2 November 2020
Penulis —  Neena

Malam Malam Jahanam

**Part 07

Tak dapat kupungkiri bahwa sejak dalam perjalanan menuju pemandian air panas ini kontolku ngaceng terus. Terlebih lagi setelah menyaksikan Mama Aleta telanjang bulat dengan menyiarkan aura seksual yang begitu dahsyatnya. Semakin ngaceng jugalah batang kejantananku ini. Sehingga aku jadi malu melepaskan pakaianku.

Tapi Mama Aleta menegurku. “Ayo lepasin pakaianmu dan turun ke sini. Mau nonton mama telanjang doang?”

Akhirnya kulepaskan busanaku sehelai demi sehelai, sampai telanjang bulat seperti Mama Aleta. Lalu turun ke bak air panas yang airnya sudah setinggi paha Mama Aleta.

Mama Aleta menyambutku dengan memegang kontolku yang sudah ngaceng berat ini. “O my God…! Penismu panjang gede gini Chep…! Sudah ngaceng pula. Udah kepengen dientotin ke sini ya?” ucap Mama sambil menepuk - nepuk memeknya yang bersih dari bulu.

“Hehehe… kalau dikasih sie aku takkan menolak Mam.”

“Nanti aja di rumah ya. Jangan di sini. Kan kita hanya boleh seperempat jam berada di dalam kamar mandi ini. Kalau kelamaan bisa pada pingsan nanti. Sekarang sabunin mama dong. Mau?”

“Siap Mam,” sahutku sambil menyambar botol sabun cair Mama Aleta dari bibir bak mandi.

Mama Aleta pun membelakangiku sambil berkata, “Punggungnya dulu Chep.”

permintaannya. Dan mulai menyabuni punggungnya yang terasa padat kencang. Bokongnya pun terasa padat kencang sekali.

Aku pun teringat ucapan Bu Shanti, bahwa mamanya rajin melakukan kebugaran di tempat fitness. Dan Bu Shanti jadi ikut - ikutan menyukai latihan kebugaran.

Sekarang aku sudah membuktikannya. Betapa padat dan kencangnya tubuh mamanya Bu Shanti yang bule asli ini.

Ketika aku menyabuni bagian depannya, kontolku semakin ngaceng. Karena aku mulai dengan menyabuni sepasang payudaranya yang juga hanya sedikit turun tapi belum kendor.

Yang mengagumkan adalah bahwa memek Mama Aleta tidak berbulu setitik pun. Mungkin dia melakukan waxing atau mungkin juga mengikuti mode zaman sekarang, membersihkan jembut dan bulu halus dengan sinar laser. Padahal anaknya (Bu Shanti) ada jembutnya, meski digunting pendek - pendek.

Dan ketika tiba giliran memek Mama Aleta yang mulai kusabuni, tanganku malah kerasan di bagian yang paling indah itu. Bahkan sesekali kuselinapkan jemariku yang bersabun ini ke dalam celah memek Mama Aleta, sehingga Mama Aleta merengkuh leherku, kemudian menciumi bibirku tanpa berkata - kata sepatah kata pun.

Terlebih setelah Mama Aleta menangkap kontolku, lalu mencolek - colekkan ke celah memeknya yang sudah licin oleh sabun cair.

Tentu saja aku mulai edan eling dibuatnya. Maka tanpa dapat kontrol diri lagi, ketikka terasa kepala penisku sudah agak masuk ke belahan memek Mama Aleta, kudesakka kontolku… blessssssss… melesak masuk ke dalam liang memek Mama Aleta.

“Kok dimasukin? Gak kuat nahan nafsu lagi ya?” ucap Mama Aleta sambil menyandar ke dinding dan mendekap pinggangku.

“Iya Mam… maafkan aku ya… semua ini terlalu erotis buatku…”

Lalu Mama Aleta menepuk - nepuk pantatku sambil berkata, “Ya udah entotin aja. Tapi jangan terlalu lama ya. Kalau kurang kenyang, nanti kita lanjutkan di rumah.”

“Iii… iya Mam… “kuayun kontol ngacengku sambil memeluk leher Mama Aleta disusul dengan pagutannya di bibirku, yang kusambut dengan lumatan penuh gairah.

Mama Aleta terasa sangat bergairah menyambut entotanku. Sementara aku sendiri merasakan sesuatu yang luar biasa. Bahwa liang memek Mama Aleta begini enaknya, empuk tapi legit. Seperti mengisap - isap moncong kontolku.

Meski sambil berdiri, ternyata ngentot Mama Aleta sangat enak. Karena tinggi badannya nyaris sama dengan tinggi badanku. Padahal tinggi badanku di atas rata - rata bangsaku.

Karena itu aku tak perlu membungkuk waktu mengentot Mama Aleta ini. Bahkan aku bisa menciumi dan menjilati leher mamanya Bu Shanti ini.

Mama Aleta pun berbisik, “Penismu luar biasa enaknya Chep… ooooohhhh… ini benar - benar fantastis… ooooh… bisa cepat ejakulasi nggak?”

“Masih lama Mam…”

“Kalau gitu cabut dulu deh penismu. Nanti kita lanjutkan di rumah aja yaaa…”

Aku sependapat dengan keinginan Mama Aleta. Karena aku juga merasa takut - takut melakukan semua ini, mengingat kami berada di dalam kamar mandi ini sudah lebih dari seperempat jam. Kalau terlalu lama bisa pingsan karena menghirup uap belerang. Karena itu kucabut kontolku dari liang memek Mama Aleta.

“Mau dibilas pakai air dingin juga bisa Mam. Ada tempatnya di sini,” kataku.

“Nanti aja deh di rumah. Abis berendam dengan air panas lalu dibilas dengan air dingin kan gak enak,” sahut Mama Aleta sambil menghanduki tubuhnya di luar bak mandi.

Setelah kami sama - sama berpakaian, Mama Aleta mengusap - usap rambutku yang masih basah, sambil berkata, “Sabar ya Chep. Nanti di rumah akan mama kasih sepuasnya. Mau sampai lima enam kali juga mama kasih nanti.”

“Iya Mam,” sahutku sambil tersenyum.

Beberapa saat kemudian aku sudah melarikan mobilku menuju daerah rumah Bu Shanti kembali.

“Bagaimana perasaanmu sekarang?” tanya Mama Aleta sambil memegang tangan kiriku dan meremasnya, “Kan walau pun cuma sebentar sudah merasakan vagina mama.”

“Rasanya seperti bermimpi Mam. Karena tak menduga bakal merasakan fantastisnya memek Mama,” sahutku.

“Sama, mama juga seperti bermimpi, setelah belasan tahun puasa dari seks, tiba - tiba mendapatkan anak muda yang tampan dan menggemaskan ini,” kata Mama Aleta sambil menggerayangi celana jeansku dan berhasil menggenggam kontol di balik celana dalamku.

“Belasan tahun puasa dari seks?”

“Iya,” sahut Mama Aleta sambil mengelus - eslus moncong kontolku yang masih ngaceng karena belum ejakulasi ini, “Papanya Shanti kan sudah belasan tahun impoten.”

“Ohya?!”

“Memang begitulah keadaannya. Gara - gara terjatuh dari motor, bisa jadi begitu. Tulang ekornya retak dan ada tulang punggungnya yang patah. Lalu dirawat di rumah sakit, karena mendadak lumpuh. Setelah dirawat sebulan di rumah sakit, dia bisa jalan lagi. Tapi kejantanannya mengalami disfungsi. Sejak saat itulah dia impoten, sampai sekarang.

“Sudah berusaha ditolong oleh dokter, khusus untuk menyembuhkan impotensinya itu Mam?”

“Sudah ke Filipina segala untuk berusaha menyembuhkannya. Tapi para dokter di sana pun tidak bisa memulihkannya lagi.”

Setibanya di rumah Bu Shanti, Mama Aleta tidak lagi membahas masalah suaminya yang mengalami impotensi itu. Mama Aleta ingin mandi dulu untuk membersihkan badannya dari air mineral mengandung mineral tadi. Maka ia masuk ke dalam kamarnya yang berdampingan dengan kamar Bu Shanti. Sementara aku sendiri masuk ke dalam kamar Bu Shanti seperti yang sudah diuatur oleh pemilik kamar itu tadi siang.

Setelah mandi kukenakan baju kaus putih dan celana pendek abu - abu, tanpa mengenakan celana dalam. Karena aku yakin sebentar lagi aku sama sekali tidak membutuhkan celana dalam…!

Lalu aku duduk di ruang keluarga. Tapi baru sebentar aku duduk di sofa ruang keluarga, pintu kamar Mama Aleta terbuka. Mama Aleta langsung menggapaikan tangannya, “Ke sini aja,” ucapnya.

Aku pun masuk ke dalam kamar Mama Aleta.

Kamar yang ditempati oleh Mama Aleta itu fasilitasnya sama persis dengan kamar Bu Shanti (yang untuk sementara dijadikan kamarku). Ada sebuah bed luas, 1 set sofa putih, televisi layar lebar, kulkas, microwave dan banyak lagi. Kamar mandinya pun sama bagusnya dengan kamar mandi Bu Shanti sendiri.

Saat itu Mama Aleta sudah mengenakan kimono berwarna hitam, sehingga kontras sekali dengan kulitnya yang putih bersih.

Mama Aleta pun mengajakku duduk berdampingan di sofa. “Sekarang kamu nilai mama secara jujur ya. Mama ini seperti apa di dalam pandanganmu. Jawab aja sejujur mungkin. “”Luar biasa Mam. Tadinya kupikir Mama ini sudah tua. Tapi ternyata masih muda sekali.”

“Mama memang sudah empatpuluhlima tahun Chep. Waktu melahirkan Shanti, umur mama sembilanbelas tahun. Sekarang Shanti sudah duapuluhenam tahun kan?”

“Tapi Mama kelihatan masih muda. Bahkan bisa disejajarkan dengan wanita yang di bawah tigapuluhan.”

“Masa sih?!” Mama Aleta tampak senang mendengar ucapanku.

“Betul Mam. Sebagai contoh, ibu kandungku baru berumur tigapuluhdelapan tahun. Tapi Mama kelihatan lebih muda daripada ibuku. Kalau didampingkan, mungkin Mama seperti sebaya dengan ibu tiriku yang usianya baru duapuluhdelapan tahun.”

“Begitu ya? Mmm… jadi mama ini masih menarik bagimu?”

“Kalau aku boleh bicara jujur, Mama ini sangat menggiurkan bagiku.”

Mama Aleta tampak semakin tersanjung. Lalu ia menanggalkan kimono hitamnya, sehingga ia langsung telanjang bulat. Karena ia tidak mengenakan beha mau pun celana dalam di balik kimono hitam itu.

“Ayo lepaskan pakaianmu,” kata Mama Aleta, “Yang tadi belum tuntas kan?”

“Iya Mam,” sahutku sambil melepaskan celana pendek dan baju kausku. Sehingga aku jadi telanjang bulat seperti Mama Aleta.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu