2 November 2020
Penulis —  Neena

Malam Malam Jahanam

Pada waktu kami bertiga makan bersama, Tante Aini curhat kepada Mama. Bahwa sebagai istri keempat ia sangat ketinggalan jika dibandingkan dengan ketiga istri lainnya. Ketinggalan dalam soal harta yang dimilikinya. Karena itu ia sedang mengumpulkan harta agar bisa mengejar ketertinggalannya. Dia sering minta uang dalam jumlah banyak kepada suaminya yang sudah berusia 65 tahun itu.

“Aku gak mau menunggu suamiku wafat Kak,” ucapnya waktu curhat kepada Mama sambil makan siang bersama itu. “Karena itu aku akan berusaha mnengejar ketinggalan itu dengan berusaha sendiri. Maka aku akan minta bantuan Chepi untuk mengurus usaha - usahaku. Dan semuanya itu akan diatur dari sebuah rumah yang sekarang masih kosong.

“Silakan aja manfaat tenaga dan pikiran Chepi, Dek. Sekalian aku titip Chepi ya. Tolong ikut pikirkan masa depannya nanti,” sahut Mama, “Karena dia satu - satunya anakku.”

“Iya, iyaaa… tentu saja Chepi harus banyak kemajuannya setelah aktif bersamaku nanti Kak.”

Setelah makan siang selesai, kami melanjutkan obrolan di ruang tamu lagi. Kemudian aku diajak oleh Tante Aini untuk melihat rumah yang katanya masih kosong itu.

Maka aku pun pamitan kepada Mama untuk langsung pulang.

Lalu aku dan Tante Aini menuju rumah yang terletak di kotaku juga itu, dalam mobil masing - masing.

Di belakang setir pikiranku belum fokus ke arah bisnis yang akan ditekuni olehku bersama Tante Aini. Aku malah membayangkan seperti apa tubuh Tante Aini itu kalau sudah ditelanjangi nanti. Dan… diam - diam kontolku ngaceng ketika aku masih mengikuti mobil Tante Aini menuju rumah yang belum pernah kulihat itu.

Tapi… aku harus menepiskan pikiran jahanam itu. Lebih baik aku memusatkan pikiranku kepada bisnis bersama Tante Aini nanti. Soal perempuan sih sudah cukup banyak yang bisa kujadikan pelampiasan nafsuku.

Tertegun aku setelah tiba di depan rumah besar dan megah itu. Begitu megahnya rumah yang kata Tante Aini akan dijadikan kantor sekaligus tempat tinggalku ini. Lalu aku dibawa masuk ke dalam.

Ternyata rumah yang katanya kosong itu sudah lengkap segalanya. Sepintas pun kulihat perlengkapan rumah ini serba mahal.

Di bagian belakangnya ada taman dan kolam renangnya segala. Kolam ikan hias pun ada, tapi masih kering. Kata Tante Aini, kalau aku sudah tinggal di rumah megah ini, silakan kolamnya diisi dengan ikan hias. Mungkin ikan koi cocok untuk dipelihara di kolam yang ditata secara artistik itu.

Ketika aku duduk di bangku kayu jati depan taman, Tante Aini duduk merapat di samping kiriku. “Rumah ini kubangun secara diam - diam tanpa sepengetahuan suamiku. Tadinya akan kupakai untuk istirahat kalau suamiku tidak sedang bersamaku.”

“Kata Tante, istrinya yang tinggal di Indonesia hanya Tante sendiri. Yang lainnya di timur tengah semua. Lalu bagaimana cara menggilirnya?” tanyaku.

“Aku kebagian seminggu dalam sebulan.” sahut Tante Aini.

“Jauh sekali jarak antara negaranya dengan Indonesia ya.”

“Iya. Tapi dia kan punya pesawat jet pribadi. Kapan pun bisa terbang ke mana saja.”

“Owh… iya ya. Sekarang artis Indonesia aja udah ada yang punya pesawat pribadi. Apalagi pengusaha minyak dari Arab.”

“Bagaimana? Kira - kira kamu nyaman tinggal di sini?”

“Nyaman Tante. Sangat nyaman.”

“Mmm… begini Chep… sebenarnya ada dua point yang membutuhkan dirimu. Pertama soal bisnis itu. Dan kedua… hihihi… malu mengatakannya…”

“Masalah apa Tante? Kok pakai malu segala?”

“Ketiga istri suamiku sudah punya anak semua. Tinggal aku yang belum. Jadi… ada tugas rahasia buatmu Chep. Kamu mau menghamiliku?” tanya Tante Aini sambil merapatkan pipinya ke pipiku.

“Serius Tante?” tanyaku ragu.

“Masa aku main - main dalam soal sepenting itu. Kamu mau kan menggauliku secara teratur pada saat suamiku sedang menggilir ketiga istrinya?”

“Sekarang Tante?”

“Sekarang sih jangan.”

“Kenapa? Aku sudah bersemangat nih Tante,” ucapku pede, karena kontolku pasti bisa ngaceng keras jika harus menyetubuhi Tante Aini.

“Sekarang aku sedang haid. Minggu depan aja kita ketemuan di sini ya. Sekarang kan hari Sabtu, jadi kita ketemuan hari Sabtu yang akan datang. Gimana?”

Aku menunduk sambil berkata, “Iya Tante.”

“Kok kelihatannya kayak yang sedih?” tanya Tante Aini sambil mengusap - usap rambutku.

“Nggak Tante. Tadi aku telanjur bersemangat. Tapi kalau Tante sedang ada halangan gak apa - apa. Biar kupendam aja dulu hasrat dan gairah ini.”

“Karena aku sedang menstruasi, kamu boleh menyelusuri tubuhku dari perut ke atas. Tapi dari perut ke bawah, gak boleh disentuh ya,” kata Tante Aini sambil membuka kancing baju jubahnya yang berada di depan, satu persatu.

Aku cuma mengangguk sambil tersenyum.

Lalu, dengan baju jubah yang sudah terbelah dua di bagian depannya, Tante Aini melingkarkan lengannya di leherku, disertai ucapan setengah berbisik, “Kamu memang tampan sekali Chep. Makanya aku mau melupakan bahwa kamu ini keponakanku.”

Sebagai jawaban, aku pun menyelinapkan tanganku dalam belahan baju jubah berwarna coklat tua itu, lalu mendekap pinggangnya yang hangat, tanpa terhalang apa pun lagi. “Tante juga cantik sekali. Sejak turun dari mobil di depan rumah Mama tadi, aku terkagum - kagum menyaksikan tanteku yang cantik rupawan begini…

Ucapanku terputus karena Tante Aini memagut bibirku ke dalam ciuman hangatnya, yang kusambut dengan lumatan penuh nafsu.

Nafsuku laksana api yang tak terpadamkan ketika saling lumat bi8bir dengan tanteku yang muda dan cantik itu. Terlebih setelah tanganku diijinkan merayapi payudaranya, yang ternyata masih sangat kencang… oooh… jelas ini membuat kontolku semakin ngaceng dan sulit mengendalikannya lagi.

Bukan cuma itu, aku pun sampai tidak menyadari bahwa tangan Tante Aini tahu - tahu sudah menggenggam kontolku yang sudah sangat tegang ini.

“Wow… kontolmu international size Chepi…” bisik Tante Aini yang pentil toketnya sedang kumainkan.

“Pasti gedean kontol Arab lah,” sahutku tersipu, karena rahasiaku sudah terbongkar. Bahwa kontolku sudah ngaceng berat.

“Gak ah. Sama punya suamiku masih gedean dan panjangan punya kamu Chep.”

“Masa sih? Kata orang kontol arab gede - gede Tante.”

“Mythos itu sih. Yang luar biasa gede sih kontol negro zaman sekarang mah. Kontol arab sih sama aja sama bangsa kita.”

Aku tidak menyahut, karena sedang asyik mengemut pentil toket kirinya sambil meremas toket kanannya yang ternyata masih sangat kencang.

Perawakan Tante Aini berbeda dengan peraWAKAN Mama. Kalau tubuh Mama Tinggi montgok dengan bokong dan sepasang toket gede, tubuh Tante Aini ini proporsional. Tinggi langsing tapi tidak kurus. Kulitnya pun tidak seputih kulit Mama, agak gelap warnanya. Dan wajah Tante Aini itu bukan hanya cantik, tapi sama sekali tidak mirip wajah wanita Indonesia.

“Mau lihat aku telanjang?” tanya Tante Aini tiba - tiba.

“Mau… tapi Tante kan lagi haid?”

“Lihat aja boleh, asal jangan disentuh.”

Tante Aini melepaskan baju jubahnyha, sehingga tinggal beha dan celana dalam yang masih melekat di tubuhnya. Yang unik adalah bentuk beha dan celana dalamnya itu

(lihat gambar). Celana dalam dan behanya terbuat dari bahan yang sama, berwarna biru dengan polka dot putih. Behanya berbentuk icon love, dengan ujung lancipnya berada di dekat pusar perutnya. Uniknya lagi, beha dan celana dalamnya itu seperti menyatu lewat tali dari bahan yang sama.

Kemudian Tante Aini menarik kursi yang lalu didudukinya, sambil melepaskan celana dalamnya. Kemudian dia duduk mengangkang sambil memamerkan memeknya yang plontos, tiada jembut sama sekali. Bahkan memeknya sampai mengkilap saking bersihnya. Mungkin dia menggunakan wax untuk membersihkan jembutnya.

“Kamu ingin memasukkan kontolmu ke sini kan?” tanya Tante Aini sambil menepuk - nepuk memeknya dengan senyum menggoda di bibirnya.

“Iya Tante,” Sahutku, “Tapi Tante kan lagi haid?”

“Hihihihiii… aku gak sedang haid. Bahkan sekarang ini sedang dalam masa subur. Aku hanya ingin menguji ketabahanmu aja.”

“Ohya?! Hahahaa… Tante pintar juga mempermainkanku,” ucapku sambil melangkah maju, mendekati kursi yang sedang dipakai duduk mengangkang oleh tanteku itu.

“Aku ingin mengujimu saja. Bukan mempermainkanmu.”

Aku cuma tersenyum, dengan pandangan terpusat ke arah memek Tante Aini. Lalu aku duduk di lantai, menghadap ke memek Tante Aini yang sedang duduk mengangkang itu.

“Kenapa kamu duduk di lantai begitu?” tanya Tante Aini.

“Pengen jilatin memek Tante,” sahutku.

“Owh… ya udah… jilatin deh sepuasmu…” ucap Tante Aini sambil mmengusap - usap pahanya sendiri.

Tanpa basa basi lagi kuciumi memek tanteku yang cantik dan baru berusia 23 tahun itu.

“Memekku belum pernah dijilatin Chep…”

“Memangnya suamik Tante gak pernah menjilatinya?”

“Boro - boro jilatin. megang aja belum pernah.”

“Lalu kalau bersetubuh gimana?”

“Kontolnya harus kupegangi. Kuarahkan sendiri. Setelah arahnya tepat, kusuruh dia mendorong kontolnya. Begitu selalu kebiasaannya.”

Aku tak menyahut lagi, karena mulai asyik menjilati memek Tante Aini yang menyiarkan harum parfum mahal ini. Mungkin parfumnya cuma disemprotkan ke selangkangannya, lalu harumnya semerbak ke sana -p sini.

Tante Aini pun mengusap - usap rambutku sambil merintih dan mendesah, “Aaaaaah… aaaaaahhhhh… aaaaaaaah… ternyata enak dijilatin begini ya Chep… enak sekali…” ucap Tante Aini sambil mengusap - usap rambutku.

Terlebih lagi ketika aku mulai lahap menjilati kelentitnya, Tante Aini menggeliat - geliat sambil merintih - rintih… “Ooooh… Chepppiii… apa itu yang kamu jilatin? Itil ya? Ooooh… ini lebih enak lagik Cheeep… jilatin terus itilku Cheeepppiiii… ooooh… jilatin terusssss…”

Bahkan pada suatu saat Tante Ainik berdesis, “Ssssssshhhh… ssssshhhhh… masukin aja kontolmu Cheeep… memekku sudah basah sekali nih…”

Aku pun berdiri sambil melepaskan celana jeans dan celana dalamku. Bahkan baju kausku pun ditanggalkan. Kemudian dengan agak membungkuk kuletakkan molncong kontolku di ambang mulut memek Tante Aini.

Dan… bleeessssss… kontolku mulai melesak ke dalam liang memek tanteku.

“Dudududuuuuuh… terasa benar gedenya kontolmu Cheeep… gak nyangka keponakanku yang tampan ini kontolnya luar biasa…” ucap Tante Aini sambil menarik kedua lipatan lututnya sehingtga kedua lututnya berada di samping sepasang toketnya. Sehingga aku bisa mendorong lagi kontolku sampai mentok di dasar liang memek Tante Aini.

Sedetik kemudian aku pun sudah mulai mengentot liang memek tanteku yang jelita dan masih sangat muda itu. Ternyata liang memek Tante Aini luar biasa legitnya. Kontolku serasa disedot - sedot oleh liang memeknya, saking legitnya.

Tante Aini pun mulai merintih - rintih histeris.

Namun pada suatu saat ia berkata terengah, “Pindah aja ke dalam kamar Chep. Biar lebih sempurna eweannya.”

Kuikuti saja keinginan Tante Aini itu. Tapi aku enggan melepaskan kontolku dari dalam liang memeknya. Karena itu kuangkat tubuhnya sedemikian rupa, sehingga kontolku tetap berada di dalam liang memek tanteku.

Tante Aini memeluk leherku, sementara sepasang toketnya menempel di dadaku. Dan aku menahannya dengan memegang bokong tanteku, sementara kontolku tetap berada di dalam liang memek Tante Aini.

Kubawa Tante Aini menuju kamar yang pintunya terbuka dan ditunjuk oleh Tante Aini.

Setelah berada di dalam kamar itu, aku masih bisa menggunakan kakiku untguk menutupkan pintu itu, kemudian membawa Tante Aini ke atas bed dengan hati - hati, agar kontolku jangan sampai tercabut dari liang memek super legitnya.

Sesaat kemudian aku telah mengayun kembali batang kemaluanku, sambil mencium dan melumat bibir Tante Aini.

DI saat lain aku pun bisa meremas toketnya sambil menjilati lehernya yang mulai keringatan, disertai denbgan gigitan - gigitan kecil.

Semakin merintih - rintih juga Tante Aini dibuatnya. “Entot terus Cheeeep… kontolmu luar biasa enaknya Cheeeep… entoooot teruuuuusssssssss… iyaaaaa… iyaaaaa… enak sekali Cheeep… enaaaaaaak…”

Aku pun menanggapinya dengan bisikan, “Memek Tante juga luar biasa legitnya… uuuuughhhh… uuuughhhh…”

Lanjut bagian berikutnya 

Cerita Sex Lainnya

Cerita Sex Pilihan

Komentar Kamu