2 November 2020
Penulis —  Neena

Malam Malam Jahanam

Lewat tengah siang aku baru terbangun. Sementara Anna tampak sudah mandi. Bahkan sudah mengenakan celana jeans dan baju kaus putih.

“Sudah lama bangun?” tanyaku setelah menggeliat dan turun dari bed.

“Sejam yang lalu,” sahutnya.

“Udah makan?”

“Makan di mana? Keluar kamar aja belum. Takut ada yang nanya aku siapa dan sebagainya.”

“Ohya… di sini ada Mbak Nindie, kakak seayahku. Udah kenal dia kan?”

“Owh… udah kenal sama Nindie sih. Dia di sini sekarang? Bukankah dia di luar Jawa?”

“Iya. Dia cerai sama suaminya. Makanya kutempatkan aja di sini buat ngurus dapur dan satpam - satpam itu.”

“Owh… iya. Dulu kan Nindie pelatih bela diri ya. Pantesan satpamnya perempuan. Mungkin mantan murid Nindie kali.”

“Iya. Kamu cerdas Beib. Nanti kita ke villa aja ya. Biar romantis suasananya. Tapi jangan ngomong sama Mbak Nindie. Bilang mau nengok Mamie aja.”

“Iya, iyaaa… mandi dulu sana gih.”

“Memang aku mau mandi Beib,” sahutku disusul dengan kecupan di pipinya. Kemudian melangkah ke dalam kamar mandi. Dan mandi sebersih mungkin.

Ketika aku keluar dari kamar mandi, kulihat Anna sedang duduk di sofa sambil mendengarkan lagu - lagu Dua Lipa dari handphonenya.

“Bagusnya jangan pakai celana jeans gitu, biar kelihatan bahwa kamu itu cewek Beib,” kataku sambil memegang bahunya.

“Emang pakai celana gini aku kelihatan kayak cowok?” tanyanya.

“Bukan gitu. Kita kan mau ke villa. Kalau pakai gaun atau rok kan gampang nyingkapinnya. Hihihihiii…”

“Ogitu ya. Aku bawa gaun tapi mini semua,” sahutnya sambil tersenyum.

“Malah bagus. Biar kemulusan pahamu kelihatan Beib,” kataku sambil mengeluarkan baju kaus dan celana pendek serba hitam dari dalam lemari pakaianku. Lalu kukenakan pakaian casual itu sementara Anna pun sudah mengenakan gaun span mini biru ultramarine yang memamerkan paha putih mulusnya.

“Kamu pakai apa aja kelihatan pantas Yang,” kata Anna sambil mengecup pipiku.

“Dan kamu sangat seksi memakai gaun mini begini,” sahutku sambil merayapi pahanya yang licin dan bisa bikin lalat terpeleset kalau hinggap di situ. Lebay ya.

“Kita mau langsung ke villa sekarang?” tanyanya.

“Iya. Nanti kita makan siang di dekat villa aja. Ada rumah makan langgananku di sana.”

Lalu kubuka pintu yang menghubungkan kamarku dengan garasi.

Setelah berada di dalam mobil, kupijat remote control pintu garasi yang selalu standby di dalam laci dashboard mobilku.

Dua orang satpam perempuan langsung mendekati pintu garasi yang sudah terbuka.

Hanya sebentar aku memanaskan mesin mobilku. Lalu menggerakkannya ke luar.

“Selamat siang Boss, “sapa kedua satpam perempuan itu sambil bersikap tegak.

Aku hanya mengangguk sambil tersenyum. Lalu mengeluarkan mobilku melewati puntu gerbang depan.

Beberapa saat kemudian mobilku sudah kularikan ke luar kota.

“Jadi ceritanya kita mau berbulan madu di villa nih?” cetus Anna sambil memegang dan meremas tangan kiriku.

“Iya,” sahutku sambil tersenyum, “Anggap aja kita sedang bulan madu.”

“Terus kalau aku hamil gimana?”

“Jangan dulu hamil. Itu di laci dashboard ada pil kontrasepsi. Disetubuhi seratus kali juga kamu gak bakalan hamil Beib.”

“Ogitu ya. Jadi kamu selalu siap dengan pil anti hamil Yang?”

“Iya. Aku kan harus jaga - jaga, jangan sampai hamilin anak orang tanpa tujuan.”

“Ohya Chepi Sayang… kalau aku tinggal di kota ini, ada job buatku gak?”

“Mmm… ada sih. Jadi kepala gudang, mau nggak?”

“Kepala gudang?! Kok serem banget kedengarannya?”

“Lho, kamu tinggal ngawasin aja jumlah barang yang datang dan keluar. Yang bekerja pegawaiku lah.”

“Aku kan cuma lulusan high school, setingkat dengan SMA di sini. Bisa nggak ya ngerjainnya?”

“Pasti bisa lah. Tapi kamu memang takkan balik ke Singapore lagi?”

“Nggak ada yang membiayainya. Kan tanteku yang dulu membiayai sekolahku sudah meninggal.”

“Ya udah kalau gitu untuk sementara ambil aja job itu. Mumpung belum diisi orang.”

“Terus aku tinggal di mana?”

“Di dekat gudang itu ada rumah yang bisa kamu tempati.”

“Aman gak?”

“Sangat aman Beib. Kan baik gudangnya mau pun rumah untuk kepala gudang juga dijaga oleh beberapa orang satpam.”

“Satpamnya cewek apa cowok?”

“Di sana sih satpamnya cowok semua.”

“Mmm… barang - barang di dalam gudang itu apa saja jenisnya?”

“Hanya pakaian untuk diekspor ke timur tengah.”

“Busana muslim semua ya.”

“Iya.”

“Mau deh aku dijadiin kepala gudang.”

“Untuk sementara aja. Nanti kalau kantor baruku sudah selesai dibangun, bisa aja kamu kutempatkan di kantor Beib.”

“Iya. Tapi kalau ditempatkan di kantor, aku harus melanjutkan pendidikanku dulu Yang. Supaya gak bego - bego amat nantinya.”

“Idealnya memang begitu. Tapi kamu kan bisa nyari calon wakilmu nanti. Pada waktu kamu kuliah, wakilmu itu yang mengerjakan tugasmu.”

“Ada sih saudara sepupuku. Tapi aku takut mengajaknya.”

“Kenapa?”

“Karena dia cantik sekali. Seksi pula. Kalau diajak ke sini, bisa - bisa kamu samber dia Yang.”

“Hush… aku bukan tukang samber cewek Beib,” ucapku sambil membelokkan mobilku ke pekarangan rumah makan yang terletak di luar kota, tidak jauh dari villa kepunyaan Tante Aini itu. Lalu kami makan di situ.

Setelah makan, kami lanjutkan lagi perjalanan menuju villa yang tidak jauh dari rumah makan itu.

“Mentalmu sudah benar - benar siap untuk digauli olehku Beib?” tanyaku sambil memegang lutut kanan Anna yang tidak tertutup gaun mininya.

“Fisik dan mentalku udah siap Yang. Soalnya aku juga ingin merasakannya.”

“Merasakan apa?”

“Merasakan disetubuhi oleh cowok. Sesuatu yang belum pernah kualami.”

“Kalau kami benar - benar masih perawan, kamu akan mendapat tempat istimewa di hatiku Beib.”

“Iya, makanya aku ingin mendapat tempat istimewa di hatimu, makanya aku akan menyerahkan sekujur tubuhku padamu dengan ikhlas.”

“Kalau ternyata tidak perawan lagi bagaimana?”

“Kalau aku gak perawan, kamu gak usah kenal lagi sama aku. Anggap aja aku hanya sekadar sampah. Bagaimana mungkin aku tidak perawan lagi. Pacaran serius pun belum pernah. Di Singapore apalagi, dengan teman sekelas aja gak saling sapa. Semua cuek, mengurus dirinya sendiri semua. Jadi aku juga terbawa - bawa begitu.

Aku tidak menanggapi. Karena diam - diam aku sedang membangun rencana. Bahwa aku akan memperistrikan setiap perempuan yang masih perawan sebelum kusetubuhi. Dan aku baru punya satu sosok yang masih perawan sebelum kusetubuhi. Yakni dosenku sendiri yang bernama Shanti itu. Tentang Nike, aku belum membuktikan masih perawan tidaknya.

Maka kalau Anna benar - benar masih perawan, dia akan menjadi calon istriku. Kalau memeknya sudah bolong alias bekas kontol orang lain, sorry, jadi teman atau saudara saja lah.

Villa punya Tante Aini ini dipakai setahun sekali juga tidak. Mungkin Tante Aini hanya membelinya sekadar menanam investasi. Padahal villanya cantik sekali. terletak di puncak bukit kecil yang dikelilingi oleh hutan pinus. Menurut Tante Aini, hutan pinus itu pun miliknya. Kelak jika pohon - pohon pinus sudah waktunya ditebang, aku juga yang ditugaskan untuk menjual kayunya kepada pihak yang membutuhkannya sebagai bahan bangunan atau untuk pulp pabrik kertas.

Villanya sendiri memang terbuat dari bahan tembok biasa. Tapi dilapisi dengan parkit kayu pinus yang sudah dioven. Memang kayu pinus bukan bahan kuat seperti jati, suren, kayu besi dan sebagainya. Tapi kalau sudah dioven, lain lagi ceritanya. Jadi kokoh dan cantik urat - uratnya. Sedangkan lantainya dilapisi parkit kayu rasamala yang juga sudah dioven, sehingga jauh lebih keren daripada sebelumnya.

(parkit = kayu yang sudah dipotong 20 X 10 centimeter, dengan ketebalan sekiktar 1 centimeter).

Begitu tiba di depan villa itu, Anna tampak asyik memperhatikan keadaan di sekelilingnya. “Terasa seperti di tengah hutan benar, tapi nyaman sekali perasaanku Yang,” ucapnya pada waktu aku memeluknya dari belakang.

“Mungkin nyamannya karena ada aku ya,” ucapku setelah menciumi tengkuknya.

“Iya, “Anna memutar badannya jadi berhadapan denganku. Lalu memagut bibirku ke dalam ciuman lengketnya. Dan berkata, “Tanpa kamu, mungkin villa ini membuatku takut. Takut ada binatang buas atau ada orang jahat.”

“Di sini tidak ada binatang buas. Keamanannya juga terjamin, karena ada beberapa petugas security yang selalu bergantian menjaga di pintu masuk tadi,” ucapku sambil mengangkat tubuh langsing Anna dan membopongnya ke dalam villa.

Lalu kuajak dia duduk di sofa ruang belakang, agarf bisa memandang indahnya view di bagian belakang villa. Di sofa itu Anna merebahkan kepalanya di atas kedua pahaku sambil berkata, “Indah sekali pemandangannya Yang.”

“Lebih indah lagi kalau kamu rebahannya sambil telanjang Beib.”

“Kamu dong yang lepasin pakaianku biar terasa mesranya,” sahut Anna sambil memegangi pergelangan tanganku.

Kuamati sejenak gaun mini biru ultramarine yang dikenakan oleh Anna itu. Ternyata ritsletingnya ada di depan, memanjang dari paling atas sampai ke ujung terbawah. Sehingga aku takkan kesulitan menanggalkan gaun mini itu.

Sekali tarik ritsleting plastik yang sewarna dengan gaunnya, maka terbelahlah gaun mini itu. Tak ubahnya membuka kimono. Ketika tubuh langsing tapi tidak kurus itu tinggal mengenakan beha dan celana dalam, aku spontan mengangkat dan membopong lagi tubuh mulus itu ke atas bed. di situlah Anna melepaskan behanya, sehingga tinggal celana dalam yang masih melekat di tubuhnya.

Pada waktu aku melepaskan celana dalamnya itulah, aku dibuat terlongong. Karena memek Anna tidak seperti tadi malam lagi. Memeknya sudah bersih dari rambut…!

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu