2 November 2020
Penulis —  Neena

Malam Malam Jahanam

Part 14

Peristiwa indah bersama Tante Esther itu terus - terusan menggelayuti terawanganku sejak aku meninggalkan rumahnya sampai tiba di kantor, di mana karyawan dan karyawatiku masih pada sibuk mengerjakan tugasnya masing - masing. Padahal beberapa menit lagi mereka sudah mau pulang.

Aku pun langsung menuju ruang kerjaqku yang berdampingan dengan ruang kerja kesepuluh karyawanku. Nike tampak masih bekerja di depan laptopnya.

“Jangan pulang Beib. Aku ingin ngobrol banyak denganmu. Tapi sekarang mau mandi dulu ya,” kataku.

Nike mengangguk sambil tersenyum manis.

Aku pun langsung menuju kamarku. Langsung masuk ke kamar mandiku.

Aku memang harus mandi sebersih mungkin, lalu mengganti pakaianku, takut ada harum parfum Tante Esther yang menempel di badanku dan tercium oleh Nike.

Pada saat aku mandi, jam kerja para karyawan pun habis. Maka setelah mandi kukenakan saja baju dan celana piyamaku.

Kemudian menghampiri Nike yang masih standby di ruang kerja kami berdua.

“Duh enaknya Boss Chepi, bisa langsung ganti baju piyama, karena kantornya menyatu dengan rumah,”

“Iya. Tapi kalau bangunan kantor baru itu sudah selesai, aku bakal sama aja dengan kamu Beib.”

“Tadi katanya mau ngajak ngobrol, soal apa Yang?”

“Ngobrolnya di kamarku aja yuk. Biar leluasa. Kalau di ruang kerja gini kan sikap kita jadi berbau - bau formal.”

Nike mengangguk sambil tersenyum. Lalu mengikuti langkahku, masuk ke dalam kamarku yang dengan ruang kerjaku hanya terbatas ruang keluarga.

Di dalam kamarku, Nike meletakkan tas kecilnya di atas meja kecil, lalu duduk di sofa putihku.

Seperti biasa saat itu Nike mengenakan baju seragam kantor perusahaan. Mengenakan blazer dan spanrok serba putih, dengan blouse berwarna kuning muda. Seragam itu harus dikenakan oleh seluruh karyawati di perusahaanku (Sebenarnya perusahaan punya Tante Aini. Tapi Tante Aini memakai namaku sebagai ownernya).

Aku duduk di samping Nike sambil berkata, “Perasaan dari hari ke hari, kamu semakin cantik aja Nik.”

“Deuh gombal gitu pasti ada maunya.”

“Memang ada mauku.”

“Mau apa Yang?” tanya Nike sambil merapatkan duduknya padaku.

“Kita kan bakal jadi suami - istri. Tapi mencium bibirmu pun tak pernah.”

“Aku kan ikut kemauan Bang Chepi aja. Kalau Abang cuma ingin cium pipi, ya aku kasihkan pipiku. Kalau mau cium bibir ya pasti akan kukasih juga, walau pun aku belum pernah merasakan dicium cowok.”

“Kalau aku mau cium bibir yang bawah dikasih gak?” tanyaku sambil merayapkan tanganku ke pahanya yang putih mulus.

“Bibir bawah? Iiih… emangnya bibir bawah suka dicium?” Nike bergidik.

“Suka. Malah setelah dicium lalu dijilati.”

“Iiih Baaang… dengernya aja aku merinding nih.”

“Tapi kamu benar - benar masih perawan kan?”

“Masih Bang. Kalau gak perawan lagi bunuh aja aku di malam pertama kita nanti.”

“Kalau kubuktikan keperawananmu sekarang, boleh nggak?” tanyaku dengan desir nafsu yang semakin menggodaku.

“Boleh aja,” sahut Nike tenang, “Asalan ada kepastian dulu kapan kita menikah.”

“Tentu saja kamu harus jadi mualaf dulu Beib.”

“Aku sudah jadi mualaf Bang.”

“Haaa?! Yang bener… !” cetusku kaget.

“Serius Bang. Surat resminya juga ada.”

“Di mana kamu resmi jadi mualaf Beib?”

“Di masjid dekat rumah.”

“Kapan itu terjadi?”

“Kira - kira dua minggu yang lalu.”

“Kok gak bilang - bilang sama aku?”

“Kan agama itu urusan pribadiku dengan Tuhan. Aku jadi mualaf atas kesadaranku sendiri. Bukan karena paksaan dari Bang Chepi. Makanya aku diam - diam aja.”

“Sebelum jadi mualaf, kamu tentunya belajar dulu kan?”

“Iya Bang. Aku diajari oleh saudara sepupuku yang sudah duluan jadi mualaf.”

“Mamamu marah nggak?”

“Nggak. Kan familiku banyak yang sudah jadi mualaf.”

Aku terharu mendengar pengakuan itu. Lalu kucium bibir Nike, sebagai ciuman bibibr yang pertama bagi kami. Kali ini bukan atas nama nafsu. Tapi atas dasar perasaan haru dan bahagia, karena Nike sudah jadi mualaf atas kesadarannya sendiri.

Aku bahkan membatalkan niatku untuk mengambil keperawanan Nike, karena kesadaranku datang sendiri dengan teguhnya. Bahwa aku tak mau mengotori hidup Nike yang kuanggap masih suci. Aku tak mau terlalu banyak bergelimang dosa. Terutama Nike yang sudah menjadi mualaf itu, harus kujunjung tinggi di atas ubun - ubunku.

Akhirnya aku dan Nike hanya ngobrol ke barat ke timur saja, tanpa point penting.

Lalu kuijinkan Nike pulang dengan motor barunya yang dibeli oleh sebagian isi cek hadiah dariku itu.

Setelah Nike pulang, aku pun tidur dengan nyenyaknya.

Jam sembilan malam aku terbangun, karena perutku terasa lapar.

Setelah termenung sesaat, kuganti pakaianku, lengkap dengan jaket kulitku.

Kemudian kukeluarkan mobilku dari garasi. Dan kularikan di jalan aspal, menuju sebuah resto yang buka 24 jam.

Aku cuma minta french fries dan ayam goreng crispy pedas.

Ketika aku baru mulai menikmati french fries-ku, terdengar suara perempuan di samping kananku, “Selamat malam Boss.”

Ketika menoleh ke arah datangnya suara, ternyata yang menyapaku itu seorang perempuan muda yang hitam manis, yang tak lain dari karyawatiku sendiri, bernama Kristina.

“Malam, “aku mengangguk sambil tersenyum, “Sama siapa Tin?”

“Sendirian aja Boss,” sahut Kristina yang biasa kupanggil Tina itu.

“Ayo kalau begitu pesan sana mau makan apa?”

“Saya sudah selesai makan Boss.”

“Kalau begitu temani aku makan deh. Ayo duduk di situ,” ucapku sambil menunjuk ke kursi yang berada di depanku, terbatas oleh meja resto yang di seluruh dunia ada cabangnya itu.

Kristina pun duduk di kursi yang kutunjuk.

Aku sudah tahu bahwa Kristina punya suami yang bekerja di kapal barang di luar negri. Dan hanya pulang sembilan bulan sekali. Karena suaminya sembilan bulan di laut, tiga bulan di darat.

Dan aku sudah sering menggodanya, karena aku suka sekali yang hitam manis seperti Kristina itu. Tadinya aku cuma iseng saja, suka mengirim WA padanya. Dan selalu saja sambutannya hangat. Tapi aku belum pernah melakukan apa - apa dengannya, karena aku pun ragu untuk, menggoda karyawatiku sendiri.

Tadi pada waktu aku melepaskan Nike begitu saja, sebenarnya ada yang kutindas di dalam batinku. Yang kutindas itu adalah nafsu birahi. Demi kenyamanan batin Nike, aku membatalkan niatku untuk “membuktikan” perawan tidaknya kekasihku yang jelita dan sangat patuh itu. Lalu aku mencoba melupakannya dengan istirahat total.

Tapi setelah bangun tidur di saat yang tidak tepat ini si Jhoni bangun lagi. Sedangkan Mbak Nindie tengah “cuti bulanan”.

Maka perjumpaan tak disengaja dengan Kristina ini merupakan celah yang menggembirakan bagiku. Karena belakangan ini aku punya “desir khusus” kepada karyawatiku yang usianya baru 21 tahun itu. Hanya 2-3 tahun lebih tua dariku.

Maka obrolan lewat WA yang terkadang sudah melewati batas itu, kini ingin kubuktikan dalam kenyataan. Bahkan aku masih menyimpan WA dengannya di luar jam kerja itu :

Aku - Kamu siap berbagi rasa denganku?-

Tina - Siap lah. Kapan dan di mana?-

Aku - Nanti ya… aku mau pilih waktu yang terbaik -

Tina - Jangan nunggu suami saya keburu pulang Boss -

Aku - Memangnya kapan suamimu pulang? -

Tina - Mungkin pertengahan bulan depan -

Dan kini perempuan hitam manis yang sudah janjian mau ena-ena di WA itu sudah muncul sendiri di depan mataku, dalam suasana batinku yang sedang membutuhkan penyaluran nafsu birahiku ini.

“Bagaimana kalau rencana wikwik kita sekarang aja dilaksanakannya?” tanyaku ketika Kristina sedang tersenyum - senyum manis itu.

Dia kelihatan agak kaget. Dan tidak langsung menjawab.

“Sekarang Boss?” tanyanya mengambang.

“Iya,” sahutku.

“Di mana?”

“Di rumahku aja.”

“Tapi rumah Boss kan dijagain satpam. Kalau mereka melihat saya, pasti gempar di kantor nanti.”

“Takkan ada yang melihat kamu Tin. Nanti kamu ngumpet aja di jok belakang mobilku. Kacanya kan gelap. Takkan ada yang bisa melihatmu dari luar. Mobil langsung kumasukkan ke dalam garasi. Setelah pintu garasinya ditutup, kamu turun dan ikut aku masuk ke dalam kamarku. Kan dari garasi ada pintu yang langsung menuju kamarku.

Kristina tercenung lagi.

“Bagaimana?” desakku.

“Dijamin aman Boss?”

“Aman lah.”

Wanita muda yang bekerja di bagian operasional perusahaanku itu tercenung lagi sesaat. Lalu berkata perlahan, “Iya deh. Tapi saya gak bawa pakaian ganti.”

“Banyak pakaian perempuan di kamarku. Punya tanteku.”

“Iya deh… saya juga udah penasaran… ingin melukin Boss semalam suntuk,” ucap Kristina sambil tersipu - sipu.

“Iya… nanti kita lakukan semuanya sampai hilang penasarannya. Oke?”

“Oke Boss.”

Beberapa saat kemudian Kristina sudah duduk di seat belakang mobilku yang sudah kukeluarkan dari parkiran restoran yang murah meriah itu.

Sesuai dengan yang sudah kuatur, pintu gerbang dibuka oleh dua orang satpam wanita, kemudian mobilku langsung masuk ke dalam garasi yang pintunya terbuka sendiri setelah aku memijat remote control yang selalu tersimpan di laci dashboard mobilku. Sementara Kristina tetap rebah menelungkup di seat belakang.

Setelah mobilku berada di dalam garasi, pintu garasi pun menutup sendiri secara automatis.

Kristina pun kusuruh turun dari mobilku. Lalu kubuka pintu yang menghubungkan garasi dengan kamarku.

Setelah berada di dalam kamarku, Kristina seperti terheran - heran, “Baru tau dari garasi ada jalan langsung menuju ke kamar Boss.”

Setelah menutupkan pintu yang menghubungkan kamarku dengan garasi, kupeluk Kristina dari belakang.

Dia diam saja. Bahkan berkata, “Saya merasa seperti bermimpi Boss. Tadinya saya pikir Boss cuma maui becanda aja di WA. Gak taunya beneran terjadi.”

“Sejak kamu kirim foto memekmu, aku jadi gak sabaran lagi. Pengen ngerasain legitnya memek cewek yang hitam manis seperti kamu Tin.”

“Hihihiiii… jadi pengen malu… ngirim foto memek segala sama Boss… saking inginnya disayang sama Boss…”

“Iya…” sahutku yang masih memeluk Tina dari belakang, “tapi kamu pakai celana jeans dan jaket tebal gini, nyusahin aku dong.”

“Sebentar Bos. Mau dibuka deh celananya,” kata Kristina sambil melepaskan diri dari pelukanku. Lalu di depan mataku ia melepaskan sepatu dan celana jeansnya. Jaket tebalnya pun dilepaskan. DIsusul dengan pelepasan behanya tanpa mencopot blousenya. Sehingga sepasang payudara indahnya tampak sebagian besar di mataku, termasuk sepasang pentil toketnya…

Tanpa ragu ia memamerkan toketnya padaku. Bahkan sesaat kemudian ia pun menanggalkan celana dalamnya, sehingga tampaklah sebentuk kemaluan yang berjembut di bagian atasnya, sementara bibir memeknya bersih dari jembut. Ini yang paling kusukai. Memelihara jembut boleh - boleh saja, tapi jangan berserabutan di antara bibir memeknya, karena kalau kujilati bisa tertelan jembutnya.

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu