3 November 2020
Penulis —  Neena

Birahi Liar - Di Dalam Keluarga Kami

Setibanya di hotel yang bersejarah bagiku dan bagi Mama, kami mendapatkan kamar paling belakang. Dan gairahku tak terkendalikan lagi. Mungkin karena aku sudah tahu bahwa Mama itu bukan ibu kandungku. Selain daripada itu Mama sedang hamkil, membuatku penuh kepenasaranan. Seperti apa memek wanita yang sedang hamil itu.

Mama pun tampaknya sudah kangen sekali padaku. Begitu masuk ke dalam kamar hotel, Mama merangkul leherku ke dalam pelukannya. Lalu mencium dan melumat bibirku dengan hangatnya.

Sambil menanggalkan gaun batiknya, Lalu Mama berkata, “Kamu mama urus sejak bayi dengan penuh kasihsayang Bon. Mama sayang sekali padamu, laksana sayangnya seorang ibu kepada anak kandungnya. Tapi sejak kita melakukan semuanya di dalam hotel ini, pandanganku padamu jadi berubah. Laksana memandang seorang pangeran yang datang untuk mengobati luka di hati mama.

“Aku juga sama Mam. Dan sekarang, setelah aku tau Mama bukan ibu kandungku, aku jadi semakin bergairah lagi… terlebvih - lebih setelah mendengar Mama sedang hamil… hihihiiiii… jadi gemes… ingin melihat dan merasakan memek wanita hamil…”

“Jadi biarkan aja janin di perutku ini tetap tumbuh dan membesar nanti?” tanya Mama sambil melepaskan beha dan celana dalamnya.

“Biarkan saja Mam. Biar nanti aku yang membiayai semuanya. Sekarang statusku kan sudah jelas, sebagai anak tunggal seorang wanita yang berada.”

“Nanti kalau Rina dan Lidya tau, gimana ya?”

“Biarin aja. Kalau perlu, kuhamili juga mereka nanti. Supaya tidak ada yang complain pada kehamilan Mama.”

“Hihihiiii… jadi rame dong rumah di Subang nanti. Ada tiga bayi lahir ke dunia. Memangnya kamu bisa memperlakukan mereka sekehendak hatimu?”

Sambil mengusap - usap perut Mama yang belum kelihatan buncit, aku menyahut, “Bisa Mam. Tapi tentu saja aku takkan sewenang - wenang pada Mbak Rina dan Mbak Lidya. Yang jelas, pada waktu aku diwisuda itu kan mereka datang ke sini.”

“Iya, memang mama yang nyuruh mereka datang untuk menghadiri wisudamu.”

“Nah… mereka ingin merasakan seperti apa rasanya bersetubuh itu. Lalu mereka menyerahkan keperawanan mereka padaku. Tapi jangan marahi mereka nanti ya Mam. Kalau Mama marahi mereka, bisa - bisa minggat mereka nanti dari rumah.”

“Owh… begitu? Mmmm… mama mau pura - pura tidak tau aja soal itu sih.”

“Itu lebih baik Mam. Tapi pada saat itu mereka sudah menyiapkan pil anti hamil segala. Makanya kalau aku mau menghamili mereka, aku akan melarang mereka memakai pil anti hamil lagi.”

“Menurut mama sih, ide menghamili mereka itu kurang tepat Bon. Kalau masalah mama hamil nanti, mama akan berusaha membuat mereka bisa menerima kenyataan ini. Bahwa mereka akan punya adik baru… anakmu ini,” kata Mama sambil mengusap - usap perutnya.

“Iya… makanya nanti Mama jelaskan saja, bahwa aku ini bukan anak Mama. Dan kita sengaja melakukan hubungan badan, sebagai balas dendam kepada Papa yang main gila terus,” ucapku sambil menggerayangi memek Mama yang selalu membangkitkan kerinduanku.

Aku mengangguk sambil menjauhkan tanganku dari memek Mama. Kemudian kutanggalkan seluruh benda yang melekat di tubuhku, sampai telanjang bulat seperti Mama.

Lalu aku naik ke atas bed di mana Mama sudah celentang sambil merenggangkan kedua belah pahanya. Tadinya aku ingin mulai dengan menjilati memeknya yang selalu menggiurkan itu… tembem dan agak ternganga, dengan jengger membuka ke luar pula.

Tapi Mama berkata, “Jangan pake jilat - jilatan memek segala. Ini udah basah sekali Sayang. Belakangan ini memek mama memang sering basah, sambil membayangkan dientot sama kamu lagi. Masukkan aja kontolmu langsung Bona Sayang…”

Mendengar ucapan Mama seperti itu, aku pun mengikuti keinginannya. Langsung aku tengkurap sambil mengarahkan moncong kontolku ke mulut tempik Mama. Dan… benar saja. Begitu kudorong kontolku, langsung masuk sekujurnya ke dalam liang memek Mama tercintaku.

“Tuh kan… langsung ambles semua…” ucap Mama sambil merengkuh leherku ke dalam pelukannya.

“Gak apa - apa perutku menghimpit perut Mama begini?”

“Nggak apa - apa. Masih kecil kok perutnya. Nanti kalau perut mama sudah buncit, tanganmu harus menahan agar perutmu tidak terlalu menghimpit perut mama. Ayo entotin kontolmu Sayang.”

Aku pun mulai mengentot seperti yang Mama inginkan. Memang becek liang memek Mama kali ini. Tapi hal ini justru membangkitkan gairahku untuk melampiaskan kekangenanku kepada Mama yang telah merawatku dari bayi hingga dewasa. Bahkan aku sendiri yang dikuliahkan sampai S1. Sementara anak - anak kandungnya sendiri (Mbak Rina dan Mbak Lidya) hanya memiliki ijazah D3.

Karena itu aku ingin sekali membalas kebaikan Mama itu dengan apa pun yang bisa kulakukan.

Mama pun tampak sangat enjoy dengan aksiku kali ini. Mulutku terus - terusan disumpal dengan lumatan hangatnya yang seolah ingin melekatklan bibirnya ke bibirku selama persetubuhan ini berlangsung.

“Bon… kenapa ya kali ini mama merasa lebih enak disetubuhi olehmu? Nih… niiiih… niiiih Booooon… ini mama udah mau lepas Boon… “desis Mama yang sedang merapatkan pipinya ke pipiku.

Lalu Mama berkelojotan. Entotanku pun sengaja kupercepat, untuk menanggapi situasi seperti ini.

“Booonaaaa… aaaaaa… “mulut Mama ternganga. Nafasnya tertahan. Sekujur tubuhnya mengejang. Perutnya agak terangkat. Dan kubiarkan kontolku menancap di dalam liang sanggama Mama. Liang yang lalu terasa berkedut - kedut kencang. Disusul dengan hembusan nafas Mama, “Aaaaaaaah… luar biasa nikmatnya Boooon…

Kutatap wajah cantik Mama yang tampak memancarkan sinarnya yang begitu cemerlang.

“Kok cepat sekali lepasnya Mam?” tanyaku sambil mengusap - usap dahi Mama yang keringatan.

Mama menyahut, “Karena Mama terlalu kangen padamu Sayang. Jadi… entotanmu terasa nikmat sekali. Makanya mama gak bisa bertahan lama. Jangan digerakkan dulu kontolmu ya. Mama ingin menghayati keindahan yang barusan mama rasakan.”

“Iya… santai aja Mam,” sahutku sambil memperhatikan handphoneku di atas meja kecil di samping bed yang tengah kupakai menyetubuhi ibu angkatku ini. Aku berusahamenjangkaunya. Dan berhasil.

Ternyata ada WA dari… Mbak Artini alias tanteku…!

Kubuka WAnya. Isinya singkat sekali*-Sayang… aku kangen sekali padamu Yang… -*

Aku tercenung sesaat. Lalu meletakkan hapeku di bawah bantal. Tanpa kubalas.

Padahal aku sedang berada di Jogja. Kalau aku mau, dalam tempo 15 menit pun aku sudah bisa tiba di rumah Tante Artini. Memang aku harus memprioritaskan wanita yang satu itu. Karena biar bagaimana, akulah yang telah merenggut keperawanannya.

Tapi dia itu adik kandung Mamie. Berarti dia itu tanteku sendiri.

Lalu apa yang harus kulakukan? Apakah aku harus menghentikan hubungan rahasiaku dengan ibu kos yang sudah begitu mencintaiku?

Tidak.

Secara moral aku harus menghentikan hubunganku dengannya. Tapi secara kemanusiaan, aku tak boleh mencampakkannya begitu saja. Aku harus berusaha untuk tetap membahagiakannya. Tapi bagaimana kalau Mamie tahu bahwa aku punya hubungan dengan Mbak Artini? Apakah Mamie takkan marah?

Akhirnya aku mengayun kembali kontolku dengan gerakan yang lumayan cepat. Dan berusaha untuk membuat Mama orgasme lagi. Lalu aku akan berpura - pura ejakulasi pada saat dia orgasme nanti. Agar dia mengira telah terjadi pencapaian puncak kenikmatan secara berbarengan. Kemudian aku akan berpura - puramau ke rumah temanku dulu karena ada urusan “penting”.

Booon… oooh… Boooon… ini sudha mulai enak lagi Saayaaaang… iyaaaa… iyaaaa. entot terus Booon… entot teruuuuussssss… ini luar biasa enaknyaaaaa… aaaaaah… aaaaa… aaaaah… “Mama merintih - rintih sambil berusaha menggoyangkan bokongnya… memutar - mutar dan meliuk - liuk.

Belasan menit semuanya ini berlangsung. Sehingga wajah dan leher Mama mulai mengkilap oleh keringatnya sendiri.

Sampai pada suatu saat, Mama menatapku sambil berkata terengah, “Sayang… ooooh… mama mau lepas lagi Sayaaaang…”

“Iya Mam… barengin ya… aku juga udah mau ngecrot…” ucapku berbohong. Padahal aku masih jauh dari ejakulasi.

Lalu kupercepat entotanku, sementara Mama sudah berkelojotan lagi. Dan akhirnya mengejang tegang. Pada saat yang sama kutancapkan kontolku sedalam mungkin.

Lalu ketika liang memek Mama berkedut - kedut kencang, aku pun mengejut - ngejutkan kontolku seolah sedang ejakulasi…!

Lalu… aku pura - pura terkulai lemas di atas perut Mama.

“Oooooh… indah sekali…” ucap Mama sambil menciumi bibirku, “Terima kasih ya Sayang.”

Tampaknya Mama tidak menyadari bahwa aku belum ejakulasi.

Lalu kucabut konmtolku dari liang memek Mama. Kemudian turun dari bed dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi sambil menjinjing pakaianku.

Di kamar mandi aku kencing. Lalu kucuci kontolku yang berlepotan lendir memek Mama.

Kemudian kukenakan semua pakaianku. Dan keluar dari kamar mandi.

Kulihat Mama masih terkapar celentang di atas bed. Aku pun mengambil hapku dari bawah bantal, sambil berkata, “Mama bisa ditinggal sebentar di sini? Aku ada urusan penting yang harus kuselesaikan di Jogja ini.”

“Iya, selesaikanlah urusanmu dulu Sayang. Mama malah ingin tidur dulu, karena masih terasa capek sekali,” sahut Mama sambil memeluk bantal guling. Dalam keadaan masih telanjang bulat.

Beberapa saat kemudian aku sudah berada di dalam sedan punya Mamie, yang sudah kuluncurkan di jalan aspal. Menuju rumah Mbak Artini…!

Mbak Artini yang mengenakan daster berwarna pink, tampak sedang menyiram pot - pot tanaman hias yang berderet di teras depan. Dan terkejut ketika melihatku turun dari mobil di dekat teras itu.

“Bona?!” serunya dengan wajah ceria.

“Iya Tante. Sengaja WAnya tidak kubalas karena tadi aku sedang di jalan menuju ke sini.”

Lalu aku mengikuti Mbak Artini, melangkah masuk ke dalam rumahnya. Di ruang tamu, Mbak Artini sudah tak kuasa menahan diri. Ia memeluk dan menciumi bibirku. “Aku kangen sekali padamu, Sayang.”

“Sama… aku juga kangen sekali. Hanya waktunya belum ada. Ini juga kebetulan sedang disuruh mengantarkan Mama ke Subang. Makanya kusuruh Mama istirahat dulu di hotel, karena aku ingin menjumpai kekasihku yang jelita dan seksi ini,” sahutku sambil memegang kedua tangan Mbak Artini.

Lalu kami duduk berdampingan di sofa ruang keluarga.

“Mbak sudah mendengar berita dari Bu Lies?”

“Berita apa? Belum ada berita apa - apa Sayang.”

“Ternyata Mbak Ar ini tanteku. Karena aku ini anak kandung Bu Lies yang sekarang harus dipanggil Mamie olehku.”

“Haaaa?! yang bener Sayang…”

“Betul Mbak. Tanyakan saja langsung pada beliau kalau gak percaya sih. Dahulu sebelum terbang ke Hongkong sebagai calon TKW, Mamie pernah memberikan bayi kepada Bu Maryani. Bayi itu sudah diberi nama Fajar. Nah… Fajar itu aku Mbak. Tapi sama Bu Maryani namaku diganti jadi Bona Perdana.”

“Ooooh… iyaaaa… iyaaaa…! Saat itu Mbak Lies masih sengsara hidupnya. Suaminya menghilang pula entah ke mana. Iya, iya… aku masih ingat benar masalah itu Bon.”

“Jadi Mbak ini sebenarnya tanteku. Tapi hal itu jangan dijadikan kendala hubungan di antara kita berdua. Hubungan kita harus jalan terus ya Mbak.”

“Iya sih… oooh… ini bnenar - benar mengejutkan Bon. Tapi aku sudah telanjur cinta berat padamu Sayang. Meski pun kita tidak boleh menikah, tapi hubungan kita harus tetap jalan ya Bonaku Sayang.”

“Iya Mbak. Nanti deh kalau sedang banyak waktu kita rundingkan lagi masalah hubungan kita ini,” ucapku sambil merayapkan tanganku ke balik daster pink Mbak Artini. Sampai menemukan celana dalam. Dan kuselinapkan tanganku ke balik celana dalam itu. Sampai menemukan celah memek Mbak Artini yang seharusnya kupanggil tantge Artini ini.

“Aaaah… soal panggilan sih jangan dipikirin. Apa aja… mau manggil Mbok juga boleh. Hihihiii…”

“Hush. Masa Mbok? Emangnya Mbak bakul jamu? Kalau kita sedang berdua aja, aku mau akan tetap manggil Mbak aja, tapi kalau ada orang lain mau manggil Tante ya.”

“Iya, iya. Terserah kamu aja Sayang. Yang penting cintaku jangan dicampakkan begitu saja. Bisa bunuh diri aku nanti kalau ditinggalkan olehmu.”

“Gak mungkin Mbak. Biar bagaimana Mbak ini sosok penting bagiku. Pertama, Mbak telah menyerahkan kesucian Mbak padaku. Kedua, aku takkan mungkin berjumpa dengan ibu kandungku kalau tidak ada Mbak.”

“Hmmm… Mbak Lies pasti sayang sekali padamu setelah tau siapa dirimu ya?”

“Iya, beliau sangat sayang padaku Mbak. Tapi nanti kalau ada telepon dari Mamie, jangan bilang Mbak sudah tau dariku. Jangan bilang juga kalau aku datang ke sini. Karena Mamie menyuruhku mengantarkan Mama pulang ke Subang. Bukan untuk menemui Mbak… eh Tante…”

“Hihihiii… jadi aku jatuh cinta pada keponakanku sendiri ya?” ucap Tante Artini sambil mencubit pipiku. Sementara jemariku mulai menyelundup ke dalam celah memek di balik celana dalam dan daster pinknya, “Ooooh… Booon… kalau sudah dicolok - colok gini aku langsung horny berat Boon…”

“Ayo kita main. Kontolku juga udah ngaceng berat nih…” sahutku sambil mengeluarkan tanganku dari balik celana dalam dan daster pinknya.

Tante Artini bangkit berdiri sambil menarik pergelangan tanganku. Lalu mengajakku masuk ke dalam kamarnya.

Di dalam kamarnya, Tante Artini melepaskan daster dan behanya. Celana dalamnya pun ditanggalkan. Sehingga tubuh tinggi montoknya menjadi telanjang bulat di depan mataku. Ketelanjangan yang senantiasa menggiurkan dan membangkitkan gairah birahiku.

Aku pun menelanjangi diriku sendiri. Lalu menerkam tubuh putih mulus yang menggiurkan itu, dengan segenap hasrat birahiku.

Untungnya tadi aku berjuang untuk menahan diri agar jangan ejakulasi di dalam memek Mama. Sehingga persetubuhan dengan Mama tadi bisa kuanggap sebagai foreplay belaka.

Kali ini aku benar - benar akan menyetubuhi Tante Artini dan akan dicrotkan di dalam liang memeknya yang tetap masih sempit menjepit ini.

Dengan segenap hasrat birahi kuemut pentil toket Tante Artini yang sebelah kiri, sementara tangan kiriku mulai meremas toket kanannya. Suhu badan Tante Artini pun mulai menghangat.

Terlebih setelah mulutku melorot turun ke arah pusar perutnya. Kujilati pusar perutnya sebentar, kemudian melorot turun lagi sampai mulutku berhadapan dengan memek tembemnya yang sangat indah dan tampak sedang tersenyum manis itu.

Sepasang paha putih mulus itu pun merenggang. Dan dengan lahap kujilati memek tembem yang bentuknya sangat indah itu.

Tante Artini mulai menggelinjang… menggeliat - geliat erotis, dengan desah - desah nafasnya yang sudah lama kurindukan, “Aaaaaah… Boooon… aku tetap cinta kamu Sayaaaang… berat sekali cintaku ini padamu Bonaaaa… aaaaa… aaaaaah… jangan terlalu lama jilatinnya… aku sudah merindukan kontolmu Sayang…

Aku pun hanya sebentar menjilati memek dan itil tante Artini. Lalu kuletakkan moncong kontolku di ambang mulut tempik tembemnya. Dan kudorong dengan sekuat tenaga.

Blesssssss… kontolku melesak masuk sedikit demi sedikit ke dalam liang tempik yang luar biasa sempitnya ini.

Sesaat kemudian aku mulai mengentot tanteku yang usianya cuma beda enam tahun denganku ini.

Rintihan - rintihan histeris Tante Artini p;un mulai berkumandang di dalam kamar ini.

“Booonaaaa saayaaaang… aaaaaaah… aaaaaaa… aaaaaah… Boooonaaaaa… aku makin cinta padamu Sayaaaang… oooooohhhhh… aku sudah sangat merindukan semuanya ini… aaaa… kontolmu selalu membuatku merinding dalam nikmaaaaat… aaaaaaa… aaaaah… entotlah aku sepuasmu sayangkuuuuu…

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu