2 November 2020
Penulis —  qsanta

Keluarga Maemunah

Sang dokter hanya tertawa melihat ibu dan anak yang keheranan akan aksi anjingnya.

“Hehehe… terkadang hewan lebih pintar daripada manusia. Anjing bisa membedakan mana betina yang bisa dikawininya.”

“Apa? Jadi maksud dokter?”

“Iya. Hehehe.”

“Terus, gak takut penyakitnya dok?”

“Ya tidak dong. Tentu sudah divaksin duluan.”

“O ya mah, kalau di hadapan bu dokter, sebaiknya mama gak usah malu lagi.”

“Malu gimana maksudmu nak?”

“Telanjang aja.”

“Hah!”

Munah terkejut mendengar perkataan anaknya. Dokter terkejut lantas tertawa tersipu mendengar perkataan Beni.

“Betul kata Beni, Ibu tak perlu malu. Atau gini saja, biar kita sama, saya dulu deh yang buka baju.”

Kini giliran Beni yang terkejut mendengar kata - kata bu dokter. Apalagi selesai berkata, bu Dokter melepas pakaian lantas menaruhnya di sofa. Munah pun mengikut langkah dokter.

Beni hanya melongo melihat tubuh dokter yang pendek namun berisi. Dokter hanya tersipu, matanya segera menatap mempertahikan tulisan di pantat kanan Munah. Munah menyadari tatapan dokter.

“Ini dok, ada - ada aja kelakuan anak saya ini. Memang nakal.”

“Gak apa - apa bu. Namanya juga darah muda, darahnya para remaja. Yang selalu merasa gagah, tak pernah mau mengalah.”

Mendengar pembicaraan mengenai dirinya, Beni hanya bisa duduk sambil menggaruk kepalanya yang bahkan tidak gatal sama sekali.

“Kalau boleh, saya ingin melihat dari dekat tulisannya Bu.”

“Lihat aja dok, gak usah sungkan. O ya mah, turuti aja semua kata Bu Dokter, jangan membantah.”

“Kamu ini. Terserah kamu deh.”

“Wah, bener nih bu?”

“Iya dok. Jangan sungkan.”

“Makasih Bu. Kalau gitu, coba sekarang ibu nungging dihadapan saya.”

Munah lantas nungging, pantatnya berada di hadapan dokter yang sedang duduk. Mata dokter kini melihat dengan seksama tulisan yang ada di pantat kanan Munah.

“Kalau saya sentuh boleh tidak?”

“Boleh dok. Dokter apa - apain juga boleh kok. Iya kan mah?”

“Iya aja deh.”

Munah terkejut merasakan pahanya dielus - elus. Apalagi Munah belum pernah dijamah oleh sesama wanita. Beni diam saja karena penasaran akan aksi yang dilakukan dokter.

Tangan dokter terus beraksi hingga kini jemarinya menyentuh memek Munah. Munah mulai merasakan gairahnya naik. Apalagi saat jemari dokter bermain - main di klitorisnya. Tangan dokter mulai merasakan bahasa tubuh Munah yang menandakan kalau Munah akan segera orgasme. Kini, tangan kiri dokter bermain di itil Munah, sedang tangan kanannya diangkat tinggi di udara.

Sesaat, hanya sesaat, Munah merasa kecewa saat tangan yang bermain di itilnya tiba - tiba ditarik. Namun saat pantatnya ditampar, meledaklah orgasme Munah hingga tubuhnya bergetar dan kejang.

“Wah nak, ibu gak nyangka, ternyata peliharaan kamu benar - benar binal.”

Beni terkejut mendengar kata - kata dokter, namun lantas tersenyum.

“Iya dong dok. Kalau gak gini sih mana mau saya pelihara. Ngabisin duit itu namanya.”

Mendengar dirinya dipercakapkan sedemikian rupa, membuat Munah malu. Namun di sisi lain, ada kenikmatan tersendiri yang Munah rasakan, saat dirinya dihina dan atau dipermalukan. Karena lemas, Munah putuskan untuk telungkup ditempat, dihadapan dokter yang sedang duduk manis di sofa.

“Ngomong - ngomong soal duit, ibu mau ngajak bisnis sama kamu.”

“Bisnis apaan dok?”

“Ibu lihat, rumah kamu cukup besar. Apalagi ditambah pekaranganmu. Kalau mau, kita bisnis penitipan anjing.”

“Penitipan gimana?”

“Kadang suka ada yang titipin anjing ke saya. Kalau kita kerjasama, ntar anjingnya saya bawa ke sini, sebagai tempat hiburannya.”

“Trus, ngehiburnya bagaimana? Saya kan gak punya fasilitasnya?”

“Ya pake ini,” kaki dokter menyentuh pantat Munah. “Jadi adek bisa berdayakan peliharaannya.”

“Wah, ide bagus tuh dok. Oke deh, saya setuju. Tapi kan, katanya gak boleh kawin dulu nih.”

“Ya, sementara ini sambil menunggu waktu, bisa kita buat sarana penunjangnya.”

“Misalnya apa dok?”

“Kita buat kandang tambahan aja. Memang sih halaman rumah adek gak memungkinkan untuk membuat banyak kandang. Tapi tetap, lumayan daripada lumanyun.”

Kesadaran Munah kembali pulih, namun Munah putuskan untuk tetap berbaring diam sambil mendengarkan. Saat percakapan tiba ke soal lahan, Munah menjadi ingat sesuatu. Yaitu sesuatu yang ada di hati.

“Butuh lahan dok? Saya ada sebidang tanah, cuma daerahnya agak terpencil.”

“Seberapa luas?”

“Dua hektar. Namun ya, bukan berupa lapang. Banyak pohon dan tetumbuhan lainnya.”

“Cucok. Kalau peliharaan adek ini punya uang untuk sedikit membangun kandang, mungkin bisnis kita bisa berkembang lebih cepat.”

“Buat kandangnya berjajar dulu beberapa petak. Dibenteng sekelilingnya setinggi mungkin.”

“Apa gak ribet dok? Lagian kan lahannya juga agak jauh.”

“Kalau itu sih, gini aja. Sekalian aja bangun gubuk, atau bangunan semi permanen. Siapa tahu nanti bisa tinggal di sana.”

***

Setelah mereka membicarakan bisnis, dokter pamit. Tentu Munah dan anaknya terkejut karena mereka ingin menjamu dokter dulu. Namun apa lacur, jadwal dokter termasuk padat. Dilepaslah kepergian dokter dengan harapan agar kembali lagi.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu