3 November 2020
Penulis —  Neena

Birahi Liar - Di Dalam Keluarga Kami

Bab 09

Lelaki bernama Sapto itu tampak senang sekali menerima uang dari Tante Tari. Uang gaji untuk tiga bulan ke depan, dari Mamie.

Sementara aku memperhatikan keadaan di sekeliling villa kayu ini.

Villa yang terbuat dari balok - balok kayu glondongan ini dikitari oleh kebun sawo.

Setelah Sapto berlalu, Tante Tari menghampiriku, “Kebun sawo di sekeliling villa ini punya mamiemu semua Bon.”

“Ogitu ya. Aku kan baru dipertemukan dengan Mamie beberapa hari yang lalu. Menginjak villa ini pun baru sekarang,” sahutku.

“Nanti semua harta mamiemu akan menjadi milikmu Bon. Karena anaknya hanya kamu satu - satunya. “

“Aku bahkan harus berjuang untuk mengembangkan harta Mamie. Bukan cuma memilikinya saja. “

“Nanti aku juga mau berinvestasi. Mungkin aku akan menyerahkannya padamu untuk mengelola investasiku agar berkembang step by step. “

“Investasi Tante ingin dikembangkan dalam bentuk apa?”

“Terserah kamu Bon. Kamu tentu lebih tau harus dikembangkan dalam bentuk apa. Aku sih yang penting berkembang tapi aman. “

“Kalau mau aman sih kembangkan dalam dunia properti aja Tante. “

“Properti apa saja contohnya?”

“Misalnya, beli tanah di daerah strategis. Lalu bangun rukpo - ruko. Setelah selesai ya dijual ruko - rukonya. “

“Naaah… boleh tuh. Bikin perumahan juga boleh. “

“Kalau oerumahan harus luas lahannya. Sedangkan di Jogja mau pun di Solo sudah sulit mencari lahan luas - luas Tante. Kalau bangun ruko sih tanah setengah hektar juga bisa dijadikan beberapa buah ruko. Lalu cari lagi lahan lain… itu pun kalau dananya cukup. “

Tante Tari lalu membisikkan jumlah dana yang dimilikiinya. Aku tercengang dibuatnya. Mungkin hampir sama jumlahnya dengan saldo Mamie di bank…!

Tapi aku berusaha untuk bersikap datar - datar saja. Lalu melangkah ke dalam villa kayu itu.

Ternyata di dalam villa itu ditata sedemikian nyamannya sehingga aku tertegun sejenak, karena tak menyangka kalau di dalam villa itu tampak serba mewah, tidak sederhana seperti kelihatan dari luarnya. Di dalam villa kayu itu ada kulkas, televisi, mesin cuci, microwave dan sebagainya. Tentu saja ada listrik yang waktu membiayainya dulu pasti mahal sekali, karena kabelnya harus membentang jauh ke jalan raya.

Namun yang paling kukagumi adalah Tante Tari itu… yang telah menanggalkan gaunnya, meski ada lingerie di balik gaun putih bersih itu.

Lalu sambil bertolak pinggang ia menatapku dan bertanya, “Apakah aku memenuhi syarat untuk dijadikan kekasih tercintamu?”

“Belum kelihatan semuanya. Jadi aku belum bisa menilainya Tan. “

“Nah begitu aja… panggil aku Tan aja, jangan dikengkapkan jadi tante. Karena umurku kan baru duapuluhlima tahun. Belum layak dipanggil tante,” ucapnya sambil duduk di atas sofa bertilamkan kain putih bersih.

“Iya,” sahutku sambil duduk di sampingnya. Ingin melihat dengan jelas ketika ia sudah melepaskan behanya. Tampaklah samar - samar sepasang toket yang tidak besar. Tapi tampak seperti masih kencang sekali. Tak ubahnya toket perawan.

“Toketku kecil kan?” ucapnya sambil menyembulkan toketnya dari belahan lingerienya.

Dengan tangan agak gemetaran, kupegang toket yang diangsurkan padaku itu.

“Segini sih sedang Tante. Masih kencang padat gini… kayak toket ABG yang masih perawan.”

“Sekujur tubuh dan segenap jiwaku akan menjadi milikmu Bon.” ucap Tante Tari sambil menanggalkan lingerienya. Lalu juga celana dalamnya. Tampak sebentuk memek yang mungil, dengan sedikit jembut pendek - pendek di atasnya, “Tapi lepasin dong pakaianmu. Masa cuma aku yang telanjang sendiri?”

Aku tersenyum sambil melepaskan baju dan celana katunku. Disusul dengan pelepasan celana dalamku.

Tante Tari langsung menyergap kontolku yang sudah agak tegang tapi belum full ngaceng. “Satu - satunya lelaki yang pernah kurasakan kontolnya adalah lelaki tua yang mantan suamiku itu. Sekarang aku mendapatkan sesuatu yang jauh lebih gagah. Orangnya pun ganteng sekali. Hmmm… sekarang sudah boleh kuoral?

“Tadinya justru aku yang ingin mengoral Tante. Soalnya memek Tante itu… aaah… menggiurkan sekali Tan. “

“Ya udah kalau gitu.. lakukanlah,” ucap Tante Tari sambil melompat ke atas bed. Lalu menelentang sambil mengusap - usap memeknya yang mungil dan menggiurkan itu.

Aku pun langsung merayap ke antara dua paha putih mulus yang sudah direnggangkan, sampai wajahku berhadapan dengan memeknya. Lalu kuciumi memek mungil itu sanbil mengangakannya dengan kedua tanganku, sampai tampak bagian dalamnya yang berwarna pink itu.

Mulailah aku menjilati memek Tante Tari yang penampilannya seperti gadis belasan tahun itu.

“Aaaaaahhhh… bermimpi pun tidak kalau aku akan mengalami ini semua Bona…” ucap Tante Tari sambil mengusap - usap rambutku.

Dan tubuh indahnya mulai menggeliat - geliat setelah aku mulai gencar menjilati bagian dalam memeknya yang berwarna pink itu. Terlebih lagi setelah aku menjilati itilnya disertai dengan sedotan - sedotan agak kuat, mendesah dan merintihnya adik bungsu Mamie itu dibuatnya, “Booonaaaaa… aaaaaa… aaaaaah Boooon…

kamu sudah pandai sekali maen oral… ini luar biasa enaknya Boooon… tapi jangan terlalu lama yaaaa… aku takut keburu orga… Boooon… iyaaaaa… itilnya jilatin dan isep - isep terus Boooon… itilnya ajaaaa… itilnyaaaaa… iyaaaaa… itilnya… itiiiil… aaaaaaah Boooon …

Dengan sigap kutanggapi permintaan Tante Tari itu dengan meletakkan moncong kontolku yang sudah ngaceng berat ini, tepat di mulut memeknya yang sudah kemerahan.

Dan dengan sekuat tenaga kudesakkan kontolku sampai membenam kepalanya. Kudesakkan laagi sekuat tenaga… blesssss melesak amblas lebih dari separuhnya.

Tante Tari pun merengkuh leherku ke dalam pelukannya, “Maaf ya gak jadi nyepong kontolmu… keburu tak kuat… keburu ingin dientot oleh kontolmu yang panjang gede ini… “

“Nggak apa. Aku lebih suka mengoral daripada dioral,” sahutku sambil mulai mengayun kontol ngacengku perlahan - lahan dulu. Memang sebenarnyalah aku seperti itu. Lebih suka menjilati memek daripada kontolku diselomoti cewek. Sebabnya, kalau terlalu lama kontolku diselomoti, pada waktunya dientotkan di dalam liang memek malah gelis metu (cepat keluar).

Dan kini aku sedang mulai menikmati liang memek Tante tari ini. Gila… sempit sekali liang memek tanteku ini. Tak kalah sempit dengan liang memek Tante Artini waktu baru pertama kali kuperawani, tak kalah sempit dengan liang memek Mbak Rina dan Mbak Lidya waktu aku memecahkan selaput dara mereka.

“Memeknya sempit sekali Tante… gak beda dengan memek perawan sebelum disetubuhi cowok,” kataku setengah berbisik waktu mulai asyik mengayun kontolku, bemaju - mundur di dalam liang memek adik bungsu Mamie ini.

“Kan selalu dirawat oleh ramu - ramuan tradisional,” sahut Tante Tari sambil merapatkan pipinya ke pipiku. “Lagian kontolmu ini… kegedean Bon. Tentu aja liang memek mana pun akan terasa sempit bagimu. Jangan terlalu cepet ngentotnya ya… slow aja… biar romantis… “

Tante Tari melanjutkan ucapannya itu dengan mencium bibirku, lalu menyedot lidahku ke dalam mulutnya. Terkadang menyedot bibirku juga, seolah sedang melumatnya. Ini berlangsung lama… lama sekali, sementara liang memeknya terasa sudah mulai mekar… menyesuaikan diri dengan ukuran kontolku yang memang di atas rata - rata.

O, betapa nikmatnya menyetubuhi adik bungsu Mamie ini…!

Rupanya dia senang “slow motion”, sehingga gesekan demi gesekan di antara alat vital kami lebih bisa dihayati. Gesekan nikmat yang membuat kami serasa tengah berada di kahyangan… seolah tengah berada di surga… surga dunia.

Setelah lumatannya dilepaskan, kualihkan mulutku untuk menjilati leher jenjangnya disertai dengan gigitan - gigitan kecil. Sementara tanganku pun ikut beraksi. Tangan kiriku meremas - remas toket kanannya, sementara tangan kananku digunakan untuk mengusap - usap rambutnya yang tergerai lepas.

Tante Tari mulai menggeliat - geliat erotis. Desah - desah nafasnya pun mulai terdengar berbaur dengan rintihan - rintihan histerisnya, “Aaaaah… aaaaa… aaaaahhhh… Booon… aaaaaah… ini luar biasa nikmatnya… tak kusangka… bakal menikmati semuanya ini… aku cinta kamu Booon… cintaaaa…

aaaaaah… kontolmu luar biasa nikmatnyaaaa… entot terusss… perlahan gini aja Boooon… aku ingin menghayati nikmatnya disetubuhi olehmu… aku sayang kamuuuu… cinta kamuuu… Boooonaaaaa… entooootttt terussss… Booonaaa… luar biasa indahnya dunia ini Booon… cintai aku juga ya Bona Sayaaaang…

Kedua tangan Tante Tari pun terkadang meremas - remas kain seprai, di saat lain meremas - remas bahuku, rambutku, tengkukku… dan terkadang mengepak - ngepak kasur, seolah burung patah sayap, ingin terbang tapi tak bisa.

Dalam indahnya menikmati semua ini, terngiang lagi kata - kata Mamie… agar Tante Tari jatuh cinta padaku. Agar hartanya jangan jatuh ke tangan lelaki pemorotan.

Tapi aku melakukan semuanya ini bukan untuk harta. Bukan. Aku hanya ingin menikmati hidup yang “terlambat nakal” ini. Karena semasa masih kuliah, aku tak pernah bertualang dengan siapa pun. Dan kini aku bebas melakukannya dengan wanita pilihanku sendiri… meski dengan keluargaku sendiri.

Sementara itu keringatku mulai bercucuran. Bercampur baur dengan keringat tanteku. Dan manakala keringat sudah membasahi tubuh kami ini, Tante Tari berbisik terengah, “Aku sudah mau lepas… mau orgasme… oooooohhhhh… sekarang percepat entotanmu sayang… aku mau lepas… mau lepasssssssss …

Tante Tari mulai berkelojotan. Aku pun mempercepat entotanku, seolah pelari marathon yang sedang sprint di depan garis finish… dan Tante Tari semakin klepek - klepek… sampai akhirnya menggeliat dan mengejang. Dengan mulut ternganga, dengan mata terpejam dan nafas tertahan.

Pada saat itulah kutancapkan kontolku sedalam mungkin, sampai menabrak dan mentok di dasar liang sanggama Tante Tari …

Pada saat itulah kurasakan sesuatu yang sangat indah. Bahwa liang memek tanteku berkedut - kedut… empot - empotan seperti pantat ayam waktu ditiupin… mpot mpot mpot… apakah ini yang disebut mpot ayam?

Namun gilanya, aku pun tak dapat bertahan lagi. Tiba - tiba moncong kontolku memuntahkan lendir kenikmatanku… crooootttt… crooootttttt… crooootttttttt… croootttt… crooootttt… crottt… crooootttt…!

Aku menggelepar di atas perut tanteku.

Lalu kami sama - sama terkulai lunglai. Dengan keringat membanjiri tubuh kami.

Ketika kuperhatikan wajah Tante Tari yang sedang menatapku dengan senyum di bibir mungilnya… tampak sekali bedanya. Dia lebih cantik dari sebelumnya. Cantiknya seorang wanita muda yang baru menikmati kepuasan birahi.

Lalu ia mencium bibirku dengan mesranya, disusul dengan bisikan, “Terima kasih Bona Sayaaaang… baru sekali ini aku merasakan puas yang benar - benar puas… barusan kita bareng - bareng lepasnya ya?”

“Iya Tante… gak kuat nahan lagi. Memek Tante terlalu enak sih. “

“Mudah - mudahan aku hamil nanti ya Bon. Soalnya sekarang aku sedang di dalam masa subur. “

“Tante mau punya anak dariku. “

“Sangat mau. Kalau anaknya cowok, biar ganteng seperti ayahnya. “

“Kalau anaknya cewek, biar cantik jelita seperti ibunya. Tapi kita gak boleh menikah.”

“Biar aja. Yang penting aku ingin cinta kita berbunga dan berbuah.”

“Iya Tante,” sahutku sambil mencabut kontolku dari liang memek tanteku. Kemudian aku turun dari bed sambil mengepal pakaianku. Dan melangkah menuju kamar mandi.

Ternyata kamar mandinya pun tak beda dengan kamar mandi dalam rumah - rumah elit di kota besar. Lengkap dengan bathtubnya segala. Mamie memang punya selera tinggi. Maklum beliau kan belasan tahun hidup di Hongkong bersama seorang pengusaha tajir melilit. Tentu saja seleranya pun tidak murahan.

Lalu entah kenapa, setelah bersih - bersih dan mengenakan pakaian lagi, aku teringat pada Mamie dan ingin meneleponnya. Maka kukeluarkan handphone dari saku celanaku. Kupijit nomor Mamie. Dan :

“Ya sayang… ada apa?”

“Boleh kami nginap di villa kayu Mam?”

“Boleh. Boleh. Usahakan agar dia mencintaimu Sayang. “

“Sudah. “

“Haaa? Sudah?!”

“Iya,” sahutku yang tetap ngomong perlahan. Takut terdengar oleh Tante Tari yang masih terkapar di atas bed itu.

“Hebat. Anak Mamie memang punya daya pesona tinggi. Mamienya aja sampai bertekuk lutut. Jadi maksud sudah itu, sudah kamu gauli?”

“Iya. “

“Hihihiiii… baguusss… berarti dia takkan jatuh ke tangan lelaki yang cuma ingin morotin duitnya. Tau nggak? Duit dia itu lebih banyak daripada duit Mamie Bon. Tapi dia gak ngerti mau diapakan duit sebanyak itu. Makanya nanti kamu arahkan, agar duitnya dikembangkan. Jangan dihabiskan begitu saja.

“Iya Mam. Sudah ya. “

“Iya, iyaaaa… kalau mau nginep di villa kayu itu, ngineplah dengan tenang. Yang penting Mamie juga harus dapet jatah nanti yaaa… emwuaaaah… “

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu