dan ibu tirinya bahwa aku sudah dijodohkan dengan pilihan ibuku. Padahal saat itu hanya ngomong asal nyeplos saja. Hanya alasan agar aku tidak menikah secara resmi dengan Yuniar dan cukup menikah secara siri saja (secara diam - diam tentunya, tanpa harus mengundang siapa pun).

Tapi mungkin ucapanku tentang “dijodohkan oleh orang tua” itu dicatat oleh malaikat, sebagai doa dari diriku sendiri. Lalu Mamie akan menjodohkanku dengan anak Tante Surtini yang bernama Vivi itu.

Aku jadi penasaran. Maka pada malam itu juga aku pulang ke rumah Mamie, setelah lebih dari sebulan aku tidak pulang - pulang ke rumah beliau.

Seperti biasa, karena tak kutemukan Mamie di lantai dasar, aku naik lift khusus yang menghubungkan kamarku dengan kamar dan ruang keluarga di lantai tiga.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu